Haluan Baru: Perumahan dan Kawasan Permukiman yang Bikin Rakyat Tersenyum

"Rakyat yang tersenyum karena merdeka dari kemiskinan perumahan. Presiden Prabowo bertekat membawa perumahan rakyat ke episentrum pembangunan nasional"

TRANSINDONESIA.co | Oleh: Muhammad Joni

TAHNIAH. Presiden Prabowo Subianto diambil sumpahnya 20 Oktober 2024. Dalam pidato patriotiknya, Presiden Prabowo “melantik”  haluan pemimpin bekerja untuk rakyat!  Rakyat yang bebas dari kemiskinan!  Tugas pemimpin mengubah yang dulu tak mungkin menjadi nyata-terbukti. Pidato heroik Prabowo verbatim tanpa teks justru menginginkan rakyat tersenyum.

Sontak  jantung saya happy dan tersenyum. Auto teringat program 3 juta rumah: 2 juta di perdesaan, 1 juta diperkotaan.  Dalam lima tahun Program 15 juta Rumah Prabowo untuk rakyat. Rakyat yang tersenyum karena merdeka dari  kemiskinan perumahan.

Presiden Prabowo Subianto bertekat  membawa  perumahan rakyat ke episentrum  pembangunan nasional. Itu tepat. Meningkatkan kesejahteraan perumahan prorakyat hendak  menjadi bagian terbesar Kepresidenan Prabowo. Itu mandat konstitusional.

Mengumandangkan ‘pemimpin bekerja untuk rakyat’, itu ikhwal menghidup-hidupkan kaidah konstitusi perumahan rakyat semakin bertumbuh-cum-berkembang menjadi ‘living tree constitution’.

Prabowo Subianto Presiden baru 20 Oktober 2024.  Ada harapan lebih dari itu Presiden yang mulai dari visinya bertekad dengan haluan baru perumahan rakyat. Haluan perumahan dan permukiman yang  lebih dari  hanya mengurus lika liku statistik backlog.

Program andalan 15 juta Rumah Prabowo (‘P15RP’) itu angka yang hendak menguatkan pilar goyah hak atas hunian. Bayangkan, target P15RP itu melampaui 12,7 juta unit defisit rumah atau backlog. Backlog adalah gap antara produksi dengan permintaan akan rumah yang tak lain perumahan formal.

Statistik backlog yang selama ini menjadi sentral analisis mengatasi “abc-xyz” problematika perumahan rakyat, kini bergeser haluan. Karena menekankan intervensi 2 juta perumahan di perdesaan yang berhaluan perumahan swadaya, yang  menjemput partisipasi komunitas.

Program Sejuta Rumah (PSR)  yang difasilitasi dengan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) beserta Dana Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang dominan perumahan formal, walau  grafik angka backlog bagaikan tamsilan “bak air tak penuh-penuh” untuk memenuhi  kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pun masuk ke lapisan non MBR.

Diagnosa ikhwal backlog dijawab standar dengan penyediaan Dana FLPP dan turut pula ada Dana TAPERA yang masih bertumpu pada dominasi perumahan formal.

Profil dan cakupan fiskal perumahan swadaya-cum-komunitas belum menjadi andalan walau  perumahan swadaya mandatory UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

BAPPENAS mencatat postur perumahan swadaya/ swakarsa itu menyumbang paling besar 82,5% dati profil perumahan di negeri ini. Dari rakyat membangun rumah rakyat, membutuhkan inovasi dan kolaborasi developer pun Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) mengoptimalkan pranata  baik dan kearifan lokal.

Pun, administrasi dan pendaftaran hak tanah ulayat masyarakat hukum adat yang kini semakin diakui ketika  Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN  Agus Harimukti Yudhoyono yang kini Menko Infrastruktur san Pembangunan Kewilayahan Kabinet Merah Putih.

