Model Pemolisian Tingkat Polres sebagai KOD dalam Operasi Kepolisian

TRANSINDONESIA.co | Tingkat Polres sebagai KOD (kesatuan operasional tingkat dasar) menjadi tumpuan atas pengelolaan kamtibmas atau keteraturan sosial tingkat kota atau kabupaten. Implementasi program dari tingkat Mabes maupun Polda yang langsung bersentuhan kepada masyarakat ada pada level Polres, Polsek, Pospol hingga Bhabinkamtibmas. Penyelenggaraan manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (pemolisian / policing) pada birokrasi maupun masyarakat yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi di era kenormalan baru model “smart policing dengan smart management” merupakan suatu solusi dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

KOD, dimaknai sebagai kesatuan operasional yang lengkap model pemolisiannya baik dengan : a. Pendekatan wilayah (polsek, pospol hingga babinkamtibmas),
b. Pendekatan fungsi ( fungsi utama, fungsi pendukung dan fungsional),
c. Pendekatan dampak masalah yang dikelola bagian operasional, dengan lintas wilayah, lintas fungsi maupun lintas stake holder.

Konteks smart policing sebagai model “super cops” bukan super kewenangan melainkan super dalam kompetensi untuk melayani masyarakat dengan standar prima, melalui harmoninya antara model conventional policing, Electronic policing (E policing) maupun forensic policing.

Conventional policing, lebih menekankan pada : law enforcement, crime fighter maupun model reaktif.
E policing model pemolisian di era digital yang menjembatani antara aktual dengan virtual melalui adanya back office / operation room/ pusat K3i (komunikasi, komando pengendalian, koordinasi dan informasi) atau posko elektronik yang didukung aplikasi yang berbasis artificial intellgent (AI) dan network yang berbasis internet of things ( IoT). Dukungan elektronik akan membantu sistem monitoring, kecepatan pelayanan kepolisian ( keamanan, keselamatan, hukum, administrasi maupun kemanusiaan) secara prima ( cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses). Kesemua itu memerlukan model smart management sehingga sistem managerial maupun operasional dapat dilakukan secara holisitik ataupun sistemik sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya. Karena kebutuhan keamanan dan rasa aman antara satu daerah dengan daerah lainya berbeda / bervariasi. Model smart management diback up atau dijembatani melalui E policing untuk penanganan pada komunitas maupun lalu lintas. Yang memerlukan sistem smart power untuk proactive dan problem solving.

Forensic policing model pemolisian untuk mengatasi gangguan keteraturan sosial yang di desaign untuk mengatasi masalah nubika (nuklir, biologi, kimia) maupun sosial budaya, ekonomi, kemanusiaan dsb.

Model smart management sebagai model manajemen yang fungsional diback up melalui back office bagi komunitas melalui call and comand centre dan penanganan lalu lintas melalui traffic management centre. Sistem k3i menjadi penting dan mendasar untuk pelayanan kepolisian yang bersifat rutin, khusus maupun kontigensi. Keteraturan sosial dapat dibangun dengan mewujudkan keamanan dan rasa aman warga melalui sentra pelayanan kepolisian. Keamanan dan rasa aman dapat bangun model smart city yang ditandai adanya :
1. Good governance, aparatur yang profesional dan tidak memeras/ menerima suap;
2. Keamanan yang ditangani secara sinergis, terpadu dan berkesinambungan;
3. Pelayan kepada publik yang prima;
4. Tingkat keamanan dan rasa aman warga yang cukup tinggi;
5. Penegakkan hukum yang tegas dan berwibawa (tidak KKN/ tidak tebang pilih);
6. Ada board yang merupakan wadah para pemangku kepentingan untuk bekerja sama mencari akar masalah dan menemukan solusi yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak yang dapat dibangun dengan adanya indexs keamanan.

Indeks Keamanan dapat dilihat dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya:
a. Ideologi :
1) Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia,
2) Terwujudnya Kebebasan beragama/ berkeyakinan,
3) Terlindunginya kelompok minoritas,
4) Ketahanan masyarakat dari radikalisme,
5) Kondisi terbebas dari terorisme,
6) Tokoh-tokoh yang berkaitan dengan primordial mampu membuat suasana sejuk dan mencegah terjadinya konflik,
7) Berkembangnya program-program deradikalisme dan
8) Terbebasnya dari ideologi-ideologi asing yang bertentangan dengan Pancasila.

