Pendidikan Keselamatan & Sistem Uji SIM
TRANSINDONESIA.CO – Memahami konsep dasar lalu lintas dapat di lihat sebagai : 1). Urat nadi kehidupan, yang menunjukkan bahwa suatu masyarakat dapat hidup tumbuh dan berkembang jika ada produktivitas, produktivitas dihasilkan dari aktivitas-aktivitas masyarakat yang dilaksanakan melalui lalu lintas.
Sejalan dengan konsep tersebut maka lalu lintas diupayakan untuk selalu aman, selamat, tertib dan lancar; 2) Cermin budaya bangsa, dalam konteks ini kebudayaan dilihat sebagai fungsi, dimana perilaku berlalu lintas merupakan cerminan dari pemahaman atas konsep-konsep/teori-teori yang menjadi habitus; 3) Cermin tingkat modernitas, dapat dilihat dalam penanganan lalu lintas di era digital sekarang ini tentu saja tidak sebatas dengan cara-cara manual tetapi juga didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masalah-masalah lalu lintas yang tidak aman, yang tidak lancar, sering terjadinya kecelakaan dengan tingkat fatalitas korban yang tinggi, sering dianggap hal wajar dan biasa-biasa saja. Pengkajian, atau analisa bahkan upaya-upaya menyelamatkan/ mencegah agar tidak terjadi gangguan-gangguan/masalah-masalah lalu lintas sering tidak dilakukan.
Amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan adalah: 1. Mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas (kamseltibcar lantas), 2. Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas keselamatan berlalu lintas, dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, 3. Membangun budaya tertib berlalu lintas, dan 4. Meningkatkan kualitas pelayanan di bidang LLAJ.
Membahas lalu lintas yang ditulis dalam RUNK (Rencana Umun Nasional Keselamatan).
Ada berbagai faktor antara lain: 1) faktor jalan, 2) faktor kendaraan, 3) faktor manusia, 4) pasca kecelakaan lalu lintas dan 5) faktor management keselamatan berlalu lintas. Dari faktor manusia salah satu yang sangat kritikal untuk segera ditangani adalah yang berkaitan dengan pengguna jalan baik sebagai pengemudi kendaraan bermotor maupun pengguna jalan lainya.
Berbicara pengguna jalan akan berkaitan dengan upaya-upaya membangun budaya tertib berlalu lintas dan upaya-upaya meningkatkan kualitas keselamatan serta menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan.
Apa yang semestinya dilakukan dalam meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan serta untuk membangun budaya tertib lalu lintas? Jawabannya adalah merubah mind set para stakeholders di bidang lalu lintas dan angkutan jalan tentang keselamatan dan sistem uji SIM.
Tatkala ditanya: apakah pendidikan keselamatan itu perlu? Jawabannya pasti dijawab perlu, namun pada kenyataanya hampir diabaikan seakan akan memang tidak penting. Ini ditunjukan dari political will yang setengah hati, dari para pemangku kepentingan yang tidak semuanya sepaham dan bekerja parsial, konvensional dan tetap saja mengabaikan keselamatan.
Kita bisa melihat apa yang dilakukan para orang tua ataupun para pelajar dan mahasiswa dalam berkendara, itu cermin pendidikan keselamatan yang rendah. Itu dari lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan, masih berkendara serampangan, apalagi yang di terminal atau yang dilakukan orang-orang kebanyakan.
Pendidikan keselamatan diajarkan sepanjang hayat dan dimulai sejak kecil sehingga kesadaran berlalu lintas, peka dan peduli serta bertanggung jawab akan keselamatan pada dirinya maupun orang lain.
Kepekaan dan kepedulian serta rasa tanggung jawab tatkala berlalu lintas menjadi kebiasaan yang menjadi kebutuhan bukan karena keterpaksaan/karena ketakutan.
Kesadaran inilah yang perlu ditanamkan sehingga membudaya bagi masyarakat. Pendidikan keselamatan merupakan kepedulian dan kecintaan akan manusia sebagai aset utama bangsa agar tidak menjadi korban sia-sia di jalan raya.
Para stakeholder di bidang lalu lintas semestinya memiliki rasa bertanggung jawab atas meninggal dan cacatnya para pengguna jalan, yaitu dengan menunjukan kebijakan dan tindakan-tindakannya adalah untuk menyelamatkan.
Program RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan) semestinya menjadi acuan dan dasar penilaian kinerja para pemangku kepentingan di bidang lalu lintas. Apa yang sudah dicanangkan bukan semata-mata acara seremonial namun diimplementasikan.
Pendidikan keselamatan sebagai lembaga/wadah pendidikan yang mengikuti pada kurikulum pendidikan dasar, menengah, atas, maupun tinggi atau yang berdiri sendiri yang spesifik disiapkan yang memenuhi standar-standar kualifikasi bagi: 1. Penguji SIM, 2. instruktur sekolah mengemudi, 3. Petugas-petugas di bidang patroli, pengawalan, ajudan VIP/VVIP, 4. Pengemudi profesi, 5. Hobby, maupun 6. Calon pengemudi.
Apakah pendidikan keselamatan berkaitan dengan penerbitan SIM? Pendidikan keselamatan yang di dalamnya ada sekolah mengemudi adalah proses belajar tentang keselamatan sedangkan penerbitan SIM adalah proses ujian.
SIM adalah previlage/hak istimewa yang diberikan kepada seseorang yang telah lulus uji dan sebagai standar kompetensi untuk pengetahuan, ketrampilan, kepekaan dan kepedulian akan keselamatan baik bagi dirinya/ orang lain.
Dari konsep Regident pengemudi SIM untuk memberikan jaminan legitimasi kompetensi yang berarti untuk memperoleh SIM wajib ujian. Para peserta uji SIM semestinya belajar sebelum mengikuti ujian. Akan aneh tatkala hanya modal mancal saja (bisa mengemudi tetapi tidak memahami akan keselamatan).
Untuk memperoleh SIM wajib lulus ujian dan wajib belajar untuk memiliki kemampuan,ketrampilan, kepekaan, kepedulian akan keselamatan dalam berkendara.
Mengapa wajib memiliki kemampuan, ketrampilan, kepekaan dan kepedulian? Karena berkendara di jalan raya (berlalu lintas) dapat menjadi korban atau pelaku yang dapat menghambat, merusak bahkan mematikan produktivitas.
Dengan demikian SIM fungsinya adalah untuk: 1. Memberi jaminan legitimasi kompetensi, 2. Fungsi kontrol (berkaitan dengan penegakkan hukum), 3. Forensik kepolisian, 4. Pelayanan prima. Dengan demikian, SIM bukan lagi dimohonkan melainkan ujian dan ujian berkaitan dengan pendidikan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut maka SIM sebagai legitimasi kompetensi merupakan ikon edukasi/pelatihan/training yang berkaitan dengan: 1. Hukum/ peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lalu lintas dan keselamatan berlalu lintas, 2. Ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor yang bertingkat-tingkat kemampuannya (safety, defensive, fast speed dan sebagainya), 3. Pengetahuan akan keselamatan dan etika berlalu lintas, 4. Tanggung jawab pengemudi dalam berlalu lintas, 5. Pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas dan bantuan penanganan masalah-masalah lalu lintas, dan 6. Kepekaan dan kepedulian akan keselamatan baik bagi dirinya/orang lain.
Produk SIM di dalam kartunya terdapat data-data yang mencakup: 1. Data pribadi, 2. Tingkat kecakapan pengemudi, 3. Data-data tindakan petugas polisi secara manual/ elektronik atas perilaku pengemudi. Ini akan berkaitan dengan sanksi: denda, uji ulang, cabut sementara /cabut seumur hidup.
Maka SIM berkaitan dengan sistem-sistem lain yang didasarkan pada Sistem database, sistem kontrol yang dapat difungsikan pada Penegakkan Hukum sebagai Akuntabilitas pengemudi.
Di dalam membangun kesadaran patuh hukum, meningkatkan kualitas para pengemudi, pemerintah dan polri maupun pemangku kepentingan lainya seyogyanya bersama-sama dapat membangun safety driving/safety riding centre (SDC/SRC).
Safety Driving/Safety Riding Centre adalah wadah belajar berlatih untuk membantu pemerintah dalam rangka: 1. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat, 2. Menurunkan tingkat fatalitas korban laka dan 3. Membangun budaya tertib berlalu lintas.
SDC/SRC dibangun untuk: 1. Memberikan standar bagi penguji SIM, 2. Petugas-petugas polisi (pamwal, pjr, sabahara ), 3. Petugas-petugas pengamanan VVIP/VIP, Driver VVIP/VIP, 5. Instruktur sekolah mengemudi, 6. Pengemudi profesi, 7.Hobby dan 8. Calon pengemudi.
Dalam proses pengujian fungsi penerbitan SIM selain sebagai legitimasi kompetensi juga merupakan bagian dari Single Identity Number (SIN), karena setiap warga masyarakat untuk menyelenggarakan hidup dan kehidupannya ini sangat berkaitan dengan dengan: 1 pemerintah, 2. Bank, 3. Polisi.
Sistem kontrol dan apresiasi maka untuk memperpanjang SIM ada beberapa kategori sebagai berikut: 1. Tanpa uji bila selama memegang/ masa kepemilikan SIM yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran (dapat dilakukan di mana saja), 2. Uji ulang karena yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran, 3. Cabut sementara jika yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang membahayakan keselamatan (contohnya mabuk, melawan arus, menerobos lampu merah), 4. Cabut seumur hdup yaitu jika yang bersangkutan melakukan tabrak lari.
SIM bukan mahal/murah, bukan bagian dari bisnis jual beli melainkan bagian edukasi, training, dan sistem uji serta akuntabilitas untuk mewujudkan dan memelihara lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar. Tatkala hal-hal di atas di abaikan maka sebenarnya yang sedang terjadi adalah penyiapan jagal di jalan raya/calon-calon untuk di jagal dijalan raya.
Sejalan dengan hal di atas maka upaya membangun budaya tertib berlalu lintas dan upaya-upaya meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah dengan menyusun Norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bagi penyelenggaraan sekolah mengemudi.
NSPK:
Norma berupa aturan-aturan yang melandasi/aturan-aturan legal formal.
Standar merupakan pengawasan untuk menjaga kualitas, yang merupakan kualifikasi atas tempat, orang, sistem, yang berkaitan dengan kompetensi, dan batas-batas dasar yang merupakan jaminan atas apa yang disiapkan.
Prosedur merupakan tata cara, tata kelola yang mencakup input, proses dan outputnya pada tataran administrasi/management dan pola operasionalnya.
Kriteria merupakan acuan-acuan/ pedoman teknis penyelenggaraan yang merupakan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum.
NSPK bagi sekolah mengemudi merupakan acuan dasar atas penyelenggaraan pendidikan keselamatan. Yang berkaitan dengan usaha-usaha peningkatan kualitas keselamatan dan upaya menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan, membangun budaya tertib dalam berlalu lintas.
untuk memperbaiki citra dengan meningkatkan kualitas kinerja agar polisi lalu lintas (polantas) menjadi profesional, cerdas, bermoral dan modern.
Amanat UU No. 22 Th 2009 tentang LLAJ adalah bagaimana untuk : 1. Mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan dan kelancaran serta ketertiban berlalu lintas (kamseltibcar lantas), 2. Meningkatkan kualitas keselamatan+menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, 3.Membangun budaya tertib berlalu lintas, 4. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik.
Ke 4 point di atas merupakan hal yang kompleks dan tidak bisa ditangani oleh polantas sendiri, melainkan sinergitas antar pemangku kepentingan menjadi sangat mendasar dalam menemukan akar msalah, dan solusinya yang diterima dan dijalankan oleh semua pihak.
Makna mewujudkan dan memelihara kamseltibcar lantas adalah memahami kalau lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Yang berarti bahwa dalam suatu masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan adanya produktivitas. Untuk menghasilkan produktivitas diperlukan adanya aktifitas-aktifitas.
Dalam masyarakat yang modern aktifitas-aktifitas tersebut melalui jalan sebagai bentuk aktifitas berlalu lintas. Makna Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas adalah: untuk menyatakan bahwa manusia sebagai aset utama bangsa yang wajib dijaga/dilindungi keselamatannya.
Proses melindungi dan menjaga serta meningkatkan kualitas keselamatan bagi manusia melalui program road safety: 1. Road safety management, 2. Safer Road, 3. Safer Vehicle, 4. Safer People, 5. Post Crash.
Kelima Program tersebut dijabarkan dalam berbagai aktifitas yang bervariasi dengan prinsip keselamatan adalah yang pertama dan utama.
Makna membangun budaya tertib berlalu lintas adalah merupakan kegiatan mentransformasi nilai-nilai, pengetahuan dan sebagainya untuk menanamkan bahwa keselamatan dimulai dari diri sendiri dengan penuh kesadaran untuk patuh dan taat kepada hukum.
Makna meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik di bidang LLAJ adalah mewujudkan pelayanan yang prima. Yang berarti pelayanan kepada publik di bidang kamseltibcarlantas dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Ini merupakan wujud dari modernitas, atau sistem-sistem online yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemikiran-pemikiran di atas untuk menguatkan pemahaman akan makna lalu lintas sebagai :1) urat nadi kehidupan, 2) cermin budaya bangsa, 3) cermin tingkat modernitas.
Semua itu, diperlukan polantas yang profesional (ahli di bidang LLAJ), cerdas (kreatif dan inovatif), bermoral (dasarnya pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin), dan modern (berbasis IT).***
[Chryhsnanda DL]