Sulitnya Mengimplementasi Yang Baru

TRANSINDONESIA.CO – Zona nyaman memang memabukkan membuat lelah dan malas berpikir. Copy paste, mengulang ngulang yang sudah ada, yang sudah jalan. Sesuatu yang baru dan penuh tantangan tidak menarik bahkan dianggap ancaman.

Walaupun yang baru lebih menjanjikan dan ada harapan serta kepastian. Keengganan menerima hal-hal baru merefleksikan betapa berat dan sulitnya mereformasi, memodernasi apalagi merubah mind set dan culture set.

Sesuatu ide atau gagasan baru biasanya akan dipatahkan disangkal yang bahasa Jawa-nya dikatakan ngedas-ngedasi untuk digagalkan. Kalimat-kalimat yang sering muncul, “sudahlah ikuti saja, ini sudah bagus tidak perlu dirubah-rubah”.

Ilustrasi

Kaum ngendas-ndasi ini kaum apatis dan kaum malas dan lelah berpikir. Kalau kerja klabrakan bagai ayam di lempar dalam kolam atau sungai. Cara kerja klabarakan jelas tidak sistematis, ibarat baca buku yang tanpa daftar isi dan halaman serta tersusun secara serampangan. Hal-hal lain yang ditunjukkan adalah rasa ketakutan kehikangan hak-hak istimewanya (previledge).

Apalagi tatkala hal baru itu menggunakan sistem elektronik yang terhubung/online dan terintegrasi. Jelas-jelas langsung menolak. Mengapa demikian, karena sistem-sistem elektonik yang terintegrasi ini ibarat ngathoki thuyul.

Thuyul mahkluk mitologi yang dikenal suka mencuri uang dan proses pencurianya thuyul selalu telanjang. Tatkala thuyul kathokan atau bercelana tentu akan ketahuan. Sistem-sistem e dan smart ini program ngathoki thuyul yang kerennya dikatakan anti korupsi.

Kesulitan di dalam memodernisasi atau memperbaharui yang sudah mapan atau nyaman ibarat menggeser batu sebesar rumah dengan tenaga manusia dengan cara manual. Mungkin ekstrimnya mendorong mobil di tanjakkan di hand rem dan rodanya kotak.

Membuat orang mau menerima perubahan ini tidaklah cepat karena antar tidak tau dan tidak mau ini bercampur. Sehingga diperlukan adanya kebijakan pimpinan yang koansisten dan kinsekuen, menyiapkan tim transformasi sebagai tim kendali mutu atau tim back up.

Menyiapkan master trainer dan trainer, dilakukan terhadap orang-orang atau kelompok-kelompok visioner yang memiliki spirit perubahan, didukung dengan sistem-sistem atau infrastruktur yang sesuai dengan konteksnya, membuat program-program unggulan yang disosialisasikan terus menerus, diterapkan melalui pilot project, senantiasa ada monitoring dan evaluasi serta diterapkan sistem reward and punishment, dibuat pola-pola pengembangan untuk yang baru atau peningkatan kualitas.

Mau dan mampu inilah harapan terjadinya perubahan ada yang baru diberi ruang untuk hidup dan berkembang. Yang antipati dan ngedas-ngendasi memang itulah kaum mapan dan nyaman yang lelah dan malas berpikir sehingga untuk menutupi ketidak mampuanya/ketidak tahuannya atau ketidak mauanaya dengan menunjukkan sikap tidak mau tahu dan jurus-jurus pokok  è dikeluarkan untuk menggagalkan.[CDL]

Share