b. Politik :
1) Kebijakan-kebijakan dari political society diterima dan mendapat dukungan dari civil society
2) Pemilu, Pilkada dapat terselenggara pada setiap tahapannya tanpa konflik fisik maupun pertumpahan darah,
3) Pejabat-pejabat politik mampu menjadi ikon dan mampu mencegah terjadinya konflik politik,
4) Masyarakat mempunyai ketahanan terhadap issue- issue politik,
5) Produk-produk politik dirasakan memihak dan bermanfaat bagi peningkatan masyarakat,
6) Terbebas dari berbagai kejahatan-kejahatan terorganisir yang mengganggu bidang perpolitikan (white collar crime).

c. Ekonomi :
1) Tersedianya BBM, gas dan sembako,
2) Kemampuan masyarakat membeli BBM, gas dan sembako,
3) Ketahanan masyarakat dari berbagai potensi-potensi konflik di bidang ekonomi,
4) Meningkatnya perdagangan dalam dan luar negeri (ekspor/ impor),
5) Pelaku-pelaku bisnis mempunyai etika dalam berbisnis (tidak melakukan hal-hal yang kontra produktif),
6) Pelaku-Pelaku bisnis mampu mencegah terjadinya konflik ekonomi, 7) Ketahanan ekonomi dari globalisasi, regionalisasi,
8) Ketahanan moneter dari inflasi,
9) Terbebas dari berbagai kejahatan-kejahatan terorganisir yang mengganggu bidang perekonomian.

d. Sosial Budaya :
1) Terbebas dari konflik antar warga,
2) Terbebas dari premanisme,
3) Kondisi masyarakat yang damai dan kondusif,
4) Terbebas dari issue-issue konflik sosial,
5) Terbebas dari berbagai kejahatan-kejahatan yang menjadi potensi konflik sosial,
6) Ada wadah-wadah kemitraan untuk mencari akar masalah dan menemukan solusi penanganan masalah-masalah konflik sosial,
7) Tertangani berbagai kejahatan konvensional yang meresahkan masyarakat,
8) Tertangani masalah-masalah lalu lintas (kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan),
9) Tingkat Kamseltibcar Lantas yang signifikan pendukung produktifitas masyarakat.

Model pemolisian dapat dibangun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara, kesejahteraan masyarakat, kemajuan institusi Kepolisian.
b. Wilayah, masalah yang di hadapi, potensi-potensi yang bisa diberdayakan, corak masyarakat dan kebudayaannya, nilai-nilai kearifan lokal dan sebagainya.
c. Fungsi dan tugas pokok polisi baik sebagai institusi, sebagai fungsi maupun sebagai petugas kepolisian. Arah untuk menuju kepolisian sebagai institusi yang profesional (ahli), cerdas (kreatif dan inovatif), bermoral (berbasis pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin) dan modern (berbasis IT).
d. Model-model pembinaan baik untuk kepemimpinan, bidang Administrasi, bidang operasional maupun Capacity Buiding.
Dalam membangun pemolisian di era digital Perlu pemikiran-pemikiran secara konseptual dan bertindak pragmatis yang saling melengkapi dan menjadi suatu sistem. Tatkala kita membangun sistem yang perlu diperhatikan adalah masukan (input), proses (cara mencapainya) maupun keluarannya (output), yang memerlukan adanya standar-standar baku sebagai pedoman Operasionalnya (SOP : a) Job description dan Job analysis, b) Standardisasi keberhasilan tugas, c) Sistem penilaian kinerja, d) Sistem Reward dan Punishment, dan e) Etika Kerja).
Model pemolisian dapat dibuat 3 kategori : 1. Berbasis wilayah, 2. Berbasis kepentingan dan 3. Berbasis dampak masalah. Ke tiga kategori tersebut memiliki pendekatan yang berbeda namun ada benang merahnya yang menunjukan adanya saling keterkaitan satu dengan lainya. Model pemolisian ini dapat digunakan sebagai acuan dasar/ pedoman dalam mengimplementasikannya, walaupun berbeda variasinya (berdasarkan corak masyarakat dan kebudayaannya) namun tetap memiliki prinsip-prinsip mendasar yang berlaku umum. ” Satu Prinsip Seribu Gaya”.
a. Pemolisian yang Berbasis Wilayah.
Model ini boleh dikatakan sebagai model struktural dari tingkat Mabes sampai dengan Polpos bahkan bisa jadi pada Babin kamtibmas. Semua tingkatannya di batasi wilayah hukum (bisa mengikuti pola pemerintahan/ ada pola-pola khusus seperti yang diterapkan di Polda Metro Jaya yang wilayahnya ada 3 Propinsi (DKI, Banten dan Jawa Barat). Ada Polres yang membawahi lebih satu wilayah Kota/ Kabupaten. Ada juga wilayah Polsek yang lebih dari 1 Kecamatan. Pada tingkat Polpos dan Babin kamtibmas ini yang perlu dibuat secara konsisten/ ada modelnya. Di dalam pemolisiannya akan berkaitan dengan penanganan-penanganan masalah, kepentingan-kepentingan. Di sinilah ada saling keterkaitan antara model yang berbasis wilayah maupun yang berbasis kepentingan maupun yang berbasis wilayah. Pertanyaannya : “bagaimana membangun sistem terpadu yang saling mengisi dan saling melengkapi serta saling menguatkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (Kamtibmas)?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut yaitu dengan membangun back office (sebagai linking pin/ pusat K4Ei (komuniksi, komando dan pengendalian, koordinasi, kontrol dan monitoring, evaluasi serta informasi)). Back office ini merupakan ruang operasi untuk mengharmonikan (kalau analogikan adalah dirigen dalam sebuah orchestra) pekerjaan yang diselenggarakan antar wilayah, fungsi/ bagian, maupun dalam kondisi yang diskenariokan, atau kondisi-kondisi kontijensi baik dari faktor manusia, faktor alam maupun faktor kerusakan infrastruktur. Back office ini merupakan sistem terpadu yang mampu membangun database, komunikasi, komando dan pengendalian, koordinasi, kontrol dan monitoring, evaluasi serta informasi. Yang mampu memberikan pelayanan prima dengan pemolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern. Untuk itu diperlukan keunggulan-keunggulan dalam mengimplementasikannya yaitu: a. Unggul SDM, b. Unggul data, c. Unggul Pemimpin dan Kepemimpinannya, d. Unggul Sarpras (berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, e. Unggul Jejaring, dan f. Unggul Anggaran.
b. Pemolisian yang Berbasis Kepentingan.
Model pemolisian yang berbasis kepentingan tidak dibatasi wilayah, namun dipersatukan oleh kepentingan-kepentingan bersama. Kepentingan-kepentingan tersebut bisa yang berkaitan: dengan pekerjaan/ profesi, hobby, kegiatan, kelompok-kelompok kemasyarakatan. Model ini diimplementasikan secara variasi oleh fungsi-fungsi kepolisian yang ada pada pemolisian berbasis wilayah (Mabes sd Polsek) sesuai dengan kategori-kategori kepentingannya (internasional, regional, nasional, maupun tingkat lokal). Melalui keunggulan-keunggulan tersebut di atas yang di harmonisasikan oleh petugas-petugas di back office maka walaupun pemolisiannya pada tingkat lokal sekalipun namun dampaknya dapat menjadi global karena ada sistem-sistem dasar dan pendukungnya yang saling terkait.
c. Pemolisian yang Berbasis Dampak Masalah.
Akar masalah ini bukan tugas polisi namun merupakan potensi konflik dan dampaknya dapat menjadi konflik yang dapat mengganggu, menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas. Yang tentu saja akan menjadi tugas kepolisian tatkala menjadi gangguan terhadap keteraturan sosial. Pola pemolisiannya akan juga berkaitan dengan yang berbasis wilayah maupun yang berbasis kepentingan namun polanya berbeda karena penanganannya dengan pola khusus atau yang tidak bersifat rutin, walaupun dapat memanfaatkan sistem-sistem back office. Pola penanganan terhadap dampak masalah ini ditangani dengan membentuk satuan-satuan tugas (Satgas) yang juga bervariasi karena juga akan berbeda dampak masalah dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, keselamatan dan sebagainya.
Pemolisian yang berbasis dampak masalah merupakan pemolisian untuk menangani berbagai dampak yang sebenarnya bukan bagian dari urusan kepolisian. Namun ketika menjadi masalah dampaknya akan mengganggu, mengancam, merusak bahkan bisa mematikan produktifitas. Di sinilah core dari model pemolisian yang berbasis dampak masalah yang penangananya diperlukan keterpaduan/ integrasi dari pemangku kepentingan ataupun antar satuan fungsi. Dengan membangun model pemolisian yang berbasis dampak masalah akan dapat menjadi wadah untuk mensinergikan, mengharmonikan dalam menangani berbagai masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan bahkan pertahanan) sehingga menemukan solusi-solusi tepat yang dapat diterima semua pihak dan dapat digunakan untuk pra, saat maupun pasca. Keterpaduan inilah yang menjadi kecepatan, ketepatan bahkan kekuatan sosial dan akan juga menjadi ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai dampak masalah bahkan dampak globalisasi.

