Legislator: Gubernur Jabar Salah Kaprah Potong Gaji ASN

TRANSINDONESIA.CO – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H. Syahrir mengungkapkan pemotongan gaji aparatur sipil negara (ASN) Jawa Barat menjadi perbincangan utama di lingkungan ASN di tengah merebaknya wabah pandemi virus corona (Covid-19).

Hal tersebut terkait adanya rencanakan kebijakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam waktu dekat akan mengeluarkan kebijaksanaan pemotongan gaji Gubernur/Wakil Gubernur dan para ASN di Pemprov Jawa Barat selama 4 (empat) bulan ke depan dalam rangka mengurangi beban masyarakat dan percepatan penanggulangan penyebaran virus Covid-19.

“Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah, kebijaksanaan Ridwan Kamil ini merupakan hal yang salah kaprah dan juga menunjukkan Ridwan Kamil tidak faham dengan prosedur tata kelola keuangan dalam pemerintahan daerah,” kata Syahrir dalam keterangan tertulisnya diterima redaksi, Rabu (1/4/2020).

Masalah pengelolaan keuangan dalam pemerintahan daerah lanjut anggota Komisi I DPRD Jabar telah diatur dalam regulasi yang bernama Peraturan Daerah.

“Sangat keterlaluan seorang Ridwan Kamil mengambil jalan pintas berupa pemotongan gaji ASN yang juga anggota masyarakat yang terkena dampak dengan adanya musibah virus Covid-19,” ucapnya.

Menurutnya, Ridwan Kamil lupa dengan Perda Provinsi Jawa Barat nomor 16 Tahun 2019 tentang APBD Tahun Anggaran 2020 yang ditandatangani pada tanggal 26 Desember 2019 yang lalu. Perda ini menjelaskan pada Pasal 5 bahwa dalam keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam Rancangan Perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Pengeluaran ini dikategorikan sebagai belanja untuk keperluan mendesak yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat.

“Ridwan Kamil walaupun ingin membantu masyarakat dalam waktu yang sangat cepat seharusnya bersifat bijaksana dengan tidak melakukan pemotongan gaji ASN. Provinsi Jawa Barat dengan APBD TA 2020 sebesar Rp46 triliun lebih mempunyai banyak pilihan dalam membantu masyarakat yang terkena bencana virus covid-19,” terangnya.

Sebagai Gubernur kata Syahrir, Ridwan Kamil dapat memangkas beberapa pos anggaran yang dianggap tidak mengganggu jalannya roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Bila memperhatikan postur anggaran APBD TA 2020 dapat dilihat bahwa besaran Belanja Tidak Langsung sebesar Rp34,2 Triliun dan Belanja Langsung sebesar Rp11,8 Triliun.

Namun patut diakui salah satu masalah APBD TA 2020 ini sama sekali tidak mengalokasikan Dana Cadangan Daerah dan Obligasi Daerah yang sesungguhnya dapat digunakan apabila menghadapi masalah kedaruratan seperti saat ini.

“Ridwan Kamil tidak boleh berkelit atau beralasan bahwa pemotongan gaji dilakukan sehubungan APBD TA 2020 ini defisit sebesar Rp4,4 Triliun sehubungan Pendapatan Daerah hanya sebesar Rp41,5 Triliun yang ternyata lebih kecil dari jumlah belanja sebesar Rp45,9 Triliun,” kata Syahrir.

Perlu diketahui dalam pos APBD tambah Syahrir Pemprov Jabar memiliki piutang sebesar Rp538,2 milyar yang terdiri atas piutang lancar Rp379,5 milyar dan piutang jangka panjang sebesar Rp158,6 milyar.

“Piutang ini bisa diandalkan dengan meminta percepatan pembayaran piutang dari pemilik piutang kepada Pemprov Jabar. Selain itu kalau dikaji lebih mendalam masih terdapat pos-pos anggaran lain yang sebetulnya dapat dipangkas atau ditangguhkan,” papar Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Barat.

Syahrir mencontohkan, pos anggaran yang dapat dipangkas atau ditangguhkan penggunaannya misalnya dari belanja langsung dapat dilakukan terhadap pos Belanja Hibah (Rp9,9 Triliun), Belanja Bagi Hasil (Rp9,2 Triliun), Belanja Bantuan Keuangan (Rp7,7 Triliun), Belanja Tidak Terduga (Rp25 Milyar). Sedangkan pemangkasan dari Belanja Tidak Langsung dapat dilakukan pada pos Belanja Barang dan Jasa (Rl6,7 Triliun) dan Belanja Modal (Rp4,6 Triliun). APBD juga memiliki SILPA sebesar Rp4,5 Triliun.

“Saya sama sekali tidak mengajukan usul untuk pemotongan terhadap pos Belanja Pegawai pada anggaran Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung walaupun sesungguhnya dari pos tersebut dapat dilakukan pemotongan secara signifikan sehubungan gaji pegawai di lingkungan Pemprov Jawa Barat dapat dikategorikan diluar kewajaran alias terlalu besar karena tidak seimbang dengan beban kerja pegawai serta tidak sebanding dengan kualitas pelayanan publik,” ujarnya.

Lebih tegas Ketua Komisi I DPRD Jabar periode 2014-2019 ini menyatakan Ridwan Kamil tidak faham prosedur pengadaan dana darurat dan menentukan skala prioritas pembiayaan untuk pembangunan.

“Pak Gubernur silahkan baca kembali Perda Provinsi Jabar nomor 16 Tahun 2019, jangan dalam pengambilan keputusan yang dapat membuat pihak ASN terganggu dan tidak nyaman. Kecuali ASN itu ikhlas mau menyumbang tanpa paksaan. Halnya untuk  membantu masyarakat sebesar Rp500.000 kepada setiap keluarga miskin yang terdampak corona, dari mana uang yang mau digunakan untuk membantu mereka mengingat jumlah warga miskin di Jawa Barat ini sebesar 3,4 juta jiwa,” pungkasnya. [rel]

Share