China dan AS Saling Tuding atas Keberadaan Kapal AS di Laut China Selatan
TRANSINDONESIA.co | China dan Amerika Serikat (AS) saling tuding mengenai sengketa Laut China Selatan. Pihak militer China mengatakan pihaknya mengusir kapal perang AS yang menurut Angkatan Laut AS sedang melakukan operasi nagivasi berlayar rutin.
Menurut sebuah unggahan di akun media sosial resmi WeChat Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China pada Sabtu (25/11), militer China mengerahkan angkatan laut dan udaranya untuk “melacak, memantau, dan memperingatkan” kapal perusak AS.
Angkatan Laut AS mengatakan pada Minggu (26/11) bahwa kehadiran kapal perang bernama Hopper “menegaskan hak navigasi di Laut China Selatan dekat Kepulauan Paracel, sesuai dengan hukum internasional.”
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, yang merupakan jalur perdagangan kapal tahunan senilai lebih dari $3 triliun, termasuk sebagian yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim China tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Filipina dan Australia memulai patroli laut dan udara gabungan perdana mereka di laut tersebut pada Sabtu (25/11), beberapa hari setelah Beijing menuduh Manila meminta pasukan asing untuk berpatroli di Laut China Selatan. Tuduhan tersebut mengacu pada patroli bersama militer Filipina dan AS.
Terkait dengan insiden pada akhir pekan ini, China mengatakan bahwa hal itu “membuktikan Amerika Serikat adalah ‘pencipta risiko keamanan’ yang nyata di Laut China Selatan.”
Letnan Kristina Weidemann, wakil juru bicara Armada ke-7 AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui email: “Amerika Serikat menentang klaim maritim yang berlebihan di seluruh dunia tanpa memandang identitas penggugat.
“Klaim maritim yang melanggar hukum dan meluas di Laut China Selatan merupakan ancaman serius terhadap kebebasan laut.”
AS dan China pada awal bukan mengadakan pembicaraan mengenai masalah maritim, termasuk sengketa Laut China Selatan, di mana AS menggarisbawahi kekhawatiran mengenai apa yang disebutnya sebagai tindakan China yang “berbahaya dan melanggar hukum,” kata Departemen Luar Negeri AS. [voa]