RUU Tapera: Unsur OJK dalam Komite Tapera, Tidak Lazim dan Melanggar Independensi
TRANSINDONESIA.CO – Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) segera disahkan, namun struktur kelembaan dan organ dalam RUU Tapera masih berpusat di pemerintah. Komite Tapera yang memiliki mandat dalam kebijakan strategis nyaris sempurna dikuasi pemerintah.
“Tidak adil dan aneh jika unsur masyarakat tidak masuk dalam Komite Tapera, padahal yang dikerahkan itu semuanya dana masyarakat, baik pekerja maupun pemberi kerja,” demikian Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Muhammad Joni, kepada awak media di Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Pemilik dana membayar iuran Tapera, namun mereka tidak berdaulat atas dana yang dikumpulkan Badan Pengelola (BP) Tapera. “Dimana logikanya pemilik dana tidak masuk dalam organ pengelola ataupun pengawas Tapera yang didefenisikan sebagai Komite Tapera”.
Apalagi, lanjut Muhammad Joni, BP Tapera memiliki kewenangan mutlak karena diberikan mandat menjalankan fungsi pengaturan atau regulator dan sekaligus fungsi pengawasan disamping fungsi pengelola Dana Tapera.
Menurut perkiraan Joni, BP Tapera dirancang menjadi lembaga superbody yang menguasai dana masyarakat, namun tanpa organ pengawas yang mestinya terpisah dengan organ pengelola agar menjamin check and balances.
Tambahan pula, BP Tapera diberikan mandat oleh UU ini untuk menunjuk Manajer Investasi dari luar BP Tapera. Malahan dibayar dengan tarif komersial.
“Kalau untuk pembiayaan perumahan rakyat mestinya mutlak dengan skim non komersial. Tidak perlu menggunakan Manajer Investasi komersial sebab BP Tapera itu yang bekerja menjadi manajer investasi bersifat publik. Ini dana masyarakat yang bersifat publik dimanfaatkan untuk perumahan publik, bukan untuk perumahan komersial,” jelas Muhammad Joni didampingi Irwansyah Boteng, Wakil Sekretaris MKI.
Menurut RUU Tapera, unsur dalam Komite Tapera terdiri dari unsur kementerian yang mengurus perumahan, unsur kementerian keuangan, unsur kementerian ketenagakerjaan, unsur Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan unsur profesional.
“Tidak adanya unsur masyarakat pemilik dana tidak logis dan tidak adil, bahkan tidak menghargai pemilik dana,” ulas Joni.
Selain itu, masuknya unsur OJK dalam Komite Tapera, melanggar independensi OJK yang bertugas mengawasi kegiatan jasa keuangan. Bagaimanapun BP Tapera melakukan kegiatan jasa keuangan, tersebab itu tidak logis menyertakan OJK yang mengawasi kegiatan jasa keuangan sebagai Komite Tapera.
“Masuknya OJK, melanggar independensi OJK sendiri. Memasukkan OJK bersama dengan eksekutif, mirip disain Dewan Moneter ala UU Bank Indonesia zaman Orde Baru. OJK harus pamit mundur keluar dari Komite Tapera”, pinta Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) itu.
Selain itu, lembaga pengerahan dana masyarakat, justru mewajibkan adanya unsur masyarakat pemilik dana itu sendiri, seperti halnya Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).[Mj1]