Babak Baru Blok Rokan: Pertamina Dahulukan, National Oil Company Segerakan

Itu bukan motif subyektif Pertamina belaka, tetapi motif konstitusionalitas HMN. Maksudnya? Adalah otentik jika utamakan Pertamina sebagai pemain utama commercial rights migas

Ilustrasi Blok Rokan

TRANSINDONESIA.CO – Ini momentum menggegarkan. Keputusan besar blok Rokan sudah dijatuhkan. Pemerintah bakal diguyur Signature Bonus Rp11,3 triliun dan nilai komitmen pasti Rp7,2 triliun.

Akhirnya, tarik menarik pengelolaan blok Rokan diserahkan kepada Pertamina. Alasannya karena kalkulasi bisnis murni, begitu pernyataan Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar lewat siaran pers 31 Juli 2018.

Memilih Pertamina, sekilas terkesan heroik. Tak sealot renegosiasi blok Mahakam. Akankah Pertamina memang tulus didahulukan?

Lepas dari kalkulasi  berdalil business judgement rules, blok migas terbesar di Indonesia yang berada di lokus wilayah Propinsi Riau itu, patut diserahkan kepada Pertamina.

Demi konstitusi hak menguasai negara (HMN) versi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, tepat dahulukan signifikansi Pertamina. Blok Rokan tak lagi dikelola swasta asing: Chevron. Cukup, cukuplah masa 50 tahun itu.

Walau murni tersebab keputusan bisnis. Walau karena proposal Pertamina dinilai lebih baik mengelola blok Rokan dibanding  “incumben” asing,  sungguh ada constitutional judgement rules yang tak boleh sebatas manifesto belaka.

Kalau indikasi utamanya adalah Signature Bonus yang disodorkan Pertamina sebesar USD784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun. Berikut nilai komitmen pasti sebesar USD500 juta atau Rp7,2 triliun dalam menjalankan aktivitas eksploitasi migas gegarkan guyuran pendapatan Pemerintah. Lantas,  apakah tak ada terselip privelege Pemerintah sebagai kuasa pertambangan atribusikan sebagian hak itu kepada Pertamina?

Ups.., walau putusan Pemerintah patut didukung, pilihan kepada Pertamina hendaknya dalam defenisi HMN atas migas. Dengan mengutamakan BUMN itu, kendatipun ironisnya rezim UU Migas 2001 belum memosisikannya sebagai Nasional Oil Company (NOC). Masih sama saja dengan perusahaan kontraktor swasta nasional maupun asing, pun bahkan koperasi sekalipun.

Artinya, lepas dari konsideran yang  murni bisnis, komitmen mendahulukan Pertamina sebagai NOC musti tak boleh pupus.

Itu bukan motif subyektif  Pertamina belaka, tetapi motif konstitusionalitas HMN. Maksudnya? Adalah otentik jika utamakan Pertamina sebagai pemain utama  commercial rights migas.

Setarikan nafas,  sehatkan finansialnya. Kuatkan kelembagaannya sebagai korporasi kelas dunia. Pastikan Good Corporate Governance. Jangan kasi kendor akuntabilitas dan efisiensi. Tegar dan tabah membenahi tiap sudut kompartemen korporasi. Transformasi menjadi Pertamina terkini.

Hemat saya, kompetitor takkan tulus melihat Pertamina menjadi NOC yang melejit dan tumbuh hebat, walau kelihatan berteman dekat. Camkanlah, “Pertemanan di dunia perminyakan tak pernah tulus” seperti diujarkan Calouste Gulbenkian, yang  dicuplik Anthony Sampson dalam bukunya “The Seeven Sisters”. Tidak percaya? Debatlah Gulbenkian.

Dari “gegar” momentum penyerahan blok Rokan itu, sudah saatnya mengganti UU Migas 2001. Pastikan Pertamina menjadi NOC. In contras,  kontraktor asing cukup hanya 1 (satu) kali saja. Apalagi untuk potensi migas jumbo seperti blok Rokan.

Apa penjelasannya? Rujuklah panca fungsi takrif HMN dari yurisprudensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi landmark decition.

Merujuk pendapat MK dalam perkara Nomor 36/PUU-X/2012 yang menguji UU Migas,  dimaknai maksud “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” itu bukan hanya membuat regulasi (regelendaad). Namun mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Asa Pemerintah hendak jadikan Pertamina sejajar dengan world top oil company, caranya hanya satu. Memperlakukan Pertamina sebagai NOC. Satu jejak menjadi tuan di negeri sendiri. Demi berdaulat negeri ini pada energi.

Sebab itu, segera dekonstruksi dan reformulasi UU Migas, pun demikian UU BUMN. Termasuk, memberikan  commercial rights  yang berkeadilan sebagian  tetentu kepada daerah. Keadilan atas kekayaan nasional migas yang ditakdirkan Tuhan Yang Maha Kaya,  sebab anugerah migas dari “God Rights” itu terkandung pada lokus wilayah daerahnya.

Tentu ada rahasia besar Tuhan menakdirkan blok Rokan terletak di Riau. Justifikasi sahih mengapa kaum rakyat Riau berhak sejahtera dari bagian atribusi commercial rights blok Rokan. Tak cuma 10% participating interest belaka.

Jangan rabun sejarah. Kisah kota minyak Pangkakan Berandan, di Langkat. Di Telaga Said, sumur minyak tertua (1883). Kini kilau minyak Brandan kikis, dikenang hanya musium perminyakan saja.

Kiranya, dari preseden “gegar” kebijakan blok Rokan, pun belajar dari Brandan, bandul keputusan-keputusan tulus ikhwal migas ditunggu rakyat penuh antusias.

Mulai-lah dari Pertamina yang terkinikan. Dengan mandat signifikan:  NOC.  Akankah tiba “gegar” kebijakan migas berikutnya, Datuak Arcandra? ***

[Muhammad Joni: Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia/MKI]

Share
Leave a comment