TRANINDONESIA.CO – Jajaran Kepolisian Resor Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, berencana melanjutkan penyelidikan dugaan percobaan perdagangan manusia (human trafficking) yang saat ini menimpa empat warga setempat dengan melibatkan interpol.
Kapolres Mentawai AKBP Denny Siahaan, ketika dikonfrimasi, Kamis, mengatakan, pihaknya tengah melakukan pendataan adanya warga lain menjadi tenaga kerja Indonesia dan mengalami nasib serupa.
“Polisi masih sebatas mendata, kalau sudah ada kesepakatan tentang pembentukan tim yang melibatkan polisi, tim itu akan disampaikan ke Gubernur, bahkan sampai menteri. Kalau masalah ini sudah jelas akan dilanjutkan ke tingkat Interpol,” katanya Menurut Kapolres, saat itu pihaknya baru sebatas koordinasi dengan Kesbanglinmas Mentawai yang masih mendalami pendataan soal perdagangan manusia tersebut.
Empat warga asal Kecamatan Siberut Selatan sebelumnya diduga menjadi korban perdagangan manusia dengan menjadi TKI di Brunei Darussalam. Keempatnya adalah Marsiti Sapojai (39), Lidya Samaranggure (37), Susakkerei, Silvia Sarah, dan Yasmin.
Kepala Kesbangpol Linmas Kabupaten Kepulauan Mentawai, Halomoan Pardede mengatakan saat ini Marsiti sudah berada di KBRI Bandarsribegawan Brunei Darussalam dan mendapat perlindungan dari Direktorat Kementrian Luar Negeri.
“Keadaannnya baik-baik saja. ia mengaku memang sempat dipukul tapi bekas lukanya sudah hilang,” katanya.
Ia menegaskan, saat ini pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai tengah membentuk tim untuk menyelesaikan kasus ini. “Kami sudah koordinasi dengan Gubernur, Kementrian Luar Negeri dan Kemenakertrans (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi),” ujarnya.
Sementara, Matius Lajo, salah seorang kerabat Lidya mengungkapkan, keluarganya tesebut berhasil kabur dari rumah majikannya dengan cara dibantu oleh rekannya sesama pembantu rumah tangga yang berasal dari Jawa Tengah.
Lanjo menceritakan, selama Marsiti bekerja di rumah majikannya di Brunei, ia sering mendapat perlakukan kasar dengan cara dipukul. Ia juga sering di sekap di ruangan gelap dan tidak diberi makan.
“Gajinya juga tidak dibayar karena menurut majikannya langsung diserahkan kepada orang yang membawanya ke Brunei (Datuk),” jelasnya.
Ia menambahkan, Marsiti berhasil kabur setelah dibantu wanita asal Jawa tengah yang juga menjadi pembantu rumah tangga di rumah majikannya itu. “Mereka bersebelahan kamar, tetapi masih bisa berkomunikasi. Di situ lah temannya itu memberi tahu cara keluar dari rumah majikannya, dan akhirnya dia dijemput petugas KBRI yang telah dihubungi temannya tadi,” jelasnya.
Pihak keluarga berharap, pemerintah daerah dapat segera memproses pemulangan Marsiti. “Kalau informasi yang saya peroleh dari KBRI, proses pemulangan menunggu kebijakan pemerintah daerah di Mentawai,” katanya.(ant/dri)