Ngartun, Mengapa Tidak?

TRANSINDONESIA.co | Menggambar kartun bukan sembarang menggambar, membuat kartun memerlukan kemampuan untuk memahami suatu fenomena, menvisualkan secara ikonik, membuat sesuatu fenomena ada sisi penggeli hati.

Melesetkan, membuat pletot sana sini namun ada sesuatu harmoni menstimuli indera dan jiwa untuk tertawa. Gambar yang dibuat bisa saja realis namun bisa juga yang membentuk sesuatu tanda yang simple lucu.

Menjungkir balik logika bahkan menjabarkan sesuatu yang serius menjadi tawa canda. Mengkritik atas berbagai issue menjadi sesuatu lucu. Kartun ada karakter yang dibuat dengan style atau gaya yang bervariasi. Kartun Jhony Hidayat, Si Jon, FX Subroto, Non O, Jitet Kustana, Koesnan Hoesi, Goen, Pri GS, Odios (Darminto M Sudarmo), Ashady, Dwi Koen, Pramono, Piyanto S, Kelik Siswoyo, Didi Sw, Beny, Mice, Libra, Beng Rahardian, Dian Bijak, Jaya Suprana, Thomas Lionar, Gatot Eko Cahyono, Rosyid Anwar, Floren, Nunk, Bambang Sakuntala, dsb. Anggota Kokang, Pakyo, Pakarti, dsb, komunitas kartunis yang ada berbagai kota. Mereka menunjukan gaya dan kelucuan bervariasi dari bentuk hingga temanya.

Di era digital kartun juga tersebar di banyak media sosial. Di masa kejayaan media cetak hampir semua majalah maupun koran menampilkan kartun. Intisari, Kompas, Hai, Warna Sari, Cemerlang, Gadis, Dewi, Femina, Kartini, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Pos Kota, Humor, Sinar Harapan, Jakarta Pos, Kedaulatan Rakyat, dsb. Kekuatan kartun  menghidupkan media. Kartun memiliki penggemar yang fanatik untuk terus menanti dari hari ke hari. Media menjadi jembatan kartun memasyarakat. Dari kartun terus mengembang dalam berbagai bentuk lainnya dari marchendise hingga peralatan rumahtangga atau untuk mendukung kegiatan sekolah maupun kehidupan lainnya.

Kartun hidup di setiap negara. Kartun menjadi bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Kartun dapat bertemakan politik, ideologi, ekonomi, seni budaya, pendidikan, hukum, teknologi bahkan konflik sosial hingga perangpun bisa dikartunkan. Seringkali dalam kehidupan sehari haripun cerita lucu atau kejadian aneh banyak terjadi, namun kadang dilepas begitu saja tanpa terdokumentasi. Kartun sejatinya juga membuat suatu keabadian yang mencatat sesuatu dalam visual.

Kisah legenda, mitologi, kepahlawanan, sejarah, hingga hal mistis pun bisa dikartunkan. Tertawa tanda hati yang gembira. Di mana hati yang gembira adalah obat. Kartun bisa dikembangkan dalam karikatur maupun komik dan ilustrasi. Karakter dan penjiwaan tokoh menjadi sangat penting. Kita dapat melihat model kartun yang difilmkan seperti, Sinchan, Dora Emon, Asterix, Tintin, Schoobido, Pokemon, Ipin Upin, Digimon, Popeye, Winie the pooh, Lion King,Tom and Jerry, Pink Panther, Panji Koming, Unyil, Aci ( aku cinta Indonesia), Timun Mas, dan masih banyak lainnya.

Kartun menjadi bagian dari ice break kehidupan yang mampu menghibur dan menggembirakan. Kartun di era digital teknis pembuatannya semakin bervariasi. Teknik digital sangat membantu untuk proses dan pengembangannya. Ide gagasan sebagai temanya, semakin berkembang bahkan bukan sekedar cerita malahan dapat menjadi game atau permainan lainnya. Plesetan tradisionalpun bisa dilakukan seperti : wayang mbeling, Arjuna mencari cinta, kisah Roro Mendut Prono Citro, dsb. Kelucuan dari kartun dengan atau tanpa kata kata sama kuatnya karakter termasuk juga penggambarannya. Kartun telah meresap hati dalam berbagai kehidupan sosial yang menunjukan cara cerdas menyadarkan, mengedukasi hingga mengkritik dengan membuat tertawa dan hati gembira. Kartun menjadi obat dan membuat jiwa bahagia? Jawabannya singkat jelas dan pasti “iya”.*

Chryshnanda Dwilaksana
Menjelang tengah malam di Tegal Parang 221221

Share