Guncangan Gempabumi M 5.8 Gorontalo Dirasakan di Empat Provinsi

TRANSINDONESIA.co | Guncangan gempabumi berkekuatan magnitudo 5.8 dengan kedalaman 137 kilometer yang berpusat di 0.008 LU dan 123.70 BT di wilayah Gorontalo pada Selasa (7/6/2022) malam, dirasakan di sembilan kota/kabupaten yang tersebar di empat provinsi.

“Adapun wilayah yang melaporkan adanya guncangan meliputi Kabupaten Gorontalo, Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo dengan durasi 1 sampai 3 detik yang kemudian sempat menimbulkan kepanikan warga,” kata Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangannya, Rabu (8/6/2022).

Menurutnya, wiilayah berikutnya adalah Kabupaten Kepulauan Sula di Provinsi Maluku Utara dengan guncangan sedang dalam durasi 1 sampai 3 detik. Warga setempat sempat panik, namun kondisi dapat berangsur-angsur kondusif.

Selanjutnya Kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah melaporkan guncangan dirasakan sedang selama 1 sampai 3 detik dan menimbulkan kepanikan warga. Hal yang sama juga dirasakan di Kabupaten Banggai Kepulauan, namun kondisi dapat kembali kondusif.

Kemudian yang terakhir adalah Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan di Provinsi Sulawesi Utara dengan durasi guncangan selama 1 sampai 3 detik dan sempat menimbulkan kepanikan warga.

“Berdasarkan rangkuman dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Rabu (8/6/2022), belum ada laporan mengenai kerusakan bangunan maupun adanya korban jiwa. Kondisi dinyatakan aman dan terkendali, meski sempat terjadi kepanikan warga akibat guncangan yang dirasakan,” ujar Muhari.

Berdasarkan kajian InaRisk BNPB, keempat wilayah provinsi yang meliputi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara memiliki tingkat risiko gempabumi dengan kategori sedang hingga tinggi.

Menghadapi adanya potensi risiko dan bahaya gempabumi, BNPB mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan siaga. Bahaya gempa tidak dapat diprediksi secara akurat waktu dan tempat terjadinya. Pada bencana gempa bumi, sebagian besar warga menjadi korban akibat reruntuhan bangunan. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan telah memiliki rencana kesiapsiagaan keluarga dan dapat melakukan evakuasi mandiri secara jika diperlukan pada saat darurat.[wei]

Share