Malaysia Tampung Pengungsi Rohingya

TRANSINDONESIA.CO – Gelombang pengungsi dan migran sempat terkatung-katung di laut setelah semua negara menolak mereka.

Pemerintah Malaysia menyatakan akan tetap menampung 371 pengungsi Rohingya yang tahun lalu sempat terombang-ambing di laut meskipun batas waktu yang diberikan akan segera berakhir.

Batas waktu ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ketika pada 20 Mei 2015 kedua negara bersedia menerima ribuan migran Bangladesh dan pengungsi Rohingya yang ditinggalkan di laut oleh kelompok yang diduga jaringan penyelundup manusia.

Di Indonesia, mereka mendarat di Provinsi Aceh. Adapun di Malaysia mereka mendarat di Pulau Langkawi.

Salah satu syarat atas kesediaan kedua negara adalah mereka harus dipulangkan atau dimukimkan kembali di negara lain dalam tempo satu tahun.

“Kalau UNHCR memberikan kartu kepada mereka maka mereka akan dibenarkan tinggal di negara ini. Tapi kita tak mau penyelesaian jangka pendek, kita mau penyelesaian jangka panjang,” jelas Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia di Putrajaya.

Jangka panjang yang dimaksud adalah pemulangan para pengungsi atau penempatan mereka di negara ketiga.

“Perkara ini harus didapatkan kerjasama dari negara-negara antarbangsa, negara ASEAN dan juga negara sumber di mana mereka berasal untuk mendapatkan penyelesaian jangka panjang.”

Pengungsi yang diangkut perahu.[Rts]
Pengungsi yang diangkut perahu.[Rts]
Penyaringan

Sebanyak 371 pengungsi Rohingya itu sekarang masih berada di Pusat Tahanan Belantik di Negara Bagian Kedah. Sedangkan para migran Bangladesh yang datang bersama pengungsi Rohingya telah dipulangkan atas kerja sama dengan pemerintah negara itu.

Wakil Menteri Dalam Negeri Nur Jazlan Mohamed meminta Badan Pengungsi PBB (UNHCR) untuk melakukan penyaringan secara seksama.

“UNHCR sendiri perlu memainkan peranan karena mereka tidak boleh mengeluarkan kartu sewenang-wenang, sesuka hati.

“Apa yang kita dapati dalam beberapa tahun belakangan ialah UNHCR mengeluarkan kartu kepada mereka yang sebenarnya mempunyai dokumen yang sah tapi mereka overstay (tinggal melebihi tempo yang diberikan) di Malaysia. Tapi mereka pergi ke kantor UNHCR dan minta kartu UNHCR untuk berlindung di bawah UNHCR.”

Namun menurut Wakil UNHCR di Malaysia Richard Towle, pihaknya sudah melakukan verifikasi dengan seksama dan menegaskan pemrosesan permohonan pengungsi memerlukan waktu lama.

“Syarat satu tahun ditentukan sendiri oleh negara-negara itu tanpa diskusi dengan UNHCR. Seringkali diperlukan waktu lebih lama dari satu tahun untuk melakukan proses dengan baik untuk pemukiman kembali,” jelasnya.

“Misalnya, sebagian besar pengungsi yang kami tangani di pusat tahanan di Malaysia menderita TBC yang menular. Diperlukan waktu minimum enam bulan untuk penyaringan, pemberian obat antibiotik dan perawatan-perawatan lain untuk menyembuhkan mereka dari TBC.”

Oleh sebab itu, menurut Towle, kasus mereka tidak bisa diproses sebelum mereka sembuh.

“Dari sudut medis, sudut keamanan, kasus-kasus ini memerlukan waktu lama untuk pemrosesan,” jelasnya kepada wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.

Dikatakan oleh Towle bahwa yang menjadi prioritasnya sekarang adalah mengeluarkan mereka dari pusat tahanan.

Jumlah 371 orang tersebut akan menambah panjang daftar pengungsi dari etnik minoritas Rohingya, Myanmar, yang sekarang berada di Malaysia. Hingga akhir 2015, terdapat 52.570 pengungsi Rohingya yang terdaftar di UNHCR Malaysia.[Bbc/Nov]

Share