Kebutuhan Pamer

TRANSINDONESIA.CO – Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam oleh Abraham Maslow digambarkan sebagai suatu tangga atau tingkatan pemenuhan kebuthan tidak selalu parsial namun bisa saling tercakup semuanya.

Sebagai mahkluk sosial manusia memiliki kebutuhan pamer untuk menjadi materi dalam komunikasi atau sharing satu sama lain. Menceriterakan sesuatu adalah menunjukan sesuatu sehingga diketahui dan ada respon atas apa yang disampaikan.

Dalam kelompok-kelompok manusia dari keluarga hingga negara dalam hubungan komunikasi selalu ada yang dipamerkan.

Hubungan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, keselamatan bahkan konteks ideologi dan keyakinan pun ada sesuatu yang dipamerkan atau ditunjukan.

Pamer dalam bahasa Indonesia bisa menjadi konotasi buruk dan menjadi suatu judge pada kekerasan simbolik. Pernyataan pamer pada aksen, tekanan, gaya pengucapan menjadi simbol atas makna yang ada dibalik kata pamer itu.

Abraham Maslow.
Abraham Maslow.

Ketika. Pamer digunakan sebagai suatu bentuk kegiatan ‘exhibition’ menjadi konteks kemanusiaan, sosial sharing.

Demikian halnya marketing inipun pamer konsep/teori/ keunggulan atas produk/knowledge yang dimiliki untuk diyakinkan ke orang lain.

Diplomasi politik pun pamer kekuatan, keunggulan baik dalam management dan teknologi. Iklan menunjukan pamer atas sesuatu agar orang lain melihat, percaya dan mau membeli. Seminar, simposium, workshop inipun pameran yang bisa saja menggunakan pakar untuk melegitimasi pamernya itu.

Pamer dalam makna kekerasan simbolik dikaitkan dengan kebencian/judge yang sebenarnya bisa mengolok, memparodikan dan bisa dikaitkan pada pemutusan komunikasi. Yang ditujukan untuk menghantam/melukai harga diri sebagai ungkapan kebencian.

Pamer tetap akan menjadi kebutuhan manusia. Dan pamer yang dimaksudkan negatif berkaitan dengan apa yang ada dibaliknya sebagai bentuk kesombongan, penghinaan atau pelecehan sebagai upaya memutuskan komunikasi dengan menjadikan pamer sebagai triger untuk konflik dengan menghantam atau melukai harga diri.[CDL-13022016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share