Penegakan Hukum dengan Cara Manual, Online dan Elektronik

TRANSINDONESIA.CO – Di Samping membangun budaya tertib berlalu lintas perlu dibangun penegakan hukum bagi pelanggar lalu lintas.

Penindakkan terhadap pelanggaran lalu lintas dilakukan melalui sistem tilang (bukti pelanggaran) secara manual maupun secara online menuju elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement/ETLE) untuk :
1. Mencegah agar tidak terjadi kemacetan/kecelakaan lalu lintas maupun masalah-masalah lalu lintas lainnya.
2. Memberikan perlindungan/pengayoman kepada pengguna jalan lainnya.
3. Membangun budaya tertib berlalu lintas.
4. Edukasi.
5. Kepastian hukum.

Secara manual polisi menindak dengan menulis pada lembar blanko tilang. Sedangkan secara online, Polisi menilang dengan membaca barcode atau data-data yang ada pada dokumen pelanggar (KTP,SIM,STNK) dan dengan elektronik mengirim info data ke bank, Kejaksaan maupun Pengadilan. Penindakan dengan camera digital untuk memantau pelanggaran kecepatan, parkir, menerobos lampu merah dan sebagainya.

Menuju sistem elektronik akan memerlukan proses panjang dan keterkaitan dengan berbagai pihak. Namun langkah awal dimulainya sistem penegakkan hukum secara elektronik ini adalah dengan membantu masyarakat dapat membayar dengan mudah, cepat dan mereformasi proses penegakan hukum yang kurang manusiawi.

Apa yang dilakukan untuk tilang online (sebenarnya cara menilang saja yang dengan alat electronik, cara-caranya masih manual):
1. Menilang yang tadinya menulis sekarang dirubah dengan membaca barcode pada SIM dan STNK,
2. Data pelanggaran langsung terkirim ke back office,
3. Tidak perlu 2 kali kerja untuk pendataan,
4. Orang-orang yang di lapangan/ staf bisa langsung terkoneksi,
5. Bukti-bukti pelanggaran sebagai kelengkapan syarat peradilan ada dua alat bukti yang syah (dapat dipenuhi) walaupun pelanggar tidak mengakui,
6. Pihak bank bisa menerima langsung pembayaran denda,
7. Pengadilan pun bisa memutus sesuai uang titipan sidang tanpa harus memikirkan adanya uang sisa titipan denda tilang di bank,
8. Terkoneksi dengan program de meryt point system, karena SIM pelanggar akan terdata dalam sistem tilang ini dan untuk pengendalian kendaraan bermotor pun akan bisa terkoneksi dengan bagian STNK,
9. Kemampuan anggota menggunakan tilang online merupakan hal penting untuk menuju ETLE. ETLE bisa penindakan elektronik dan juga peradilan secara elektronik.

Implementasi Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) adalah menyediakan kepastian hukum yang sama bagi semua pengguna jalan raya. Penentuan indikasi pelanggaran pertama kali dilaksanakan oleh kamera yang didukung kemampuan analitik dan dilanjutkan dengan pembacaan No Pol menggunakan License Plate Recognition atau Auotmated Number Plate Recognition.

Hadirnya bukti pelanggaran dengan identitas pertama kali dihasilkan oleh perangkat yang konsisten tanpa intervensi manusia. Hal ini akan semakin mendekati misi penegakkan hukum yang cepat, tepat, akurat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukti pelanggaran dapat diakses baik dalam bentuk foto maupun video untuk menunjang hasil pembacaan pelanggaran.

Anggota hadir untuk memverifikasi pelanggaran yang dihadirkan oleh sensor. Dalam setiap penegakkan hukum, kehadiran manusia akan selalu dibutuhkan. Hal ini dikarenakan belum ada perangkat yang 100 persen sempurna, dan dampak dari penegakkan hukum itu mempengaruhi kehidupan dari pelanggarnya sendiri. Kejadian di lapangan ketika ada diskresi dari petugas juga dimasukan sebagai pertimbangan.

Contohnya, ketika kendaraan diperintahkan untuk jalan terus ketika lampu merah oleh petugas karena ada ambulans, namun sistem tetap akan mencatat sebagai pelanggaran menerobos lampu merah. Selain itu juga untuk memverifikasi bahwa plat nomer yang terbaca, dan data yang dihasilkan sistem regident ranmor, sesuai dengan bukti fisik dalam foto dan video yang dikumpulkan sensor.

Penerapan ETLE harus dihadirkan di mana penindakan tetap diproses menggunakan tahapan – tahapan verifikasi yang detail untuk menghindari keluhan maupun tuntutan maupun keluhan dari masyarakat. Mulai dari sensor camera sampai dengan petugas harus mampu membuktikan kompetensi dalam bentuk sertifikasi dan sebagainya untuk melakukan penindakan hukum. ETLE bukan sebatas penindakan, namun juga pembentukan budaya berlalu lintas yang menunjang Road Safety secara lebih efektif.

Pada pelaksanaannya, pelanggaran lampu merah dapat menurun sampai dengan 80% jika dibandingkan sebelum implementasi ETLE. Selain penindakan, masih banyak data – data yang dapat dikumpulkan oleh sensor ini. Klasifikasi obyek, kecepatan dan perubahan – perubahan kondisi lalu lintas dapat juga difasilitasi oleh kamera yang juga diimplementasikan ETLE.

Hal ini harus diangkat ke lintas sektoral untuk dapat dikoordinasikan secara bersama demi kebaikan suatu wilayah. ETLE harus dilaksanakan secara bersamaan, namun khusus di penindakan hukumnya adalah wilayah Kepolisian Republik Indonesia. Data – data yang dapat dikumpulkan secara bersamaan dalam kegiatan ETLE, merupakan data – data yang akan bermanfaat membentuk Big Data untuk menunjang terbentuknya Society 5.0.

Perencanaan dann koordinasi lintas sektoral, akan berpengaruh dalam implmentasi ETLE. Pemilihan sensor yang tepat akan mampu menghindari potensi – potensi masalah maupun pemborosan anggaran. Hal ini dikarenakan sensor akan berkaitan dengan perangkat dan jaringan yang dibutuhkan termasuk pemeliharaannya.

Lalu lintas mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat karena memang urat nadi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. ETLE akan mampu membantu membentuk budaya berlalu lintas yang menunjang Road Safety.***

[Brigadir Jenderal Polisi Chryshnanda Dwilaksana – Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri]

Share