Gus Rommy Magnet Penarik Warga Nahdliyin pada PPP

TRANSINDONESIA.CO, SIDOARJO – Akhir-akhir ini, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mulai sering diperbincangkan oleh sejumlah kyai di di Jawa Timur, khususnya di Sidoarjo. Diawali oleh K.H. Mahfid, pengasuk Pondok Pesantren Metal, Sidoarjo, sampai akhirnya beberapa kyai turut serta dan dipastikan satu barisan di PPP.

“Hati kecil tidak bisa dipungkiri, bahwa PPP merupakan rumah besar (politik) umat Islam, khususnya warga NU. Di bawah kendali Gus Rommy, PPP bisa menunjukkan jati diri aslinya sebagai rumah politik warga nahdliyin,” ungkap K.H. Mahfud.

Senada dengan itu, K.H. Ali Mustawa, putra menantu almaghfurlah K.H. Sahlan, ulama ahli riyadhoh, PP As-Sahlaniyah Sidorangu, Krian, Sidoarjo, mengatakan, belakangan PPP menunjukkan kepeduliannya terhadap nahdliyin dan Ormas NU.

Gus Rommy.[IST]
“Sosok Gus Rommy menjadi perekat tersendiri. Beliau politisi santri yang paham umat, masih keluarga pendiri NU K.H. Wahab Chasbullah Tambakberas. Hebatnya lagi, walaupun keluarga pendiri NU, beliau tidak tega menarik-narik NU ke pusaran politik. Poltisi seperti ini yang kita butuhkan,” ungkap Kyai Ali Mustawa, Senin (5/3/2018).

Sebagai Ketua Umum DPP PPP, M. Romahurmuziy justru mendukung penuh langkah Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah (PPKN), agar pengurus Nahdlatul Ulama (NU) tidak mengulang kesalahan yang sama dalam berpolitik, dan NU tetap menjadi jamiyah diniyah ijtimaiyah (ormas sosial keagamaan).

Salah satu tim penyusun (perumus) khitthah NU tahun 1984, lanjut Gus Rommy, adalah ayahnya, Prof. Tholhah Mansur yang saat itu dikenal sebagai ahli tata negara yang dimiliki NU. Kalau dulu paska Muktamar Situbondo, NU itu mengambil jarak jauh yang sama dengan parpol, sehingga dikenal jargon NU tidak kemana-mana, tapi ada dimana-mana.

Saat ini, jelas Gus Rommy, harusnya NU mengambil jarak dekat yang sama dengan semua parpol, jangan hanya satu partai saja.

“Sekarang ini yang terjadi adalah NU tidak ke mana-mana dan tidak di mana-mana karena NU hanya mendekat kapada satu parpol. Kalau bukan warga NU yang menjaga khitthah nahdliyin siapa lagi yang akan menjaganya,” terang Gus Rommy.

Menurut Gus Rommy, apa sulitnya bagi PPP jika ingin menjadi partai yang menjadikan NU sebagai badan otonom. Tapi dia tidak tega, gak mentolo, sebab NU itu warisan mbah-mbah pendiri PPP.

Kemudian, Gus Rommy juga menyinggung soal agama dan politik. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Sebab, agama merupakan landasan berpolitik sehingga keduanya harus berjalan beriringan.

“Agama dan politik ibarat saudara kembar, agama adalah landasan atau pondasi, kekuasaan adalah penjaganya,” ungkap beliau.

Jika agama yang tidak dijaga politik, lanjut beliau, kemungkinan besar akan hilang, asing atau akan dicuri kelompok antiagama. Sementara, jika politik yang tidak dilandasi agama, akan berjalan tersesat dan hanya maju di urusan keduniaan.

“Gerakan untuk menghilangkan agama dari politik, perlahan mulai bangkit di Indonesia. Untuk itu, kita harus bersama-sama menyadarkan mereka bahwa agama adalah sebuah sistem yang menuntun ke arah kebaikan,” pungkas beliau.[REL]

Share
Leave a comment