Bung Hatta Inspirasi Bagi Siswa Boedoet Untuk Menjadi Warga Dunia

TRANSINDONESIA.co | Ketika bersekolah di Prins Hendrik School (PHS) era 1919-1921 di mana sekarang berdiri dan bernama Gedung SMAN 1 Jakarta, Hatta bersama sahabatnya Bahder Johan yang bersekolah di STOVIA sering melewati waktu bersama, khususnya saat libur dengan bersepeda.

Saat itu, dia mendapati banyak rakyat Indonesia yang dia lihat sembari bersepeda itu, hidup susah. Hasil menimba ilmu di PHS yang kemudian membawanya berlabuh di Handels Hogescool Rotterdam dan memberinya gelar Doktorandus di Bidang Ekonomi. Hasil amatan dia akan nasib bangsa membuatnya tergerak untuk mempersiapkan diri agar bisa membawa perubahan bagi bangsanya. Sejarah pun mencatat, Drs M Hatta kemudian jadi Wakil Presiden RI dan Prof Dr. Bahder Johan menjadi Menteri Pendidikan RI dan juga pernah menjabat Rektor UI.

Terasa sekali penghayatan mendalam, ketika putri sulungnya, Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono memberikan sambutan pada peresmian Perpustakaan Bung Hatta SMAN 1 Jakarta pada Rabu (31/1). Dia hadir didampingi oleh kedua adiknya, Gemala Rabi’ah Hatta dan Halida Nuriah Hatta. Sementara dari SMA sendiri, hadir Ketum Ikaboedoet, Chairul Tanjung, Ketua Komite SMAN 1 Jakarta, Chairal Tanjung, Kepsek SMAN 1 Jakarta, Fauro Santana dan puluhan alumni SMAN 1 Jakarta yang jadi saksi momen bersejarah ini. Putri sulung Hatta itu pun bertutur, “Ini pertama kali kami masuk ke sini. Ternyata ayah kami pernah bersekolah di gedung ini ketika masih namanya Prins Hendrik School , sebuah sekolah dagang  yang biasanya mendidik tenaga bumi putra untuk siap bekerja di pemerintahan saat itu. Kesempatan untuk bersekolah bagi kaum pribumi (saat itu) merupakan sebuah kesempatan langka. Karena kakek bung Hatta adalah seorang saudagar maka dia pun boleh masuk. Terima kasih atas penghargaan atas penamaan Perpustakaan sekolah ini dengan nama ayah saya”.

Perpustakaan yang direnovasi atas kolaborasi antara pihak sekolah dengan alumni yang tergabung dalam IKABOEDOET SMAN 1 Jakarta, dimana pengusaha nasional H.Chairul Tanjung jadi Ketumnya. Perpustakaan yang mengusung pendekatan pada teknologi digital 4.0 ini nantinya selain akan diisi oleh beberapa buku-buku seperti layaknya Perpustakaan pada umumnya, juga bahan informatif dengan pendekatan teknologi digitalnya pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perpustakaan ini. Sehingga, siswa mendapatkan ambien suasana belajar terkini dimana buku dan teknologi menjadi bagian yang tak terpisahkan. Proses pembangunannya pun sangat memperhatikan kearifan dan adaptasi teknologi terkini dalam merawat bangunan yang dikategorikan cagar budaya.

Beruntung, PT.UZIN UTZ INDONESIA menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kontribusinya menyumbangkan Uzin Heritage Mortar. Mortar besutan Ir.Sugiarto Gunawan, seorang warga Surabaya tamatan FH Reutlingen, Jerman, jadi bahan utama dalam renovasi perpustakaan itu, yang juga dipakai pada bangunan cagar budaya lainnya,Gedung A.A Maramis Depkeu RI.

Kontribusi tak terpisahkan dari beberapa alumni layak diapreasi seperti Syailendra adalah juga alumni SMAN 1 Jakarta Angkatan 86, juga PT. Mandegani Nandangi Ardhi, Garis Bangun Indonesia.

Buku Dari Natuna Selamatkan Indonesia. Dari Natuna Selamatkan Bangsa karya wartawan Transindonesia.co mengisi koleksi Perpustakaan Bung Hatta. [Transindonesia.co /Mirza Ichwanuddin]

Pada kesempatan itu, dari pihak keluarga Bung Hatta diwakili oleh putri sulungnya diserahkan juga, buku Biografi Bung Hatta yang akan jadi bagian koleksi perpustakaan dan akan diletakkan di Hatta Corner yang nantinya akan diisi oleh koleksi buku-buku tentang Hatta . Seorang alumni Boedoet 85, Mirza Ichwanuddin, juga menyerahkan sebuah buku yang berjudul Dari Natuna Selamatkan Indonesia, Dari Natuna Sehatkan Bangsa, sebuah karya kolaboratif yang bersangkutan dengan Tim Lanud Raden Sadjad Natuna tentang penanganan karantina Mahasiswa Indonesia asal Wuhan terkait Covid-19.

Terakhir, harapan dari putri sulung Bung Hatta itu akan hadirnya Perpustakaan Bung Hatta SMAN 1 Jakarta, bisa memotivasi siswa untuk berani bertarung memperebutkan kesempatan belajar di luar negeri.  Dia mengingatkan, seseorang yang berjarak 1 abad yang lalu punya tekad baja untuk menjadi bagian dari perubahan bangsa ini dengan menjadikan sekolah di tempat itu sebagai batu loncatan dan melompat ke universitas kelas dunia seperti Handels Hogescool Rotterdam. Hatta memang mengenyam pendidikan barat, namun jiwa nasionalis tetap berbalur pada nilai-nilai agama yang dianutnya sekaligus ikut peduli nasib bangsa seakan tak pernah lari dari kisah hidupnya hingga akhir hayatnya.

Sekarang, banyak jalan untuk mewujudkan hal itu, beasiswa LPDP salah satunya, dan beragam beasiswa lainnya yang bisa dijangkau. Gerbang kesetaraan dan keadilan bagi seluruh anak bangsa untuk bisa menggapai ilmu di puncak-puncak peradaban ilmu di pusatnya di luar tanpa ada perbedaan strata tersedia banyak, namun tetap mengacu pada satu parameter yang sangat jelas: Layak dan masuk kriteria.

Secara tersirat, Meutia Hatta memberikan motivasi, “Pendidikan adalah jendela perubahan yang nyata bagi bangsa ini. Lewat perpustakaanlah, jendela itu bisa dikuak lebar”. Seperti quote Bung Hatta yang ditulis ulang oleh sang putri sulungnya itu di kanvas yang disediakan dan nantinya akan terpampang di dinding  perpustakaan itu, “Proses membaca-menulis—membuka wawasan dan karya besar untuk bangsa dan negara”.

Satu warisan penting Hatta yang seakan terlupakan saat ini, untuk berani hidup dan berkata jujur meski pahit rasanya. Kisah impiannya akan  sepatu Bally tetap jadi sebuah rahasia yang tersimpan rapi dalam dompetnya, dan baru ditemukan oleh pihak keluarga tatkala sudah meninggal. Menggenggam kejujuran jadi barang langka, selain langkah imajinatif dalam menggapai dunia lewat pendidikan di Rotterdam. Itulah yang bisa kita ambil dari Hatta. [miz]

Share
Leave a comment