TRANSINDONESIA.CO – Mantan Sekretaris Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Waryono Karno, didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK.
Jaksa mendakwa Waryono telah memerintahkan pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan pada Sekretariat Jenderal KESDM yang tidak dibiayai APBN dan melakukan pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan umum.
Pemecahan paket dilakukan Waryono pada Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi tahun 2012, Kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi tahun 2012 dan Perawatan Gedung Kantor Sekretariat ESDM tahun anggaran 2012.
Jaksa menuturkan, awalnya Waryono pernah meminta Kepala Biro Perencanaan, Rida Mulyana; Kepala Biro Keuangan, Didi Dwi Sutrisnohadi; Kepala Biro Umum, Arief Indarto; Kepala Biro Hukum dan Humas, Susyanto; Kepala Biro Kepegawaian, Indriyati; Kepala Pusat Data dan Informasi, Ego Syahrial; Kepala Pusat PPBMN, Agus Salim serta Sri Utami untuk mencari dana yang diambilkan dari hasil pengadaan barang jasa kegiatan-kegiatan di lingkungan Biro dan Pusat, yang pelaksanaannya di bawah koordinator Sri Utami.
Sri Utami lalu diangkat Waryono sebagai Koordinator Kegiatan Satker Setjen Kementerian ESDM. Salah satu tugasnya adalah menerima pengumpulan dana tidak sah dari biro-biro dan pusat yang diambilkan dari pengadaan barang dan jasa kegiatan di lingkungan Biro dan Pusat KESDM.
Waryono berdalih penyerapan anggaran yang selalu rendah dan banyak kegiatan Sekjen KESDM yang tidak dibiayai APBN. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Terkait Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi tahun 2012, Biro Hukum dan Humas Setjen KESDM mendapat alokasi anggaran sebesar Rp5,3 miliar.
Namun, Waryono memerintahkan Kepala Biro Hukum dan Humas, Susyanto untuk mengajukan revisi anggaran dan melakukan pemecahan paket pekerjaan.
“Untuk menghindari lelang dan dapat dilakukan penunjukkan langsung,” kata Jaksa Fitroh Rochyanto.
Susyanto kemudian mengajukan perubahan dengan meminta 16 paket kegiatan dengan nilai anggaran mulai dari Rp415 juta hingga Rp755 juta, diubah menjadi 48 paket kegiatan dengan nlai anggaran per kegiatan berkisar Rp100 juta.
Waryono lalu menyetujui perubahan itu sehingga kegiatan sosialisasi dapat dilakukan dengan penunjukkan langsung, yang pelaksanaannya sepenuhnya diserahkan kepada Sri Utami selaku Koordinator Kegiatan.
Sri lantas memerintahkan bawahannya, Poppy Dinianova, Jasni, dan Teuku Bahagia untuk membuat administrasi pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan sosialisasi tersebut telah dilaksanakan.
Mereka juga disuruh untuk mencari pinjaman perusahaan, guna dijadikan sebagai rekanan yang seolah-olah melaksanakan kegiatan dengan imbalan sebesar 2-5 persen dari nilai pekerjaan.
Mereka lantas mengajukan pencairan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atas pembayaran total nilai 48 pekerjaan sebesar Rp4.692.048.500, namun hanya dicairkan sebesar Rp4.180.188.669 setelah dipotong PPN dan PPh.
Mereka lalu mendatangi satu persatu perusahaan untuk menarik uang pembayaran secara tunai dan sebagai imbalan, mereka memberikan fee sebesar 2 sampai 5 persen. Total uang yang ditarik oleh keempat orang tersebut mencapai Rp2.964.080.536 dan disetorkan kepada Sri Utami melalui Eko Sudarmawan.
Dari total uang tersebut, sebesar Rp1.465.650.000 digunakan untuk kegiatan Sekretaiat Jenderal KESDM yang tidak dibiayai APBN. Sejumlah pihak juga tercatat kecipratan uang dari hasil kegiatan fiktif itu.
Tercatat di antaranya kepada LSM Hikmat Rp150 juta, PMII Rp70 juta, GP Anshor Rp50 juta, Aliansi BEM Jawa Barat Rp15 juta, LSM Laksi Rp25 juta serta HMI Rp10 juta.
Tidak hanya itu, ada juga uang yang diberikan kepada mantan Staf Khusus Presiden, Daniel Sparingga, sebesar Rp185 juta. Selanjutnya, biaya makan malam sekretariat jenderal KESDM Rp35 juta, uang ketupat lebaran yang diberikan melalui Sri Utami dan Vanda Rp247 juta.
“Diberikan kepada Paspampres melalui Sri Utami sebesar Rp25 juta,” kata Jaksa.
Selain itu, uang juga mengalir ke TU Pimpinan Rp88.150 juta, diberikan buat Haris Darmawan Rp3 juta, THR Nuraini dan Jendral Rp5 juta, membeli paper bag acara buka bersama Rp1.5 juta.
Selain itu, uang diberikan pada 83 wartawan dengan masing-masing Rp650 ribu sejumlah Rp53.950.000, kepada Riky untuk biaya organ tunggal Rp7,5 juta, office boy Rp7,5 juta, kepada kepala biro 7x Rp105 juta, operasional setjen Rp159.350 juta serta diberikan pada Ibnu Rp1,5 juta.
Kemudian, digunakan untuk partisipasi Porseni Rp15 juta, digunakan untuk makan siang dengan BPK Rp13,7 juta, digunakan untuk biaya pairing mini tournament golf Rp120 juta, digunakan untuk entertaint auditor Itjen Rp20 juta, dan uang muka perjalanan Kapus ke Belanda Rp40 juta serta uang perpanjang STNK Rp5 juta.
Terkait perbuatannya, Waryono diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan pertama.(vvn/dod)