Jika mencerna  data Susenas (2022, Modul Kesehatan dan Perumahan) yang dihimpun The HUD Institute, bahwa kontribusi masyarakat membangun perumahan dan permukiman mandiri alias swadaya itu sebesar 82,68%. Kontribusi masyarakat perkotaan (76,27%), sedang pedesaan lebih besar lagi (90%,10%).

Namun masih menyisakan soalan yang perlu intervensi pemerintah. Sebab dari peran besar swadaya-komunitas itu,  profil perumahan dan permukiman mandiri yang layak huni (62,97%) dan  sisanya tidak layak huni (37,03%).

Jangan keliru membaca seakan keluhan, namin itu satire cerdas yang menyindir angka backlog yang tak kunjung kelar. Seperti metafora mengisi bak air yang tak penuh-penuh. Karena ada pertambahan 700-800 ribu rumah tangga baru yang melebihi produksi rumah baru untuk MBR.

Pun sebelum diluncurkan 29 April 2015,   PSR sudah lekat dengan duo soal ini:  sempitnya ruang fiskal dan kurangnya kuota FLPP pun turut serta Dana TAPERA. Beranjak dari persoalan itu, perlu daya ungkit dan kebijakan terobosan yang kini menemukan momentum dan justifikasinya, yakni:  program 3 juta rumah prorakyat Presiden Prabowo.  Yang hendak keluar dari soal mendasar yang mengabaikan kontribusi “raksasa tidur” pembangun perumahan, yaitu: rakyat! Karena bagian terbesar penyediaan perumahan adalah perumahan swadaya, yang tak lain adalah pengembang terbesar (the biggest developer).

Rakyat-cum-komunitas telah banjir keringat membangun  perumahan swadaya yang tak lain perumahan rakyat sebagai really the biggest developer. Patut angkat topi salut kepada rakyat subsider komunitas yang telaten dan tabah mengerjakan perumahan swadaya. Walau motifnya untuk membantu diri (self help) memenuhi  kebutuhan dasar hunian versi Abraham Maslow,  namun hunian  hal ikhwal urusan publik; res publica –yang  tak lain saripati mandat konstitusi perumahan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Tak banyak negara memasukkan bertempat tinggal a.k.a hunian ke dalam konstitusi.

Tepat, derap kebijakan putar haluan menghidup-hidupkan perumahan swadaya-komunitas. Dengan fasilitasi pendampingan program dan pemberdayaan kapasitas, memerankan lembaga pendamping dan pendukung teknis serta intervensi skema pembiayaan.

Patut mendorong perumahan dan kawasan permukiman menjadi program strategis (nasional) yang pro rakyat agar merdeka dari kemiskinan perumahan.

Hasim Djojohadikusumo  membuka kisi-kisi beleids program perumahan rakyat menyebutkan  pembangunan 2 juta rumah di pedesaan akan dipercayakan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa.

Kiranya, geser haluan dari perumahan formal itu langkah yang berani bergeser  ke perumahan swadaya-cum-komunitas, dengan pelaku andalan-dominan pengembang komunitas.

Keputusan politik menjadikan perumahan rakyat sebagai program andalan maka patut membacanya sebagai pemihakan Presiden selaku pemimpin tertinggi eksekutif (top executive) hendak loyal dan presisi mematuhi janji namun lebih dari itu sejatinya P15RP prorakyat. Lebih dari itu ikhtiar P15RP menjadi ikhtiar menghidup-hidupkan konstitusi perumahan yang hendak membuat rakyat tersenyum.

Tepat jika  visi politik perumahan diinterpretasikan ke dalam  kebijakan Presiden Prabowo selaku top executive,  plus  dukungan Pemda kudu lebih dan lebih berkeringat lagi dalam mengusahakan perumahan rakyat.

Opini ini urun rembug menyokong  P15RP menjadi Program Strategis Nasional, yang tidak dalam tanda kurung “(nasional)“ lagi, dengan sedikit perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 (UU Pemda).

Sukses dan terbukti dalam eksekusi P15RP, kiranya komunike sinistis “pilar goyah negara kesejahteraan” (wobly pilllar of  welfare state) tidak relevan lagi dilabel-kan pada negeri ini.

