TRANSINDONESIA.CO – Hukum dibuat untuk melindungi, mengangkat harkat dan martabat manusia produktif. Dengan hukum akan menjadi bagian dari co producer dan hukum juga menjadi bagian dari apresiasi kinerja baik secara intelektual, managerial, operasional maupun dalam produk karya kemanusiaan.
Sayangnya, hukum sering menjadi mainan dan dimain-mainkan oleh orang atau sekelompok orang yang justru memiliki kewenangan dan kekuatan menggunakan dan menegakkan hukum.
Esensi hukum sendiri sering tidak dipahami dan disalah artikan, hukum yang tidak bersentuhan dengan sumber daya secara langsung sepertinya diabaikan dan dibiarkanya lewat berlalu bagai debu. Tak lagi disentuh dan tak jarang untuk dibaca apalagi diterapkan.
Hukumpun berkategori basah dan kering. Hukum produk peradaban yang tak jarang malah mengabaikan peradaban itu sendiri.
Sebagai contoh, saat penyusunan hukum itu sendiri terlalu kental dengan kepentingan politik, kekuasaan. Karena konsekuensi atas pasal dalam suatu undang-undang berdampak pada konsekuensi jabatan, kekuasaan, penguasaan sumber daya dan kewenangan untuk upaya paksa serta anggaran.
Idealnya, hukum memang tidak boleh lepas sebagai bagian dari co produser, namun juga harus menjadi kekuatan dalam mewujudkan keamanan dan rasa aman.
Hukum sebagai simbol dari peradaban akan membawa dampak pada meningkatnya kualitas hidup maupun budaya patuh hukum.
Profesionalnya aparat penegak hukum, baik dan terangkatnya image atau citra bangsa di mata rakyatnya maupun di mata dunia.
Namun sebaliknya, tatkala hukum menjadi alat dan diperalat serta sebagai bagian dari mainan atau permainan, maka peradaban akan rusak menjadi kontra produktif dan maraknya KKN, dilecehkannya citra bangsa baik oleh rakyat maupun dunia.(CDL-Jkt220915)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana