Menyoal Penyerahan Pertama Kali Sarusun
TRANSINDONESIA.CO – Berbeda dengan membeli sepeda atau handphone dan pulsa, anda bisa saja membeli, bayar dan langsung melenggang pergi: pay-as-you-go, atau pay and go. Membeli satuan rumah susun (sarusun) atau unit apartemen acapkali dimulai dengan memesan unit dan membayar tanda jadi, dan mendapatkan nomor urut pemesanan (NUP) yang dikenal dengan priority pass dalam bisnis properti.
Kapan bisa penyerahan pertama kali sarusun? Itu soal hukum yang tidak sederhana, sehingga logis jika diatur khusus dalam UU No. 20/2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) dan diperintahkan pula membuat tata cara dengan Peraturan Pemerintah.
Esai sebelumnya mengenai pengelolaan rusun dalam masa transisi dilakukan pelaku pembangunan. Apakah masa transisi? Salah pasal UU Rusun menentukan bahwa masa transisi paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali satuan rumah susun (sarusun) kepada pemilik.
Sebelum membedah ikhwal masa transisi, perlu dibedah makna penyerahan pertama kali. Pasal 60 UU Rusun justru memerintahkan pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan pertama kali dengan Peraturan Pemerintah. Jika mengintip Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rumah Susun (RPP Rusun), pengaturan peyerahan pertama kali hanya diatur dalam 2 (dua) pasal [vide Pasal 79 dan 80 RPP Rusun].
Merujuk Pasal 39 ayat (1) UU Rusun dan Pasal 79 ayat (2) RPP Rusun, SLF terbit dalam hal pembangunan selesai seluruhnya ataupun selesai bertahap (sebagian). Jadi walaupun pembangunan rusun selesai bertahap, maka serah terima pertama kali dilakukan setelah rusun mendapatkan SLF. Hal itu tentu saja wajar untuk melindungi pemilik atau konsumen, karena berbahaya jika sarusun diserahkan dan dipergunakan tanpa atau sebelum terbitnya SLF.
Namun tunggu dulu, mari cermati kata “dapat” dalam Pasal 79 ayat (2) RPP Rusun yang berbunyi: “Dalam hal pembangunan rumah susun dilakukan secara bertahap maka serah terima pertama kali dapat dilakukan setelah rumah susun mendapatkan SLF”. Artinya? Terkesan SLF tidak bersifat wajib dan dapat saja serah terima pertama kali sarusun karena ada sisipan kata “dapat” bukan “wajib”.
Soal ini agaknya bermula dari Pasal 39 ayat (1) Rusun yang menggunakan frasa “Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan sertifikat layak fungsi ….”. Jadi, yang dinormakan hanyalah wajib “mengajukan permohonan SLF” bila telah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan. Andai bisa membujuk pembuat RPP Rusun, disarankan kata “dapat” mesti dihilangkan. Lebih baik lagi jika digantikan dengan kata “wajib”.
Ada beberapa kata kunci yang menjadi tema penting ikhwal penyerahan pertama kali, yakni (1) pembangunan rusun selesai secara bertahap atau seluruh, (2) Sertifikat Layak Fungsi (SLF), (3) berita acara serah terima pertama. Jika digabung, penyerahan pertama kali bermakna penyerahan sarusun yang selesai dibangun kepada pemilik setelah terbit SLF dengan berita acara serah terima (BAST).
Selain itu, dalam hal pembangunan rusun yang selesai bertahap-tahap bakal terbit SLF versi berikutnya. Hal ini penting diwaspadai, sebab bisa terjadi penyerahan sarusun tahap berikutnya namun menggunakan SLF yang sama.
Mari membedah UU Rusun yang menentukan bahwa pembangunan rusun dinyatakan selesai apabila telah diterbitkannya SLF dan Sertifikat Hak Milik (SHM) sarusun atau Sertifikat Kepemilikan Bagunan Gedung (SKBG) sarusun [vide Pasal 44 ayat (2) UU Rusun]. Muncul soal di sini, sebab apabila jual beli sarusun dilakukan sesudah pembangunan rusun selesai, dilakukan dengan akte jual beli (AJB) [vide Pasal 44 ayat (1) UU Rusun]. Ketentuan ini untuk membedakan dengan proses jual beli sarusun sebelum pembangunan selesai dilakukan dengan PPJB (perjanjian pengikatan jual beli). Wajar saja, karena jika belum selesai pembangunan maka belum ada objek jual beli sehingga dilakukan dengan PPJB.
Kapankah pembangunan dinyatakan selesai? Jawabannya, apabila telah terbit syarat kembar, yakni (1) SLF, dan (2) SHM sarusun atau SKBG sarusun [vide Pasal 44 ayat (2) UU Rusun]. Dapat ditarik logika dan tafsir hukum bahwa penyerahan pertama kali bisa juga terjadi apabila pembangunan rusun selesai seluruhnya atau selesai bertahap.
Penyerahan pertama kali bisa pula dilakukan bila pembangunan selesai seluruhnya, maka jual beli dilakukan dengan AJB, dan sudah terbitnya SLF dan SHM sarusun atau SKBG sarusun. Artinya? Penyerahan pertama kali itu mencakup sudah adanya AJB, sudah terbit SLF dan SHM sarusun atau SKBG sarusun.
Kesimpulannya, penyerahan pertama kali dalam hal apabila pembangunan sudah selesai seluruhnya, maka jual beli dilakukan dengan AJB, sudah terbit SLF dan SHM sarusun atau SKBG sarusun. Penyerahan pertama kali seperti itu berarti penyerahan juridis (juridish levering), bukan lagi hanya penyerahan fisik sarusun.
Namun jika menelaah RPP Rusun (Pasal 79 dan Pasal 80), sama sekali tidak mengatur penyerahan pertama kali dengan kondisi seperti di atas, yakni penyerahan pertama kali setelah pembangunan dinyatakan selesai dengan adanya SHM sarusun atau SKBG sarusun, sudah terbitnya SLF dan dibuatnya AJB.
Dalam hal sudah ada SHM sarusun atau SKBG sarusun, maka tertera data juridis sarusun yang mencantumkan nama pemilik, dan uraian objek berupa (1) salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama; (2) gambar denah lantai sarusun pada rumah susun tersebut; (3) pertelaan mengenai besar bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama bagi pemilik [vide Pasal 47 ayat (3) huruf a, b, c]. Tersebab itu, dari ketentuan Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU Rusun mengakui penyerahan pertama kali sarusun sedemikian adalah penyerahan juridis.
Jika menelaah Pasal 80 ayat (2) RPP Rusun, serah terima pertama kali oleh pelaku pembangunan kepada pemilik/konsumen hanya menyerahkan dokumen salinan berita acara serah terima (BAST), dokumen tata tertib sementara penghunian, dan kunci sarusun. Hemat penulis, konstruksi hukumnya adalah penyerahan pertama kali secara fisik, bukan juridis. Artinya, belum terjadi peralihan hak atas sarusun.
Soal penyerahan pertama kali sarusun itu penting karena menjadi indikator menentukan masa transisi, yang dalam Pasal 59 ayat (2) UU Rusun diatur bahwa masa transisi paling lama 1 (satu) tahun. Namun, masa 1 (satu) tahun itu sejak penyerahan pertama kali itu tidak dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh sarusun [vide Pasal 77 ayat (2) RPP Rusun].
Selanjutnya, mengapa penyerahan pertama kali dan masa transisi itu penting? Karena indikator menentukan kapan terbentuknya PPPSRS. Lagian, pembentukan PPPSRS berkaitan pula dengan NPP (nilai perbandingan proporsional) karena menentukan hak suara anggota PPPSRS dalam mengambil keputusan. NPP ditentukan dengan pertelaan dalam data juridis sertifikat sarusun. Kalau penyerahan pertama kali dengan BAST adalah penyerah fisik yang berarti belum terjadi peralihan hak, siapakah pemilik sarusun? Siapakah yang berhak menjadi anggota PPPSRS yang mengelola kepemilikan bersama?
Pertanyaan lainnya? Pertelaan dan NPP manakah yang menjadi acuannya? Jika hendak mengacu data juridis, maka NPP mengacu pertelaan dalam SHM sarusun atau SKBG sarusun. Soal-soal di atas, termasuk ikhwal NPP sesuai pertelaan dari data juridis perlu diperjelas dalam RPP Rusun. Selagi masih ada waktu.
[Muhammad Joni- Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Sekum HUD Institute, Ketua Dewan Pembina LPKPK]