Patut dan valid menguatkan  wewenang  urusan konkuren perumahan rakyat dan kawasan permukiman  kepada pemerintah propinsi dan  pemerintah kabupaten/kota. Dengan langkah mengamandemen Lampiran UU Pemda konsisten mengikuti Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Pemda. Agar  urusan perumahan MBR juncto perumahan swadaya menjadi  urusan konkuren pelayanan dasar melekat pada Pemerintah  dan  Pemda, tanpa halangan Lampiran UU Pemda.

Dengan mengoptimalkan Pemda, kiranya, P15RP prorakyat bisa menjadi haluan  perumahan rakyat: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat —dalam skala kawasan permukiman. Dengan pulihnya wewenang Pemda dalam P15RP, haluan itu bukan hanya menjawab masalah kekurangan perumahan  dan kekumuhan kawasan di daerah, namun menguatkan pilar negara kesejahteraan.

Selaku  pemegang mandatori perumahan rakyat baik Pemerintah dan  Pemda bukan hanya menjalankan aturan eksisting namun menerobos kebuntuan regulasi, putar haluan melereng dari  barikade halangan birokrasional,  bahkan melantak gangguan pada Good Governance. Badan Bank Tanah kudu berinovasi memutar haluan pro perumahan rakyat cq. P15RP. The HUD Institute  mempunyai resep kolaborasi Badan Bank Tanah dengan Pemda.

Epilog esai ini bahwa P15RP itu modalitas signifikan mengatasi kemiskinan  perumahan dengan partisipasi komunitas sebagai  the bigggest developer  yang menjadi  energi hebat menyambungkan  perumahan rakyat sebagai pilar kuat negara kesejahteraan, ya.. sebagai mata rantai penyambung destinasi Indonesia Emas 2045.

Karena itu, intervensi pendampingan atau empowering, fasilitasi, bantuan dan kemudahan yang  sebenar-benar bantuan dan kemudahan yang sebenar-benar dimudahkan menjadi bagian yang bisa diisi Pemerintah, Pemda,  maupun pelaku usaha perumahan formal. Ini saatnya membangun perumahan dan kawasan permukiman yang pro rakyat. Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat yang  difasilitasi  dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Membuat rakyat tersenyum dengan perumahan layak, terjangkau, dan untuk semua.

Majelis Pembaca yang mulia. Ijinkan saya mengajukan postulat, bahwa  jurus  pertama untuk menyukseskan P15RP adalah: mengerakkan kontribusi perumahan swadaya-cum-komunitas!

Beleids ini kudu diintegrasikan dengan program pemberdayaan ekonomi keluarga dan bantuan “modal kerja” yang koheren, terkoneksi dan terintegrasi dengan lembaga pembiayaan bank dan non bank menjadi semacam ‘housingnomics’.

Beleids yang mengawinkan akses perumahan dengan akses dana pemberdayaan. Dari acces to housing plus acces to wellfare. Dari rumah, rakyat gemahripah a.k.a tersenyum.

Setarikan nafas, eksekusi P15RP  yang bekerja konkrit, dengan tata kelola yang baik, Insya Allah efektif  mengentaskan kemiskinan  perumahan yang kumuh juncto rumah tidak layak huni yang tak lain ialah kemiskinan rakyat itu sendiri.

Postulat saya, P15RP  menjadi  momentum dan justifikasi  menerobos benang kusut kemiskinan struktural perumahan rakyat, agar keluar dari diagnosa backlog  pun satire mengisi bak air yang tak penuh-penuh. Alhasil,  P15RP prorakyat adalah  “infrastruktur” yang  mengakrab-akrabkan pemimpin nasional tertinggi  dengan rakyat, yang  bekerja untuk rakyat!  Tabik.

(*) Advokat Muhammad Joni, SH., MH.,  profesional advokat, Wakil Ketua bidang Perlindungan  Konsumen  The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU).

Share