Hadapi MEA, Menpan-RB Reformasi Manajemen ASN

TRANSINDONESIA.CO – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi menyatakan reformasi manajemen aparatur sipil negara (ASN) penting dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

“Good governance berguna untuk meningkatkan daya tarik investasi demi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Indonesia dalam rangka menghadapi tantangan MEA,” ucap Menpan-RB Yuddy Chrisnandi saat menyampaikan orasi ilmiah pada wisuda Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka di JCC Senayan, Jakarta, kemaren.

Dia mengatakan MEA ditandai dengan pasar tunggal berbasis produksi, aliran modal dan terbukanya kesempatan berinvestasi tanpa batas, serta persaingan tenaga kerja yang berkompeten.

Menurutnya, Indonesia sangat layak untuk mempimpin ASEAN, jika melihat dari laju ekonomi dan pertumbuhan populasi sebagai jaminan tersedianya sumber daya manusia, lokasi yang strategis dan sumber daya alam yang seolah tanpa batas, serta daya tarik kehidupan demokrasi dan stabilitas politik.

“Untuk menghadapi MEA, beberapa upaya telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian PANRB dalam rangka reformasi manajemen ASN. Hal ini berguna untuk menjadikan manajemen sumber daya aparatur lebih profesional, dan transparan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar,” ujarnya.

Dia mengatakan reformasi bermakna perubahan terhadap sebuah sistem yang sudah ada, sehingga ASN juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap upaya-upaya perubahan sebagai bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi.

Peran strategis ASN sebagai pelaksana reformasi birokrasi di Indonesia menuntut ASN untuk tidak hanya melibatkan perubahan perilaku dan proses pembelajaran terhadap perubahan itu sendiri, tetapi juga menyangkut pengambilan-pengambilan keputusan secara profesional yang berdampak pada terlaksananya reformasi birokrasi.

Menpan -RB, Yuddy Chrisnandi.
Menpan -RB, Yuddy Chrisnandi.

Yuddy mengakui Indonesia masih menghadapi hambatan dalam rendahnya kinerja pelayanan birokrasi dan masih tingginya angka korupsi.

Hal ini tergambar dari beberapa laporan kinerja pemerintahan seperti The Global Competitiveness Report 2014-2015 (World Economic Forum, 2014) dimana Indonesia menempati peringkat 37 dari 140 negara, dan laporan Bank Dunia melalui Worlwide Governance Indicators yang menunjukkan bahwa efektivitas pemerintahan (Government Effectiveness) Indonesia masih sangat rendah, dengan nilai indeks di tahun 2014 adalah 0, 01.

Trans Global

Selain itu Indeks Persepsi Korupsi (The Corruption Perceptions Index) Indonesia berdasarkan data dari Transparency International juga masih rendah pada nilai indeks 34 (dari nilai indeks bersih korupsi 100) dan berada pada ranking 107 dari 175 negara pada tahun 2014.

Hal ini menjadi kendala karena pembangunan nasional dalam era persaingan global menuntut adanya birokrasi yang efisien, berkualitas, transparan, dan akuntabel, terutama terhadap prospek bidang investasi di Indonesia.

“Untuk mengurangi hal itu, maka pemerintah harus mampu berpikir selangkah ke depan sebagai tindakan antisipatif tidak hanya terhadap ancaman-ancaman potensial namun juga terhadap potensi-potensi baru yang tersedia melalui produk-produk kebijakan yang menjamin masyarakatnya mampu beradaptasi terhadap hal tersebut,” katanya.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan dan program yang sudah berjalan untuk mengetahui efektifitas dan relevansinya terhadap perubahan dan goncangan yang muncul di era yang super cepat ini.

“Pemerintah dituntut untuk mampu melakukan inovasi dan belajar dengan cepat untuk menjawab tantangan-tantangan baru dan mengeksploitasi peluang-peluang baru, yang berarti pemerintah harus mampu berpikir secara holistic dan lintas sektor serta mampu menyeberangi batas-batas pemikiran tradisional untuk menghasilkan ide-ide baru dan kebijakan-kebijakan praktis,” kata Yuddy.

Sejauh ini reformasi manajemen ASN yang telah dilakukan Kementerian PANRB yaitu mewajibkan setiap instansi pemerintah menyusun kebutuhan jenis jabatan dan jumlah PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, peta jabatan, dan ketersediaan pegawai yang ada.

“Sampai dengan tahun 2019, kami akan melalukan langkah rasionalisasi PNS sejumlah kurang lebih 1 juta orang PNS dalam rangka memperbaiki distribusi kesenjangan antara kualitas dan kuantitas PNS. Melalui hal ini diharapkan proporsi belanja pegawai dapat dikurangi secara proporsional,” ujar Yuddy.

Selain itu, untuk memperoleh kualitas ASN yang baik, pengadaan pegawai dilakukan secara nasional, dimana pemerintah membentuk Panitia Seleksi Nasional Pengadaan CPNS, yang selama prosesnya diinformasikan secara terbuka.

Dengan sistem registrasi on-line dan seleksi calon pegawai ASN secara terkomputerisasi dengan menggunakan CAT (Computer Assissted Test) maka praktik KKN, percaloan dan sebagainya dalam sistem pengadaan dapat dihindari.

Reformasi manajemen SDM Aparatur juga dilakukan melalui penerapan sistem penilaian penilaian pegawai, dimana kinerja dan disiplin ASN, kinerja dan prestasi kerja menjadi tolok ukur bagi seorang ASN.(Ant/Met)

Share