‘Pokok e’ Memamerkan ‘Pekok e’

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Pemaksaan kehendak, menang-menangan dengan merasa paling benar, paling tahu, paling ahli hingga paling suci dan paling-paling lainya menunjukan sikap yang bertentangan dengan semangat egaliter.

Sikap memaksakan kehendak mempertontonkan akuisme, egoisme, kekuatannya, pengaruhnya untuk menindas pikiran, perkataan, perbuatan orang atau kelompok lain.

Sikap yang tidak egaliter ini akan menumbuhkan intoleransi, tidak berbeda menjadi salah, dianggap musuh, bahkan bisa digolongkan kelompok kafir, pendosa bahkan bisa pula dianggap bukan manusia.

Sepertinya, tidak rasional namun itulah faktanya. Sikap-sikap pokok e tidak akan pernah bisa berdialog dan menghargai orang lain. Orang lain dimatanya lebih rendah, lebih bodoh, lebih berdosa, bahkan yang layak untuk dibenarkan atau diluruskan bisa juga dimatikan.

Sikap pokok e yang memaksakan kehendak, dengan memberi judge berbagai isu yang belum tentu benar, namun diyakini kebenarannya apalagi mengatasnamakan sesuatu maka yang terjadi adalah pameran ketololan.

Pekok e, sikap-sikap pekok senang membuat orang lain atau kelompok lain susah, susah melihat orang lain senang.

Mengatasnamakan primordial dilakukan agar mendapatkan legitimasi. Solidaritas, kesadaran penghargaan atau pengakuan terhadap orang lain hamper-hampir tidak ada.

Merusak hingga mematikan menjadi kebanggaan dan menjadi produk unggulan. Bagi orang yang waras memang gemes dan gerah melihatnya, namun mereka mengatasnamakan sesuatu sebagai pembenar dan legitimasi atas ke pokok e yang tanpa malu dipamerkan dan digelorakan sebagai sebuah peradaban. Kalau sudah pokok e maka yang terjadi adalah pekok e.(CDL-Jkt071215)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment