BKN Buka Suara Soal Larangan PNS Poligami

TRANSINDONESIA.co | Masyarakat Indonesia dihebohkan oleh informasi PNS atau ASN pria diperbolehkan melakukan poligami. Kemudian, larangan PNS wanita menjadi istri kedua, ketiga, dan keempat.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI buka suara, terkait aturan PNS yang kini menjadi buah bibir masyarakat. Dijelaskannya, aturan tersebut pada dasarnya sudah diterbitkan pemerintah sejak 40 tahun silam.

“Aturan itu bukan kebijakan yang dikeluarkan BKN. Tapi soal itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS,” kata Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN, Iswinarto Setiaji dalam keterangan persnya, Sabtu (3/6/2023).

Kemudian, Ia mengungkapkan, ketentuan izin PNS pria poligami diatur secara ketat. Yakni, pada Pasal 10 PP Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.

“Intinya mengatur mengenai syarat alternatif, kumulatif, dan kewenangan pejabat. Dalam menolak memberikan izin kepada PNS Pria yang mengajukan permohonan beristri lebih dari satu,” ucapnya.

Tidak hanya itu, ia mengaku, terdapat syarat PNS pria jika ingin melakukan poligami. Salah satunya, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai pasangan.

“Kemudian, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Atau, istri tidak dapat melahirkan keturunan,” ujarnya.

Lanjutnya, ia menegaskan, pelanggaran terhadap PNS pria beristri lebih dari satu berdampak pada status kepegawaiannya. Pihak bersangkutan diancam dengan salah satu hukuman disiplin tingkat berat.

“Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Dapat hukuman disiplin berat,” katanya.

Sementara itu, ia menjelaskan, larangan PNS wanita menjadi istri kesekian terutang dalam PP. Yakni, Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.

“Berdasarkan ketentuan menjadi istri kedua/ketiga/keempat bagi PNS wanita adalah merupakan larangan. Berdampak terhadap status kepegawaian yang bersangkutan diancam dengan hukuman disiplin pemberhentian,” ujarnya. [rri]

Share
Leave a comment