Seni itu Memerdekakan

TRANSINDONESIA.CO | Seorang seniman dengan penampilan, pemikiran dan karya seninya sering dianggap eksentrik terkadang aneh atau nyleneh. Kadang juga kurang dapat dipahami oleh orang kebanyakkan. Seni dan senimannya apa yang dipikirkan dikatakan dan dilakukan secara merdeka, atau kebebasan dapat melihat dari pendekatan pendekatan di luar main stream. Seni bukan satu kebenaran absolut.

Seni mencerdaskan dengan memberi ruang yang begitu luas dan mencerahkan sehingga dapat ditemukan sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang lazim. Seni berbasis pada filosofis yang mampu melihat atau menemukan dan menunjukkan hakekatnya atau yang esensial. Di samping itu seni juga menunjukkan hal hal yang mendasar atau fundamental. Yang tak kalah pentingnya seni juga menemukan akarnya.

Dari filosofis inilah estetika dapat dijabarkan bahwa seni adalah hakekatnya adalah kemanusiaan. Seni tidak selalu bertumpu pada keindahan. Seni bervariasi bahkan satu dengan lainnya dapat berbeda bahkan bertentangan. Seni seringkali digunakan bagi pemujaan atau kepentingan religi. Seni seringkali juga bagi pemilik kekuasaan atau penguasa atau kaum kaya. Sehingga seni seringkali kehilangan karakternya. Membaca cara berpikir tentang seni setidaknya dapat dikategorikan dalam hal yang menginspirasi, refleksi jiwa merdeka, ikonik atau membaca simbol tidak dengan kaca mata kuda.

Menghormati dan menghayati atas perbedaan bahkan berani secara radikal menjungkir balikkan yang mapan. Seni bukan menjilat atau ANS asal ndoro senang melainkan berani mengatakan apa adanya bahkan mengkritik atau secara radikal menghujat sekalipun bila ada unsur pembodohan atau manipulasi. Seni juga membebaskan daya imajinasi bahkan memberikan ruang untuk liar tak jarang menabrak menyerempet atau menghantam norma etika dan moral. Seni merdeka tentu bukan sarana atau alat post truth. Seni selain kemanusiaan adalah kejujuran, keterbukaan, mencerdaskan, mencerahkan, dinamis dan hidup tumbuh serta berkembang. Seni seringkali hambar tatkala kehilangan jati dirinya. Bagai kerbau tercocok hidungnya tidak lagi menginspirasi namun mengekor. Tak jarang malah memuakkan dan menjijikkan. Para pembaharu dalam seni seringkali kurang diakui bahkan merana hidupnya.

Silakan saja dilihat pada biografi seniman seniman besar. Hampir semuanya tragis walaupun ada yang borjuis dan dekat dengan penguasa serta kekuasaan. Sah sah saja apa yang dilakukan dekat dengan penguasa maupun pengusaha memang itulah kekuatan seniman dapat bertahan hidup tumbuh berkembang. Bukan hal tabu seniman berbisnis, malah semestinya wajib. Bisnis bukan semata mata mencari uang namun meyakinkan dan memberi pengaruh yang lebih luas akan karya karyanya.

Kembali pada seni yang memerdekakan tatkala masuk dalam bisnis kemerdekaan tetap menjadi karakternya. Pembebasan natas belenggu belenggu imajinasi dan implementasi berkesenian memang semestinya terus dilakukan. Tatkala sudah mapan sudah nyaman seringkali seni jalan ditempat bahkan akan ambles bumi. Itu itu saja tanpa variasi atau tanpa kreasi baru pengulangan pengulangan tanpa mampu menembus sekat labirin belenggu imajinasi.

Di sinilah seni akan berkembang tatkala cara atau model pembelajarannya bukan menghafal atau tidak berbasis hafalan. Dan karya seni akan memiliki otoritas sendiri yang multi tafsir.**

Jakarta 2 April 2021

Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment