TRANSINDONESIA.co | Seni ada dalam semua lini kehidupan. Seni sebagai jalan untuk menyeimbangkan atas hidup dan kehidupan. Seni itu solusi. Area publik area seni, ya semestinya begitu. Area publik adalah refleksi kualitas dari para pengelola sumber daya yang dipercaya masyarakat. Kebijakan para pejabat yang menjalankan amanah rakyat semestinya menampilkan area publik yang humanis dan asri. Di tempat publik warga secara mudah dan gratis dapat menikmati keasrian hidup. Atau setidaknya sebagai ruang solusi menghadapi penatnya hidup.
Area publik sebagai destinasi wisata. Di sini perlu ada penataan bagi keteraturan sosial. Arra publik ada pelayanan publik. Pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan hukum, pelayanan admistrasi, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan. Pelayanan publik tersebut berkualitas prima. Dan ditata dengan cita rasa seni.
Misalnya, di negara nega maju; di dalam kotanya ada informasi karya karya para maestronya. Ada ruang untuk panggung terbuka, ada ruang pamer atas karya karya maestro dunia dsb. Area publik, area inspirasi, area edukasi dan transformasi. Keteraturan di area publik ini menjadi ikon peradaban.
Area publik area seni. Polisi melalui pemolisiannya memiliki ruang dalam pemolisiannya dengan pendekatan seni budaya dan pariwisata (art policing). Ini bukan sebatas polisi berkesenian atau melakukan aktivitas seni di area publik namun mampu menunjukan bahwa pemolisiannya yang bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban merupakan suatu seni dan budaya bahkan dapat menjadi ikon pariwisata. Art policing dilakukan melalui dialog. Komunikasi menjadi kunci untuk mengimplementasikan pemolisian.
Area publik dapat menjadi pilot project implementasi art policing. Polisi memang bukan dididik untuk menjadi seniman namun setidaknya mampu memahami dan mengapresiasi seni. Bisa dibayangkan tatkala pemolisian tanpa seni maka yang ada sebatas : 1. Memerintah, 2. Melarang, 3. Mengancam bahkan bisa menakut nakuti.
Seni bagi polisi adalah gaya hidup. Polisi sebagai petugas, sebagai fungsi maupun institusi yang mampu mengimplementasikan art policing maka akan lebih soft dalam melakukan pemolisiannya. Soft dalam konteks ini dalam menata keteraturan sosial dan membangun peradaban adalah pada humanisme dan ada cita rasa seni. Komunikasi dalam berbagai cita rasa seni dari nada, suara, sastra, rupa, gerak tarian, pertunjukan dsb.
Kembali pada area publik, polisi dalam pemolisiannya sejatinya pada area publik. Karena pada area publik merupakan area di mana semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Polisi memasuki area privat wajib ijin apalagi melakukan upaya paksa.
Area publik refleksi peradaban? Kalau iya segala sesuatu kaitan dengan pelayanan publik seni budaya dan pariwisata menjadi pendekatan bahkan pilarnya. Chrysnanda Dwilaksana
Area PS 040622