Pengungsi Sinabung Desak Pemerintah Meralat Pernyataan, Mereka Malas dan Ketergantungan Bantuan
TRANSINDONESIA.co, Tanah Karo : Para pengungsi erupsi Gunung Sinabung, Karo, Sumatera Utara mengatakan, mereka sama sekali tidak nyaman di pengungsian jadi tudingan BNPB mereka malas untuk pulang ke desanya karena ketergantungan banyaknya bantuan sangat disesalakan.
“Tudingan tersebut justru bisa menimbulkan gejolak sosial. Tidak ada masyarakat yang merasa nyaman di pengungsian,” ujar seorang budayawan di Kabupaten Tanah Karo, Sastroy Bangun seperti dikutip dari Suara Pembaruan, Selasa (4/2/2014).
Bangun menuding, pemerintah terlalu gegabah dalam menuding masyarakat yang ketergantungan bantuan. Tudingan pemerintah itu seakan ingin lepas dari tanggungjawabnya dalam mengurangi beban anggaran buat pengungsi tersebut.
“Masyarakat Karo bukan bermental pengemis. Salah besar jika pengungsi tidak ingin pulang karena terlena atas banyaknya bantuan. Sebaiknya, pemerintah meralat pernyataan tersebut. Pengungsi kecewa terhadap pemerintah,” katanya.
Dia mengatakan, pengungsi belum berani pulang karena masih trauma dengan musibah awan panas Gunung Sinabung yang menewaskan 15 orang tersebut. Pengungsi mengurungkan niat untuk pulang karena takut kehilangan keluarga tercinta jika musibah itu kembali terjadi.
Banyak persoalan yang dihadapi pengungsi itu saat kembali ke desanya masing – masing. Awan panas gunung merapi itu masih mengancam meski pemerintah menyatakan aktivitas Gunung Sinabung mulai menurun. Tapi statusnya tetap “Awas”.
“Persoalan yang dihadapi masyarakat itu menyangkut kerusakan lahan pertanian, rumah maupun sekolah buat anak – anaknya. Ini belum termasuk kondisi psikologis masyarakat selama berada di pengungsian. Pemerintah diharapkan tidak lepas tangan,” ungkapnya.
Koordinator Pengungsi di Klasis GBKP Kabanjahe, Pendeta Agustinus Purba menyampaikan, masih banyak pengungsi yang merasa sangat kebingungan akibat letusan Gunung Sinabung tersebut. Tidak sedikit pula pengungsi yang mengalami stres.
“Ini terlihat ketika pengungsi itu disapa namun tidak menjawab. Mereka terlihat seperti sedang merenungkan nasib. Soalnya, lahan pertanian sudah rusak dan sekolah anak – anaknya terganggu. Pengungsi sangat terpukul atas musibah tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, penanganan terhadap pengungsi oleh pemerintah tidak mengalami hambatan. Bantuan pangan, minuman maupun air bersih, masih mencukupi. Pengungsi kebingungan karena kehilangan mata pencaharian.
Di tempat terpisah, Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho menyampaikan, pemulangan terhadap belasan ribu pengungsi dari 16 desa di sana tetap dilakukan.
“Pemulangan warga dari 16 desa itu setelah kondisi psikologis pengungsi sudah pulih. Mereka masih trauma atas musibah awan panas Gunung Sinabung yang menewaskan 15 orang di akhir pekan kemarin,” sebutnya.
Pengungsi dari 16 desa yang diperbolehkan pulang untuk pulang itu dari Kecamatan Payung meliputi Desa Cimbang, Ujung Payung, Payung, Rimo Kayu, Batu Karang. Kecamatan Simpang Empat meliputi Desa Jeraya, Pintu Besi dan Tiga Pancur.
Kecamatan Namanteran meliputi Desa Naman, Kuta Mbelin, Kabayaken, Gung Pinto, Sukandebi, dan Kecamatan Tiganderket meliputi Desa Tiganderket, Kuta Mbaru, Tanjung Merawa.
Sedangkan 16 desa yang pengungsinya belum boleh pulang adalah Desa Sukameriah, Guru Kinayan, Selandi, Desa Berastepu, Dusun Sibintun, Gamber, Kuta Tengah, Dusun Lau Kawar, Desa Bekerah, Simacem, Kutarayat, Sigaranggarang, Kutatonggal, Sukanalu, Kutagugung, Desa Mardinding, Temberun, Perbaji.((sp/ded)