Tak Kuasa Menolak, Tiga Hakim PTUN Medan Mengaku Terima Suap Dari OC Kaligis

OC Kalgis duduk dikursi terdakwa.
OC Kalgis duduk dikursi terdakwa.

TRANSINDONESIA.CO – Ketiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang ditangkap KPK mengaku menerima suap karena tidak berani menolak pemberian dari pengacara Otto Cornelis Kaligis.

Ketiga hakim PTUN Medan adalah, Teripeni Irianto Putro, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting mengungkapkannya saat dihadirkan menjadi saksi untuk terdakwa OC Kaligis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

“Pak Kaligis bilang, ‘bantu ya.’ Saya bilang ya kita lihat nanti. Saya rencananya uang mau dikembalikan. Tapi ada alasan ewuh pekewuh (sungkan). Beliau sudah senior, mau langsung saya tolak tidak tega,” kata hakim Tripeni dihadapan majelis hakim Tipikor.

Menurut Tripeni, dia memutuskan untuk menyimpan uang pecahan dollar dan Singapura sebanyak US$10 ribu dan Sin$5 ribu dari Kaligis, di sebuah laci ruang kerjanya.

Begitu juga hakim Amir Fauzi secara jujur mengaku menerima suap karena tidak berani menolak.

“Jujur, saya ragu. Cuma sayangnya saya tidak punya kekuatan untuk menyatakan tidak saat itu. Saya tahu itu salah. Sekali lagi saya tidak punya kekuatan,” kata Amir.

Sedangkan hakim Ginting mengaku ada yang salah dengan gugatan yang dilayangkan Kaligis mewakili Pemprov Sumatera Utara dan dia sudah merasa ada yang tidak beres serta meragukan hal tersebt.

“Saya lemah, ragu. Tapi ya sudah terjadi ini (suap),” kata Ginting yang akhirnya ettap menerima suap itu.

Pada kesaksian ketiga hakim PTUN Medan itu mengaku ketiga hakim itu menerima uang suap bahkan mengaku menerima langsung dari tangan Kaligis sebanyak dua kali dan satu kali dari anak buah Kaligis bernama M Yagari Bhastara alias Geri.

“Kata Pak Kaligis, ‘Ini (uang) untuk konsultasi (pertama).’ Ada pertemuan berikutnya, konsultasi lagi sebelum perkara disidangkan, sekitar tanggal 5 Mei. Konsultasi kedua, menerima amplop isinya US$10,000,” kata Tripeni.

Pada konsultasi pertama, Tripeni menerima duit sebesar Sin$5 ribu yang diserahkan langsung oleh Kaligis. Selanjutnya, nominal meningkat dua kali lipat dalam mata uang yang berbeda, dolar Amerika.

Kasus yang berawal dari Kaligis menggugat surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait penyelidikan dugaan korupsi. Pada 16 Maret 2015, Kejaksaan Tinggi Sumut memanggil anak buah Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, Achmad Fuad Lubis, untuk diminta keterangannya terkait dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.(Dod)

Share
Leave a comment