TRANSINDONESIA.CO – Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) Hj Alamaturadiah, mendukung adanya hukuman mati bagi pelaku kejahatan pelecehan seksual.
“Hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan seksual adalah kebiri atau tembak mati,” ujar Alamaturadiah, di Kotabaru, Senin (12/5/2014).
Agar membuat jera bagi pelaku, lanjut dia, atau mungkin akan berfikir ulang bagi siapapun yang berniat akan melakukan kejahatan seksual seperti pelecehan dan pemerkosaan.
Kejahatan seksual, menurutnya, merupakan penjahat keji yang pantas mendapatkan hukuman setimpal yakni kebiri dengan memotong alat vital, bahkan bila memungkinkan tembak mati, karena pelaku itu adalah ‘predator’ alias pemangsa.
Penegasan tersebut merupakan sikap tegas LPA Kotabaru dalam merespon kian maraknya kasus pelecehan hingga kejahatan seksual yang belakangan terungkap, mulai dari kasus yang menimpa puluhan siswa TK sekolah bertaraf Internasional di Jakarta seperti JIS (Jakarta International School).
Lebih lanjut anggota Komisi II DPRD Kotabaru itu mengatakan, pelaku kejahatan seksual dewasa ini bukan hanya ada di komunitas yang perekonomiannya mapan, tapi telah mewabah hingga di lingkungan biasa, seperti yang baru saja terungkap yang dialami anak-anak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan pelaku Emon.
Bahkan berita terkini kejadian serupa juga menimpa anak-anak di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang korbannya juga tidak sedikit.
“Tidak jauh-jauh, di Kotabaru sendiri yang sempat heboh adanya tindakan asusila ternyata juga berdampak buruk bukan hanya lingkungan, tapi juga korban, karena belakangan diketahui siswa yang menjadi korban justru dibully teman-temannya sehingga jadi tertekan,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, menyikapi permasalahan tersebut, praktisi Partai PKB ini menyebut, selain hukuman berat yang diterapkan bagi pelaku, bagi lingkungan khususnya pihak-pihak terkait seperti guru juga betul-betul serius dan bisa melindungi bagi korban.
“Contoh nyata di Kotabaru, siswi yang menjadi korban pelecehan seksual ternyata justru dibully oleh teman-temannya dan yang disayangkan dewan guru tidak mengambil sikap apa-apa, seharusnya menegur atau bahkan melarangnya sehingga korban tidak tertekan,” papar dia.
Pada kesempatan itu, Hj Atul mengimbau kepada segenap orangtua agar berhati-hati jika memasukkan sekolah putra-putrinya, jangan hanya melihat penampilan luar dan slogan yang terlihat ‘mentereng’ dan bonafide, tapi hendaknya lebih jauh mengetahui apa dan bagaimana sistem pengajaran yang diterapkan sekolah yang hendak dituju itu agar tidak tertipu seperti kejadian JIS di Jakarta.(pk/tan)