Mengintip Rehat Kopi Advokat

TRANSINDONESIA.CO – Apa yang dikerjakan advokat? Sidang, rapat dengan klien, menulis naskah hukum ataupun presentasi penawaran jasa hukum, itu rutinias dan hal yang biasa bagi profesi advokat. Profesi hukum ini bertumpu kepada hasil kualitatif (menang!), namun juga bertumpu pada ukuran kuantitatif (jam produktif).

Tak usah heran, kini profesi lawyer di Jakarta, seperti kota-kota di dunia lainnya, bekerja berbasis jam produktif.

“Klien  korporasi terbiasa menyewa lawyer berbasis jam produktif atau hourly bases. Tiap 1 (satu) halaman naskah hukum dihitung setara 1 jam pelayanan”, kata Muhammad Joni, advokat yang memimpin Law Office Joni & Tanamas.

Menghadapi denyut kesibukan pekerjaan sebagai advokat yang padat, di tengah kemacatan akut ala Jakarta yang terkadang frontal, diakui teknologi informasi dan internet sangat membantu produktifitas.

Muhammad Joni, advokat yang memimpin Law Office Joni & Tanamas saat rehat bersama putranya M Haikal Firzun dan putrinya Salma Nabila Justisia Firzuni.[Mj1]
Muhammad Joni, advokat yang memimpin Law Office Joni & Tanamas saat rehat bersama putranya M Haikal Firzun dan putrinya Salma Nabila Justisia Firzuni.[Mj1]
“Dengan fasilitas internet, pekerjaan bisa disiasati lebih cepat dan cerdas. Laporan bisa dikirim via email dari gengaman tangan, diskusi dan disposisi bisa dipermudah dengan rapat di ruang maya”, lanjut Muhammad Joni yang tinggal di kawasan Kelapa gading dan berkantor dikawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Tersebab itu, pergulatan dengan waktu menjadi tradisi yang acap membelenggu ritme hidup keseharian. Namun, advokat juga manusia. Yang ditakdirkan butuh waktu luang untuk diri sendiri, ataupun rehat kecil melepas kepenatan bersama keluarga.

Pun-demikian, Muhammad Joni masih sempat meluangkan waktu memimpin Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), menghadiri pertemuan alumni USULAN (USU Law and Network),  bertemu kolega dan sahabat sembari mereguk setangkup kopi lokal yang disajikan kedai kopi berarsitektur  tempo dulu  di kawasan  eksotik Menteng Cikini, Jakarta Pusat.

“Sering kumpul malam hari di kedai kopi yang dirintis sejak 1870-an itu”, jelas Muhammad Joni sembari menyebut kedai ‘Bakoel Koffie’ yang mengenakan  logo seorang perempuan  berkebaya dan memangkul bakul,  tidak jauh dari kawasan kantornya.

Mengapa suka kopi?  Muhammad Joni mengaku mulai menyukai kopi sejak  memberi konsultasi hukum pada  teman yang menjadi pengurus asosiasi kopi yang  berdagang kopi.

“Di sela memberi konsultasi hukum,  saya  menangguk informasi dan belajar seluk  beluk niaga kopi,  cita rasa  tiap specialty kopi dan filosofi kopi sampai rantai bisnisnya”,  tutur Joni sembari menjelaskan bahwa Indonesia masih kekurangan produksi kopi, namun  Indonesia tercatat penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam.

Menurut data, Indonesia mampu memproduksi sedikitnya 748 ribu ton atau 6,6 % dari produksi kopi dunia tahun 2012.

Kepada TransIndonesia.co,  Muhammad Joni  yang  Sabtu petang (27/02)  rehat minum kopi bertiga dengan putranya Muhammad Haikal Firzuni (17) dan Salma Nabila Justisia Firzuni (13), di kedai kopi “KL” di  pusat perbelanjaan   Kelapa Gading, Jakarta Utara, bertutur ikhwal kopi.

“Istri saya lagi ke Medan, ada urusan organisasi, gak ikut gabung minum kopi”,  kata Joni membuka cerita.

Apa yang dilakukan saat hari libur semisal hari siang sabtu begini?

“Kadang hanya jalan dan makan, nonton film, atau minum kopi di sini”, lanjutnya singkat.

Setakat minum kopi, apa yang dibicarakan? “Yang ringan dan sederhana saja, lebih banyak  saya mendengar, belajar sabar menjadi pendengar, anak-anak yang banyak bertutur sana sini,  terkadang lebih cederung opini dan imajinasi”, jelasnya.

“Saya mendengar ide dan imajinasi si sulung Haikal, mulai dari fakta di depan kedai kopi ini soal pemanfaatan  selasar area Mall dan  harga persewaan kapling bazaar,   tentang  tekstur  lunak calamary  sampai   kerasnya  batu besar dan molek yang terhamar di perairan pulau Lengkuas,  lepas pantai Tanjung Kelayang, pulau Belitung”.

Reaksi anda?  “Kadang agak terkejut-kejut   juga mendengar kemajuan anak zaman sekarang.  Haikal bertutur ikhwal  konsep kafe sastra ala “art-coustic”  yang dirancangnya dengan teman SMA-nya,  berikut  penjelasan karya seni mural  dan  disain interior bertema  sastra,  berikut  pernak pernik ABC-nya”.

“Tiap tamu pemesan kopi dikasi bonus secarik kertas sebait syair ”, kata Joni menirukan cerita anak lelaki pertamanya itu.

Perasaan anda? “Saya terhenyak, walau  hanya dalam hati,  tatkala  mendengar ide imajinatifnya,  apalagi dia menjeaskan sembari menyisipkan  bait  puisi  anak muda bernama  Donald yang dibacanya dari situs penagenik yang dihapal luar kepala”.

Dari kiri-kanan: Mahmud Sebayang (advokat), Muhammad Yasin (senior editor hukumonline.com) dan Muhammad Joni (advokat-Ketua MKI), saat rehat kopi dikawasan Cikini Jakarta.[Mj1]
Dari kiri-kanan: Mahmud Sebayang (advokat), Muhammad Yasin (senior editor hukumonline.com) dan Muhammad Joni (advokat-Ketua MKI), saat rehat kopi dikawasan Cikini Jakarta.[Mj1]
Berikut kutipan PenaGenik Donald bertitel “Sebab Engkau”:

“Engkau tunggal tak pantas ditinggal”,
“Engkau sunyi yang mahir bernyanyi”,
“Engkau sekarang tak butuh kemudian”.

Anda suka?  “Haha, saya teringat kata seorang teman namanya Emil Aulia setakat minum kopi pekan silam di Cikini. Dia  menukilkan tuturan Goethe, sang sastrawan legendaris asal Jerman, katanya  membaca puisi sebait saja setiap hari adalah menu bergizi pemantik kecerdasan”,  demikian  Muhamamd Joni yang berasal dari Tanjungpura, Langkat, sekampung dengan raja penyair Tengku Amir Hamzah.

Muhamamd Joni yang berkarir sebagai advokat sudah 16 tahun itu merasakan banyak hal yang tidak diketahuinya, namun diperoleh dari anaknya sendiri.

“Awak tak tahu puisi ‘Sebab Engkau’  itu,  dan tak pula membaca ungkapan Goethe yang ditirukan Emil Aulia soal membaca puisi sebagai pemantik kecerdasan.  Banyak yang daku tak tau”, tutur  Joni jujur sembari  terbahak ringan.

Apa arti kopi bagi anda? “Minum kopi itu seperti spasi dalam kalimat, kopi adalah saatnya  jeda, menarik nafas yang menambah tenaga. Tanpa spasi  dalam kaimat bisa  terjadi anarkisme dalam memahami makna kata”.

Selain itu?  “Dengan minum kopi bersama teman  berlaku hukum sosial yang mendidikkan sabar dalam mendengar,  belajar memberi perhatian, menangguk  informasi  bahkan  gosip politik  maupun  imajinasi liar yang mendengarnya mata awak bisa berbinar-binar”,  ulas  Joni yang mengaku gaya pekerjaannya membutuhkan suasana  hati tenang dan pikiran nyaman  guna memantik api kreatifias.

Tradisi minum kopi di nusantara sangat tua dan populis. “Di Manggar, Belitong, ada kota kecamatan namanya Manggar yang dikenal sebagai kota dengan seribu warung kopi, pun demikian di Aceh terkenal kopi Ulee Kareng”, kata Joni  yang  tidak merokok namun  menggiatkan  anti rokok  melalui  Komisi Nasional Penanggulangan Tembakau dan Indonesia Lawyer Association on Tobacco Control.

“Yang pasti sekeranjang gagasan bisa dirancang dari setangkup kopi. Minum kopi adalah bagian dari pekerjaan”, pungkas  Muhamamd Joni yang menyukai kopi Mandhailing dan kopi Belitong kepada TransIndonesia.co, Minggu (28/2/2016)[Mj1]

Share
Leave a comment