TRANSINDONESIA.CO – Kepercayaan merupakan kekuatan dasar bagi Polisi untuk menyelenggarakan pemolisianya. Tatkala Polisi untuk dapat dipercaya, Polisi mampu meyakinkan dirinya benar-benar bersih dan tulus melayani.
Pertanyaanya adalah, bagainana meyakinkan masyarakat bahwa Polisi benar-benar bersih?
Bersih dalam konteks ini adalah, Polisi cermin institusi yang berkeadilan yang mampu memberi harapan dan kebanggaan pada seluruh anggotanya untuk bekerja dengan orientasi kerja dan orientasi gaji yang ditunjukan dari tingkat profesionalisme dan produktifitas.
Pengembangan karier tidak lagi berebut pada pangkat dan jabatan-jabatan basah. Dimana proses rekrutmenya bebas KKN dan pola pendidikan juga menanamkan nilai-nilai luhur kepolisian yang humanis.
Pembinaan karier berbasis pada kompetensi dan dengan pendekatanpendekatan yang nonpersonal.
Pemimpin dengan kepemimpinanya disemua lini mampu menjadi role model atau ikon perubahan yang visioner, transformasional dan bermoraal.
Para pemimpin disemua lini bukan produk hutang budi, bukan titipan, bukan produk skenario atas pendektan uang dan kekuasaan.
Core value dalam institusinya adalah kejujuran, kebenaran, keadilan, keberanian ketulusan dan kerelaan berkorban.
Adapun ketulusan ini merupkan suara hati, ungkapan jiwa tanpa pamrih, dan tidak dibuat-buat atau direkayasa.
Tentu juga tidak merasa sebagai pahlawan, tidak menonjol-nonjolkan diri (narsis) agar dilihat bahwa dirinya berjasa atau dekat dengan pimpinan, tidak juga merasa sebagai benteng/pembela, tidak main sikat sikut dan sogok-sogokan untuk menguasai suatu posisi atau jabatan yang dekat dengan penguasa.
Tentu tidak juga bermain politik praktis serta bermental pedagang dalam spirit dan jiwa secara individu mauipun secara institusional.
Apa yang disebutkan diatas baik kebersihan maupun ketulusan institusi tercermin dalam: kepemimpinan, tugas-tuga bidang administrasi, operasional, dan upaya-upaya membangun kapasitas/perkuatan instittusi.
Tatkala mash dikuasai oleh: 1). Kaum pahlawan kesiangan (yang sok dan merasa paling berjasa), 2). Kaum yang perekayasa untuk berebut dan menguasai posisi-posisi yang dekat atau dapat mempengaruhi kekuasaan/penguasaan, 3). Kaum hedonis simbol uang pemuja kekuasaan dan gila jabatan maka jangan harap dapat menemukan/membangun institusi bersih dan ketulusan.
Karena pada kaum-kaum itu, jiwa dan mind setnya adalah kecanduan gaya politik dagang sapi, rekayasa dan enerjinya semua tercermin dalam WPOP (Wani Piro-Oleh Piro).
Mereka ini, sesungguhnya kaum pecundang, benalu yang bagai musang berbulu domba, sarat dengan kepura puraan, supervisial, seremonial tentu saja sebatas formmalitas.(CDL-MPPrapatan261014)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana