Puasa dan Kesadaran “Filantropi” Islam: Relasi Puasa dan Filantropi

TRANSINDONESIA.CO | Relasi terminoligis antara puasa dengan diskursus filantropi dari sudut pandang kebahasaan tampaknya kurang begitu familiar, bahkan kurang begitu dikenal oleh khalayak komunitas muslim. Hal ini cukup dimaklumi mengingat istilah filantropi berlaku juga bagi di kalangan non muslim bahkan semua agama di dunia.
Secara filosofis, pelaksanaan ibadah puasa memiliki keterkaitan yang kuat dan sangat akrab dengan kesadaran filantropi yang kini hampir menjadi “trade mark” Umat Islam pada bulan ramadhan ini.

Filantropi, yang dalam kajian keilmuan kontemporer diartikan sebagai kedermawanan, kemurahhatian, beramal soleh sosial sebenarnya hampir satu umur usianya dengan masuknya Islam di negeri ini. Artinya kesadaran pentingnya membangun “institusi” filantropi sebenarnya inheren dengan pelaksanaan puasa itu sendiri. Dengan memahami hakekat filantropi itu maka ada satu hipotesa dalam logika kita, bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan puasa dengan kesadaran membangun dan membudayakan filantropi di kalangan umat Islam.
Banyak statemen statemen Qur’an, sunnah nabi maupun pandangan para ulama, baik secara eksplisit maupun implisit, yang mengisyaratkan bahwa puasa yang dilakukan umat Islam tidak saja merupakan manifestasi ketaaan beribadah seorang hamba secara vertikal kepada Tuhan, akan tetapi puasa juga mengajarkan manusia untuk membangun dimensi horizontal dan membuka akses kemanusiaan dalam bentuk ibadah sosial, yang salah satu formatnya adalah dalam bentuk berderma, bermurah hati dengan sesama, baik berupa zakat, infaq, shadaqah , wakaf dan amal sosioal lainnya.

Pesan moral puasa pada aspek sosial menjadi keniscayaan setelah pesan pesan pendekatan terhadap Tuhan, hal ini mengisyaratkan bahwa kesempurnaan “konstruk” keimanan seseorang sangat bergantung pada keseimbangan dua pesan moral ini. Dengan kerangka pemikiran inilah maka kesadaran menumbuhkan tradisi filantropi di kalangan umat Islam menjadi tak terbantahkan, lebih lagi pada bulan puasa ini.

Puasa, idealnya merupakan sebuah piranti yang dapat dijadikan proyek pertumbuhan sikap mental manusia menuju kesadaran yang lebih tinggi baik secara vertikal maupun horizontal. Puasa yang tidak berdampak pada perubahan sikap sosial yang lebih soleh, dianggap sebagai pengingkaran terhadap misi puasa itu sendiri. Puasa verbal yang terjebak pada rutinitas ritual, dan mengabaikan aspek-aspek sosial akan menjadi puasa yang tidak imbang dan dapat mengarah kepada puasa mubadzir dan formalistis, hal ini sejalan dengan misi ibadah puasa, bahwa puasa pada hakekatnya merupakan upaya pembentukan karakter manusia agar memiliki watak yang utuh dari dua dimensi, yaitu dimensi kesalehan pribadi dan dimensi kesalehan sosial. Kesalehan pribadi tidak menjadi paripurna jika tidak dibarengi dengan kesalehan sosial, begitupun sebaliknya.

Terlepas dari hanya sekedar trend atau fenomena sosial yang terjadi di kalangan masyarakat Muslim Indonesia, bulan ramadhan ini tidak hanya marak oleh pelaksanaan puasa umat Islam, akan tetapi ternyata juga marak oleh munculnya kesadaran untuk berderma, berbagi dengan sesama yang dilakukan oleh berbagai kalangan. Berbagai lembaga pengumpul zakat, infaq dan sodakah yang menjamur di Indonesia ini telah mengambil momentum puasa sebagai salah satu media untuk melakukan sosialisasi dan penjemputan dana sosial di kalangan para aghniya, dan hasilnya memang sangat efektif. Tidak heran jika dari sebuah penelitian dihasilkan bahwa penggalangan dana sosial dari kalangan muslim jauh lebih meningkat kuantitasnya di bulan ramadhan jika dibanding dengan bulan bulan lainnya. Ini berarti bahwa kesadaran filantropi di kalangan umat Islam sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan puasa itu sendiri.

Paling tidak ada dua alasan mengapa kesadaran membangun tradisi filantropi di bulan ramadahan ini jauh lebih meningkat. Pertama, adanya motivasi dan dorongan yang kuat akan keyakinan Umat Islam tentang kedahsyatan reward (pahala) bagi orang yang melakukan amal sosial di bulan ramadhan, dibandingkan dengan bulan lainnya. Keyakinan ini telah sedemikian rupa melekat di kalangan Umat Islam karena dianggap sebagai pesan agama yang paling penting dan sakral. Pesan-pesan agama dan moral yang terdapat dalam puasa telah begitu rupa membangkitkan kesadaran yang signifikan bagi Umat Islam akan pentingnya membentuk karaktrer sosial yang utuh dan tangguh. Kedua, secara eksternal kesadaran itu muncul sebagai pengaruh dari upaya sosialisasi berbagai lembaga filantropi (zakat, Infaq, shodaqoh wakaf dan sejenisnya) akan pentingnya kesadaran filantropi bagi peningkatan kesejahtaraan sosial bagi banyak orang. Informasi yang utuh dan berbagai kemudahan serta manfaat filantropi yang dikemas melalui media, banyak mempengaruhi perspektif Mmat Islam tentang pentingnya berderma dan beramal sosial, walhasil kesadaran filantropipun pun semakin mendapat tempat yang strategis di kalangan umat Islam.*

Oleh: Dr.Achmad Kholiq, MA
Dosen Ekonomi Islam UIN Syekh Nurjati Cirebon

Share
Leave a comment