Keamanan dan rasa aman menjadi dasar untuk peningkatan kualitas keselamatan. Penyelesaian masalah keamanan dan rasa aman bukan untuk/ dengan kekuasaan, penguasaan namun diawali dengan menemukan dan memahami akar masalah yang dapat terekam dalam indeks keamanan yang dapat menjadi early warning system. Dari potret situasi keamanan terekam dalam indeks keamanan tersebut dapat dicari akar masalah dan ditemukan solusi-solusi secara tepat dan dapat di implementasikan. Dinamika perubahan yang bergulir dengan cepat muncul berbagai isue yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan keteraturan sosial yang akan berdampak pada semakin kompleksnya tugas-tugas kepolisian.
Di era digital dituntut adanya berbagai pelayanan yang serba : cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Di era disrupsi, kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat berdampak terjadinya globalisasi. Selain segi positif globalisasi juga membawa permasalahan sosial yang berkaitan dengan gangguan keamanan yang terjadi dalam masyarakat akan semakin kompleks dan semakin canggih karena semakin sistematis terorganisir secara profesional dan memanfaatkan teknologi dan peralatan-peralatan modern yang dilakukan oleh orang-orang yang ahli/ profesional. Tentu saja akan semakin sulit untuk dicegah, dilacak dan dibuktikan. Selain itu tuntutan dan harapan masyarakat terhadap kinerja polisi dalam menyelenggarakan pemolisiannya dapat memberikan adanya pelayanan prima. Pelayanan prima kepolisian dalam konteks ini dapat dikaitkan dengan pembangunan sistem-sistem yang diawali dengan sistem filling and recording, analisa data yang dapat menghasilkan indeks, pemetaan masalah melalui solusi-solusi tepat yang didukung dengan sistem-sistem online yang dapat dimasukkan sebagai pemolisian secara elektronik (e-Policing).

Pengamanan melalui program Harmoni. Harmoni Merupakan program dengan sistem-sistem modern sebagai implementasi e-policing (pemolisian di era digital) dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (kamtibmas). Spirit harmoni adalah komunikasi, informasi, melayani, melindungi, memberi solusi Kamtibmas yang humanis dan modern. Standar pelayanan harmoni adalah kecepatan, kedekatan dan menjadi ikon persahabatan.
Pelayanan-pelayanan yang dilaksanakan dalam Harmoni adalah pelayanan informasi, pelayanan administrasi, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan hukum dan pelayanan kemanusiaan.
a. Pelayanan administrasi adalah berkaitan dengan pemberian surat keterangan kepolisian sebagai jaminan legitimasi atas keabsahan dan kebenaran atas apa yang disampaikan/ dijelaskan dalam surat tersebut.
b. Pelayanan keamanan adalah Pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman masyarakat.
c. Pelayanan keselamatan adalah pelayanan yang berkaitan dengan tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk mewujudkan dan memelihara keselamatan, meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas.
d. Pelayanan hukum adalah tindakan kepolisian baik dengan/ tanpa upaya paksa baik secara langsung/ melalui media untuk membangun peradaban. Dalam menegakkan hukum polisi juga sebagai penegak keadilan, aturan dan sistem-sistem yang dibuat untuk mengawasi bukan untuk menakut nakuti.
e. Pelayanan kemanusiaan adalah tindakan-tindakan kepolisian yang dapat dikategorikan sebagai upaya-upaya mengangkat harkat dan martabat manusia/ dapat dikategorikan sebagai pejuang kemanusiaan.
f. Pelayanan informasi adalah pelayanan kepolisian untuk memberikan pencerahan, memotivasi, memberitahu hal baru dan mendorong orang lain berbuat baik.
Pelayanan kepolisian wajib dilakukan dengan prima sehingga secara signifikan dirasakan oleh masyarakat sebagai pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
Tahapan-tahapan dalam membangun Harmoni yaitu :
a. Tahap I Pemetaan
1) Memetakan wilayah 1 sampai dengan tingkat RT
2) Memetakan masalah-masalah yang dapat memicu terjadinya konflik dan dibuat kategori-kategori aman, sedang/ waspada, bahaya/ rawan
3) Memetakan potensi-potensi yang ada dari sumber daya alam, sumber daya manusia, aktivitas-aktivitas, jaringan-jaringan dan sebagainya.

