Merasa Diperas Rp23 M, Pengusaha Rokok Mengadu ke Bareskrim Polri
TRANSINDONESIA.CO | Pengusaha Rokok ternama di Sumber Pucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, mengadu ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait dimintai duit oleh PV mantan rekan bisnisnya. CH mengadukan PV kerena merasa telah ada akta perdamaian, ternyata tidak membuat PV berhenti meminta uang yang menurutnya sebagai haknya.
CH, pengusaha rokok asal Malang, diminta untuk memberikan uang sejumlah Rp23 miliar kepada PV. Padahal pada akhir 2019 keduanya telah bersepakat untuk berdamai dengan membuat Akta Perdamaian. Namun pada medio akhir 2020, PV mengingkari adanya perdamaian tersebut dengan mengajukan gugatan keperdataan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Peristiwa hukum ini berawal ketika PV menginvestasikan uang Rp1 miliar kepada CH di tahun 2012. CH menegaskan bahwa keuntungan serta modal sudah ditransfer ke rekening PV. Masih menurut CH, mestinya sesuai perjanjian, PV, setiap awal tahun harus mentransfer Rp1 miliar ke rekening CH sebagai bukti adanya investasi lanjutan.
Namun faktanya, investasi hanya dilakukan di tahun 2012 itu saja. Merasa tidak mendapatkan keuntungan sebagaimana mestinya, pada tahun 2016, PV melaporkan CH ke Polresta Malang. Terhadap laporan itu CH telah dipidana selama 4 bulan oleh Majelis Hakim PN Malang pada awal tahun 2020.
Bahkan sebelum kasus tersebut disidangkan di PN Malang, mereka sebenarnya telah membuat kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik mereka berdua. Kesepakatan penyelesaian secara kekeluargaan dilakukan pada tanggal 26 Desember 2019 di Starbuck Coffee, Malang.
Dalam kesepakatan damai yang ditandatangani kedua belah pihak menyatakan bahwa CH harus membayar kekurangan sebesar Rp800 juta, dan PV bersedia mencabut perkara tersebut di Kepolisian serta tidak akan ada lagi gugat-menggugat, tuntut-menuntut baik secara perdata maupun pidana.
Merasa diperas, CH akhirnya melalui pengacaranya mengadu ke Bareskrim Mabes Polri Selasa (21/9/2021) pagi.
“Namun karena itu bukan kasus delik aduan, proses pidananya terus bergulir. Celakanya, selesai mejalani pidana, CH ternyata masih juga digugat oleh PV di PN Jakarta Selatan yang perkaranya kini memasuki fase pembuktian,” ujar Ketua Team Pengacara CH, Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M. Sc, kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/9/2021).
“Klien saya sudah berdamai. Konflik mereka berdua sudah selesai 2019 dengan adanya Akta Perdamaian. Mestinya tidak akan ada lagi saling gugat dan saling lapor. Dengan meminta klien saya untuk membayar Rp23 miliar, ini sangat tidak masuk akal,” tambah pengacara yang berkantor di City Tower, Jl. MH Thamrin Jakarta.
Sebelumnya, Naili Ariyani,S.H.M.H selaku kuasa hukum PV mengatakan pada tahun 2012, seorang entertainment dan pebisnis berinisial PV menjalin kerja sama dengan CH selaku Direktur Utama PT. BK, perusahaan rokok yang ada di Sumber Pucung, Kabupaten Malang. Kerjasama antara PV dan CH (Selaku direktur utama) tersebut dituangkan dalam beberapa surat perjanjian, dan diperpanjang setiap tahunnya hingga berakhir pada tahun 2016.
Dalam Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) tersebut saudara PV menempatkan/memberikan dana sebesar 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), untuk dikelola oleh CH dalam usaha produksi rokok.
Berdasarkan klausula dalam surat perjanjian pertama hingga surat perjanjian terakhir di antara PV dan CH/PT. BK, CH berjanji memberikan laporan pengelolaan dana dan berjanji memberikan keuntungan kepada PV sebesar 10 % (sepuluh persen) dari dana investasi, untuk setiap bulannya, serta mengembalikan modal investasi kepada PV diakhir masa perjanjian.
Namun terhitung sejak berakhir perjanjian yang pertama, hingga perpanjangan perjanjian yang terakhir di tahun 2015, CH/PT. BK tidak melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan hak PV atas bagian keuntungan modal investasi, sebagaimana disepakati dalam surat perjanjian;
Untuk memperjuangkan haknya yang belum diselesaikan oleh CH/PT. BK, PV mengajukan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, melalui Kuasa Hukumnya, Naili Ariyani, SH.,MH.
Adapun mengenai akta perdamaian yang pernah dibuat antara PV dan CH, Akta Perdamaian tersebut samasekali tidak berkaitan dengan pengakhiran perjanjian investasi di antara para pihak, namun akta perdamaian tersebut merupakan kesepakatan perdamaian atas perselisihan hukum antara CH dan PV pada ranah Pidana, yang mana berdasarkan Akta Perdamaian tersebut, CH bersedia memberikan ganti rugi kepada PV sebesar Rp 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) sebagai kompensasi pencabutan laporan tindak pidana Nomor: K/LP/587/IV/2016/Jatim/Res.Mlg Kota tanggal 21 April 2016.
“Tidak pernah ada kesepakatan antara PV dan CH/PT. BK yang berkaitan dengan telah lunasnya kewajiban-kewajiban CH/PT. BK terhadap PV, atau perihal kesepakatan untuk tidak mengajukan gugatan atau tuntutan dalam bentuk apapun dikemudian hari yang berkaitan dengan perjanjian investasi, sehingga secara hukum, tindakan CH/PT. BK yang hingga saat ini belum memenuhi kewajibannya, telah memenuhi kualifikasi sebagai perbuatan wanprestasi. Fakta ini juga telah dikuatkan dengan pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada putusan sela yang dibacakan hari Senin, 13 September 2020,” kata Naili dalam keterangan tertulisnya, Ahad (19/9/2021).
Naili juga menambahkan, pihak Tim kuasa hukum PV telah berusaha menjalin komunikasi dan membuka kesempatan untuk bermusyawarah dengan CH/PT. BK, akan tetapi hingga saat ini belum ada respon dari CH atau kuasa hukumnya. “Saya meyakini bahwa mediasi dalam perkara perdata adalah jalan yang terbaik, untuk kemaslahatan dan keadilan bagi kedua belah pihak,” ujar Sekretaris DPC PERADI Malang Raya[rls]