Bank Dunia: Kesenjangan Negara Kaya dan Miskin Perketat Cengkeraman Kemiskinan

TRANSINDONESIA.co | Kepala Bank Dunia yang baru, Ajay Banga, mengatakan pada Selasa (18/7) bahwa meningkatnya kesenjangan antara negara kaya dan miskin berisiko memperdalam kemiskinan di negara-negara berkembang. Banga mengatakan itu pada pertemuan menteri keuangan G20 di India.

Banyak negara masih belum pulih dari pukulan ganda pandemi virus corona dan dampak dari perang Rusia di Ukraina — yang memukul harga bahan bakar dan komoditas-komoditas global.

Perubahan iklim, sementara itu, paling berdampak pada beberapa negara termiskin yang paling tidak mampu mengatasinya.

Pembicaraan G20 terjadi setelah Rusia pada Senin (17/7) menolak untuk memperpanjang kesepakatan yang memungkinkan ekspor biji-bijian penting Ukraina yang melalui Laut Hitam. Penolakan itu memicu kemarahan PBB, yang telah memperingatkan bahwa jutaan orang termiskin di dunia akan terdampak oleh penolakan itu.

“Kita hidup dalam masa yang rumit; saya harus menyinggung fakta bahwa Rusia kemarin menarik diri dari prakarsa Laut Hitam-Ukraina — dan kami di sini membahas cara membantu negara-negara yang rentan,” kata kepala bank sentral Jerman Joachim Nagel kepada AFP. “Itu sangat aneh, dan banyak negara menyalahkan Rusia karena melakukan ini.”

Menteri Keuangan Afrika Selatan Enoch Godongwana memperingatkan hal itu “kemungkinan akan berdampak pada harga pangan, yang akan berdampak lebih besar pada negara-negara miskin”.

Sementara itu Banga mengatakan ia khawatir kurangnya kemajuan akan membahayakan ekonomi global.

“Hal yang membuat saya terus terjaga pada malam hari adalah fakta bahwa rasa saling curiga secara diam-diam kian memisahkan negara-negara kaya dan negara-negara miskin pada saat seharusnya kita bersatu,” kata Banga dalam pertemuan dua hari para menteri keuangan dan kepala bank sentral di Gandhinagar, negara bagian Gujarat.

“Rasa frustrasi negara-negara miskin dapat dimengerti. Dalam banyak hal mereka terdampak buruk atas kemakmuran yang kita raih,” kata Banga. Banga dilahirkan di India, dan kini menjadi warga negara Amerika melalui proses naturalisasi. Ia menduduki jabatan tertinggi di Bank Dunia itu bulan lalu setelah dicalonkan oleh Presiden AS Joe Biden.

Banga mengatakan kepada AFP bahwa negara-negara berkembang memiliki persentase kaum muda tertinggi, tetapi itu tidak ada manfaatnya jika mereka tidak mendapat kesempatan untuk mengakses pendidikan dan mendapatkan pekerjaan.

“Jika tidak… itu bukan bonus demografi, itu tantangan bagi negara-negara itu,” katanya kepada AFP. [voa]

Share
Leave a comment