Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dan Wakil Gubernur Banten, Rano Karno.(ilustrasi-transindonesia.co)
TRANSINDONESIA.co, Surabaya : Pilihan mundur atau tidak mundurnya Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang ‘berhembus’ sejak akhir Januari 2014 lalu, dan sempat menghilangnya orang nomor satu di Kota Surabaya, Jawa Timur, selama sepekan menjadi spekulasi para politis.
Hembusan itu terjadi sejak dilantiknya Wisnu Sakti Buana menjadi Wakil Walikota Surabaya pada 24 Januari 2014.
Risma tidak hadir pelantikan wakilnya yang juga merupakan sejawat partainya PDIP. Hal itu dikarenakan pemilihan Wisnu sebagai wakilnya disebut-sebut tanpa sepengetahuan Risma dan tidak sesuai prosedur.
Terlebih lagi, terjadinya pemalsuan tandatangan, dan Risma yang menyabet berbagai penghargaan untuk Kota Surabaya itu mengaku, menerima laporan bahwa Ketua Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Wali Kota Surabaya Eddie Budi Prabowo merasa tidak menandatangani kelengkapan berkas calon wakil walikota sebagaimana diminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Tidak ada tanda, kenapa ada tandatangan. Saya hanya terima tembusannya. Jadi ada proses yang tidak dilalui. Ada tandatangan yang dipalsukan,” pungkas Risma pada 30 Januari 2014, saat kemunculnya pertama di publik setelah menghilang.
Pernyataan Risma diperkuat Ketua Panlih Eddie bahwa, kelengkapan berkas persyaratan calon Wakil Walikota Surabaya yang diminta Kemendagri telah dimanipulasi.
Eddie mengaku, terakhir tandatangan berkas kelengkapan pemilihan pada 30 Oktober 2013. Saat itu ada 2 anggota panlih yang tanda tangan, yakni Eddie dan Adi Sutarwijono. Tapi saat Kemendagri meminta kelengkapan syarat pada 23 Desember 2013, tanda tangannya sudah bertambah 2 anggota panlih yakni Junaedi dan Sudarwati Rorong.
Anggota panlih yang juga dari PDIP, Adi Sutarwijono membantah pernyataan Risma dan Eddie. Dikatakan Adi, adanya tanda tangan dari 2 anggota panlih yang menyusul saat verifikasi kelengkapan tidak perlu dipersoalkan lagi, jika dipersoalkan, maka tanda tangan Eddie juga bermasalah karena ditandatangani setelah rapat.
Rano Ikut Menangis
Perhatian publik yang sangat besar terhadap mundur tidaknya Risma, yang dinilai masyarakat khususnya warga Kota Surabaya Risma merupakan sosok peduli terhadap rakyat terutama rakyatnya yang misikin dan dengan sekejab dia bisa membangun Kota Surabaya lewat tangan dinginnya.
Risma yang mendapat dukungan besar agar tidak mundur dari jabatannya, mulai dari berbagai elemen, kelompok, akademisi Surabaya sampai kiyai memberi spririt agar Risma tetap menjadi pemimpin di Kota Surabaya hingga akhir periodenya.
Sebagai wanita, Risma menitikan air matanya dihadapan masyarakat pendukungnya diruangan di Balaikota Surabaya, Selasa (18/2/2014).
Dengan lembut wanita berjilbab itu menceritakan tantangan dan perjalanan hidupnya yang kini berkecamuk sebagai Walikota Surabaya.
“Jadi tuh… perjalanan panjang sekali, yang saya rasakan sudah 10 tahun lebih. Cuman… saya mencoba bertahan meskipun selama ini kelihatan tegar. Sebetulnya saya tidak punya apa-apa lagi,” tutur Risma menyeka air matanya.
Diakuinya, isu pengunduran dirinya memang benar adanya, dan dipaksa mundur dari jabatannya. Tetapi Risma membantah jika ada tekanan politik yang kuat dari partai PDIP sebagai parta pengusungnya.
“Iya, isunya iya,” kata Risma menjawab kabar pengunduran dirinya.
“Terima kasih support-nya, mudah-mudahan menambah kekuatan saya untuk bisa bertahan,” ucapnya.
Rano Karno, rekan separtainya merasa sedih dan menangis mendengar kabar mundurnya Risma.
“Saya dengarnya begitu. Saya ikut nonton di TV dan ikut nangis juga,” kata Rano yang Wakil Gubernur Banten di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (18/2/2014).
Ditegaskan pemeran si ‘Doel Anak Betawai’, bahwa tidak ada hubungan antaran isu mundurnya Risma dengan konflik internal atau perpecahan di PDIP.
“Nggak ada, mungkin pribadi iya (ada tidak senang), tapi di PDIP nggak ada perpecahan. Maju terus!” ucap aktor yang kini memilih menjadi politisi PDIP.(lp6/yan)