b. Tahap II
1) Pelayanan informasi: Info apa saja yang berkaitan dengan kamtibmas
2) Pelayanan administrasi : Apa saja yang bisa di onlinekan dengan sistem pelayanan administrasi kepolisian/ pelayanan-pelayanan administrasi dan pemangku kepentingan lainnya.
3) Pelayanan keamanan : pola-pola aplikasi pengamanan wilayah dari tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota, Kabupaten, Provinsi yaitu :
– membuat sistem pengamanan untuk pra, saat dan pasca kejadian
– pola-pola pengamanan saat terjadi situasi kontijensi
– pola-pola pengamanan saat-saat khusus (kegiatan kemasyarakatan, kegiatan Protokoler, kegiatan politik dsb)
4) Pelayanan keselamatan : Membuat aplikasi yang berkaitan dengan pola-pola keselamatan dalam berlalu lintas baik keselamatan jalan, keselamatan kendaraan bermotor, keselamatan manusia, Penanganan kecelakaan dan sebagainya.
5) Pelayanan hukum:
– aplikasi-aplikasi informasi tentang hukum/ peraturan-peraturan dan
– konsultasi huku/ edukasi tentang hukun dan kepatuhan hukum
6) Pelayanan kemanusiaan: Menjembatani, pertolongan (quick respon time)

c. Tahap III
Membuat sistem-sistem aplikasi yang terpadu antara pola pemolisian yang berbasis wilayah, yang berbasis kepentingan dan berbasis dampak masalah.

d. Tahap IV
Menerapkan Asta Siap di era digital mampu sbg cyber cops :
1). Siap pilun ( grand strategy, model2 atau panduan2 dg standar2 dan aturan2nya)
2). Siap pusat K3i ( komunikasi, koordinasi komando pengendalian dan informasi) sbg back office atau sbg operation room dg berbagai sistem untuk call centre, quick response, back up system dan sistem transformasi, big data system, one gate service system, sistem analysis data dan menghasilkan algoritma melalui info grafis, info statistik dan info2 virtual yg real time on time dan anybtime. Semua itu di dukung dg aplikasi yg berbasis artificial intellegence dan jejaring yg berbasis internet of things.
3). Siap model2 simulasi dan implentasi di lapangan scr virtual maupun aktual
4). Siap cipkon dg sistem2 pemetaan wilayah, potensi dan masalah serta jejaring key informan sd lini terdepan.
5). Siap mita yang mampu diberdayakan sebagai soft power.
6). Siap sdm yang mengawaki
7). Siap sarpas untuk perorangan, unit atau kelompok dan juga kesatuan
8). Siap anggaran scr budgeter maupun non bugeter.

Pemolisian kontijensi dapat diklasifikasikan mendukung operasi kepolisian sbb :
a. Aman nusa satu untuk menangani masalah bencana. Definisi bencana :
1) Faktor alam
2) Faktor non alam : gagal teknologi/ modernisasi, epidemi/wabah penyakit)
b. Aman nusa dua untuk menangani konflik sosial.
c. Aman nusa tiga untuk menangani teror bom.

Dalam penanganan bencana dapat menerapkan standar sistem manajemen keadaan darurat (ssmkd)/skpl (sistem komando pengendalian lapangan), yang merupakan sistem standar penanggulangan keadaan darurat yang dapat diprediksi/ direncanakan maupun bencana yang disebabkan karena faktor manusia, faktor alam dan faktor non alam (kerusakan infrastruktur). Sistem standar penanggulangan keadaan darurat yang dapat diprediksi/ direncanakan maupun bencana yang disebabkan karena faktor manusia, faktor alam dan faktor non alam (kerusakan infrastruktur). Dalam menangani keadaan darurat perlu sistem pengorganisasian yang simple dan bisa segera dioperasionalkan dengan komando terpadu bukan komado tunggal. Yang dilihat dari tingkat kompleksitasnya: (kejadian, korban, maupun wilayahnya). Selain membangun KPL (komando pengendali lapangan) dapat juga dibangun pusat krisis instansi. Kalau bencana itu kompleks dan perlu proses yang cukup lama dalam penangananya.

Penguatan Polres sebagai KOD yang akan menggerakkan pemolisian yg berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah sebahai “super cops” yang super kompetensinya dijembatani model E policing agar conventional maupun forensic policing dapat berjalan saling menguatkan. Model smart management dlm smart policing mjd basis dalam mendukung smart city pd pemdekatan pemolisian.

Model atau pola polisian dapat mengacu pada prinsip prinsip mendasar yang berlaku umum yang telah dijabarkan di atas. Algoritma atas model E policing menjadi dasar dan standar indeks keamanan yang dapat dilihat melalui info grafis, info statistik, info virtual yang real time, dapat diakses secara any time. Algoritma selain menunjukkan hasil analisis untuk pelayanan prima juga dapat digunakan sebagai prediksi, antisipasi dan solusi. (Chrysnanda Dwilaksana)

 

Lembah tidar 211123

Share
Leave a comment