Menilik Sejarah Stasiun Klaten, Bangunan Belanda Berusia 153 Tahun
TRANSINDONESIA.co | Stasiun Klaten termasuk salah satu bagian dari jalur kereta api pertama antara Semarang-Vorstenlanden (Solo-Jogja), bagian dari tahapan pembangunan Solo-Jogja. Stasiun kereta api kelas I ini terletak di Tonggalan, Klaten Tengah, Jawa Tengah. Stasiun Klaten berada di ketinggian +151 meter diatas permukaan laut, termasuk dalam pengelolaan KAI Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta.
Dibuka tanggal 9 Juli 1871 oleh perusahaan kereta api swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschaapijj (NISM) dengan nama Station Klatten, berbarengan pembukaan jalur Ceper-Klaten. Kini bangunan terebut sudah menginjak usia 153 tahun. Awal pertama kali dibuka, bangunan stasiun ini masih sederhana beratapkan model pelana, bukaan pintu besar dengan jendela krapyak. Pada sisi peron stasiun terdapat teritisan atap panjang. Bangunan toilet pun dibangun terpisah di sisi timur stasiun.
Stasiun Klaten ini dibangun mengingat semakin berkembangnya perekonomian wilayah ini karena kemajuan di bidang industri perkebunan terutama gula. Pada masa itu, komoditas gula merupakan komoditas ekspor yang sangat penting bagi Hindia Belanda, terutama pasar negara Eropa. Bahkan saat itu, Hindia Belanda termasuk sebagai salah satu daerah pengekspor gula terbesar di dunia.
Pada awal beroperasinya, Stasiun Klaten melayani enam perhentian kereta api yakni dua perjalanan pulang-pergi Solo-Yogyakarta dan satu perjalanan pulang-pergi Semarang-Yogyakarta. Kala itu, perjalanan dari Klaten ke Solo memakan waktu sekitar 45 menit sedangkan perjalanan dari Klaten ke Yogyakarta memakan waktu sekitar setengah jam.
Awal abad ke-19, NISM melakukan perbaikan stasiun-stasiun di jalur Semarang-Solo-Yogyakarta, termasuk Stasiun Klaten yang direnovasi sekitar tahun 1903. Bangunan stasiun dibuat memanjang dengan fasad tengah yang lebih tinggi. Overkaping juga ditambahkan di sisi peron, serta dibangun gudang di sisi timur stasiun.
Pada tahun 1990, Stasiun Klaten kembali direnovasi. Atap bangunan tengah stasiun yang semula berbentuk pelana diubah menjadi atap prisma, dan beberapa ruang ditata ulang dengan fungsi baru.
Stasiun Klaten, yang memiliki sejarah sejak zaman Hindia Belanda, awalnya memiliki enam jalur kereta api. Pada mulanya, jalur 1 adalah sepur lurus. Setelah jalur ganda ruas Srowot–Ketandan dioperasikan pada tahun 2001 dan ruas Brambanan–Delanggu pada 15 Desember 2003, jalur 1 menjadi sepur lurus arah Yogyakarta, sedangkan jalur 2 menjadi sepur lurus arah Solo, jalur 3 pemberhentian kereta api antarkota, aglomerasi, Commuter Line Yogyakarta, dan KA BIAS, jalur 4,5, dan 6 sebagai jalur stabling KRL.
Sekarang ini, wajah Stasiun Klaten masih kokoh berdiri dan semakin bagus dengan perawatan yang dilakukan serta penambahan berbagai fasilitas untuk memberikan pelayanan bagi penumpang sesuai SPM. Stasiun Klaten sekarang tidak hanya melayani penumpang KA jarak jauh dan KA Aglomerasi, namun juga melayani penumpang KA Commuter.
Dari tahun ke tahun, pertumbuhan jumlah penumpang di Stasiun Klaten meningkat pesat. Pada 2022, penumpang KA Jarak jauh yang naik turun di stasiun ini mencapai 442.470 penumpang. Kemudian pada tahun 2023, jumlah penumpang meningkat menjadi 593.408 penumpang KA jarak jauh yang naik dan turun di Stasiun Klaten.
Pada tahun 2024, per bulan Juni ini jumlah penumpang di Stasiun Klaten sudah mencapai 362.884 penumpang KA Jarak jauh yang naik dan turun, tentunya akan diprediksi terus meningkat sampai akhir tahun ini.
VP Public Relations KAI, Anne Purba mengatakan bahwa sekarang kondisi Stasiun Klaten sangat terawat dengan baik, keaslian bangunannya pun masih utuh hingga saat ini. “Stasiun peninggalan Belanda yang masih aktif dan terawat ini merupakan bukti sejarah yang hidup, menghubungkan masa lalu dengan masa kini dengan fungsionalnya yang tetap terjaga. Hal ini juga menjadi bukti nyata bahwa KAI konsisten dalam memelihara serta merawat bangunan bersejarah dengan baik,” ungkap Anne. [nag]