Di PBB, Tidak Ada Sinyal Saudi akan Berdamai dengan Israel

TRANSINDONESIA.CO – Raja Arab Saudi menyatakan dukungan bagi perdamaian di Timur Tengah dalam Sidang Umum PBB pada Rabu (23/9). Namun, ia tidak menyatakan negaranya kemungkinan akan segera mengikuti Uni Emirat Arab dan Bahrain dalam menormalisasi hubungan dengan Israel.

Pekan lalu, Presiden Amerika Donald Trump memperkirakan setelah penandatanganan Kesepakatan Abraham, yang menormalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain, bahwa Arab Saudi akan menyusul “pada waktu yang tepat.”

Namun dalam pidato di PBB, Raja Salman menegaskan sikap lama Saudi dalam mendukung solusi dua negara antara Israel dan Palestina, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina yang merdeka.

Raja Salman juga menyatakan dukungan bagi prakarsa Perdamaian Arab 2002, yang menawarkan hubungan normal dengan Israel dengan imbalan negara Palestina.

Mengenai Iran, Raja Salman mengatakan pemerintahnya pernah mengajak negara itu berdamai, tetapi “tidak berhasil.” Kedua kekuatan regional itu telah berperang dalam perang proksi di Yaman sejak 2015. Salman mengatakan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman telah meluncurkan lebih dari 300 rudal balistik dan lebih dari 400 pesawat nirawak bersenjata ke wilayah Saudi sejak awal konflik.

Ia juga mengkritik Iran karena mengeksploitasi kesepakatan nuklir 2015 untuk mendorong “proyek ekspansionis” di wilayah itu.

Keprihatinan bersama atas Iran diyakini banyak analis regional akhirnya bisa secara resmi menyatukan Saudi dan Israel. Kantor berita Reuters melaporkan, juru bicara misi Iran di PBB Alireza Miryousefi menolak apa yang disebutnya “tuduhan tak berdasar” dari raja Saudi.

Sementara itu, di sela-sela Sidang Umum PBB yang dilakukan secara virtual di New York, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan bertemu untuk pertama kalinya pada Rabu (23/9) dengan mitranya dari UEA, Lana Nusseibeh di kantornya. Menurut juru bicara Israel mereka “menekankan pentingnya meningkatkan kerja sama antara kedua negara untuk memperluas manfaat perdamaian di Timur Tengah.”

Juga pada Rabu (23/9), Sekretaris Jenderal PBB dan Menteri Luar Negeri Perancis memimpin bersama pertemuan virtual Kelompok Dukungan Internasional bagi Lebanon. Negara kecil itu sedang kesulitan mengatasi krisis: ekonomi, politik, Covid-19 dan kini krisis kemanusiaan, pasca ledakan dahsyat pada 4 Agustus di Pelabuhan Beirut, yang mengoyak separuh ibu kota negara itu. [ka/pp]

Sumber : Voaindonesia

Share
Leave a comment