Wabah Penyakit dalam Sejarah Islam & Bagaimana Menyikapinya
TRANSINDONESIA.CO – Hari ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yang tak terlihat.
Tapi membuat seisi bumi takut.
Yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah SWT.
Memang begitulah sunatullahnya,
Allah SWT menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil.
Agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti Namrud yang mati hina karena seekor lalat.
Tapi masalah bumi ini adalah masalah muslimin juga.
Bagaimana kita bersikap..?
Karena hari ini sebagian saudara kita menganggap remeh dengan pasrah saja.
Indahnya agama ini, karena semua masalah sudah ada solusinya.
Dan Rasulullah SAW bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling berjasa dalam hidup kita.
Dalam kebingungan kita hari ini pun mereka semua hadir dengan petunjuknya.
Bukan hanya itu, tapi mereka juga hadir membawa kabar gembira untuk kita.
Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
Tahun 18 H..
Hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam.
Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha’un Amwas yang melanda negeri tersebut.
Sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yg akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.
Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah.
Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat..
Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?
Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada 2 lahan yg subur dan yg kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah
Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain.
Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW.
“Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya” (HR. Bukhari & Muslim)
Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yg dikaguminya, Abu Ubaidah ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.
Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya.
Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.
Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha’un dinegeri Syam.
Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu..
Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam
Kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam.
Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini..
Amr bin Ash berkata:
“Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung”.
Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung.
Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar..
Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap..
Maka inilah panduan dan kabar gembira ditengah kesedihan ini untuk kita semua
Pertama, karantina
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas.
Maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal.
Mengisolasi daerah yang terkena wabah.
Seluruh negara menjalaninya.
Namun ada negara yang entah darimana mengambil petunjuknya,
Negara tersebut malah menyuruh orang-orang masuk karena dalih ekonomi dan pariwisata.
Semoga Allah SWT melindungi semua penduduk negara tersebut
Kedua, bersabar
Karena Rasulullah SAW bersabda:
“Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin”.
“Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid”.
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Masya Allah, ternyata mati syahid lah balasan itu, sesuatu yang didambakan kaum muslimin.
Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid..
Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah
Karena Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya”.
(HR. Bukhari)
Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.
Keempat, banyak berdoalah
Dan doa-doa keselamatan itu sudah kita lafadzkan di setiap pagi dan sore:
“Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi, say’un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul’alim”. (Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui).
“Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x di pagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yang memudharatkannya”.
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Yang terakhir, sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar
Menjaga jarak dari keramaian dan menahan diri untuk tetap di rumah
Cara inilah yang banyak ditiru dunia luar, mereka menyebutnya _social distancing_..
Semua solusi itu sudah ada,
Solusi langit dan Bumi
Solusi pertama dan terakhir, solusi Bumi.
Ikhtiar dengan karantina & menjaga diri dari keramaian (social distancing).
Selama ini sudah dilakukan bahkan oleh orang-orang di dunia barat.
Namun mereka tidak punya solusi Langit.
Bersabar, keyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah, berdoa, dan bahkan janji akan gelar mati Syahid jika kita melakukan itu semua.
Semoga kita senantiasa dilindungi Allah SWT.
Dan bertemu kembali ditempat terbaik di SurgaNya.
Mari kita sikapi datangnya Pandemi Convid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai tapi juga tidak lebay.
[Ahmad Syaikhu – Anggota DPR RI – Wakil Wali Kota Bekasi 2013-2018]