Tantang Risiko Hukum Bankir

TRANSINDONESIA.CO – Tantangan Bankir saat ini jauh berbeda dengan situasi dan kondisi sebelumnya. Tantangan ini ditemukan baik internal maupun eksternal. Sifatnya cukup kompleks. Karena besarnya tantangan yang dihadapi maka hanya sedikit bankir yang mampu meniti karirnya sampai ke titik puncak. Bahkan tidak sedikit pula yang layu sebelum berkembang. Seperti apa tantangan yang dihadapi dan bagaimana melakukan langkah-langkah mitigasi risiko hukumnya?

Tantangan

Saat ini menjadi Bankir BUMN/BUMD memiliki risiko hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bankir lainnya. Disamping seluruh risiko hukum lain yang dihadapi oleh Bankir Swasta Nasional dan Swasta Asing harus menghadapi risiko hukum tindak pidana korupsi. Dalam bahasa yang vulgar dapat dikatakan negara lebih kejam dibandingkan dengan pemilik perusahaan. Setiap transaksi dalam penyaluran kredit apabila macet kerapkali dibulli menjadi tindak pidana korupsi. Sementara pada perusahaan pertanggungjawaban lebih pada akhir tahun dalam satu tahun buku.

Sulitnya menjadi Bankir saat ini setidak-tidaknya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karakteristik lembaga perbankan yang diatur dalam beberapa regulasi yang relatif banyak (complex regulated). Kedua, adanya pengelolaan risiko yang melekat (inherent) dengan kegiatan operasional. Ketiga, godaan gratifikasi. Keempat, beban target yang tinggi di tempat kerja terutama di bagian bisnis.

bank bunga tinggi

Karakteristik lembaga perbankan yang complex regulated membuat Bankir harus berselancar di tengah kepastian hukum. Relatif banyaknya regulasi justru tidak membuat adanya kepastian hukum. Regulasi yang satu dengan yang lain saling bertentangan dan masing-masing penegak hukum juga memiliki interprestasi yang berbeda sesuai dengan kepentingannya.

Permasalahan hukum ini timbul karena adanya pihak yang dirugikan akibat kesalahan dan kelalaian dari pelaksanaan tugas operasional dalam kegiatan bisnis misalnya dalam penyaluran kredit, penghimpunan dana dan pemberian jasa lainnya. Atau dapat pula timbul dalam kegiatan operasional dalam bidang supporting seperti administrasi, pengadaan barang dan jasa serta sumber daya manusia.

Pengelolaan risiko merupakan bagian yang melekat (inherent) dengan kegiatan operasional sendiri. Risiko senantiasa melekat pada kegiatan penghimpunan dana, penyaluran kredit dan penggunaan jasa perbankan. Oleh karenanya di dalam operasional perbankan diperkenalkan ilmu manajemen risiko yang diimplementasikan dalam kegiatan operasional perbankan.

Gratifikasi membuat relatif banyak bankir yang harus layu sebelum berkembang. Temuan auditor internal serta eksternal mengakibatkan harus menerima hukuman sesuai dengan peraturan disiplin. Dan jika berurusan dengan hukum pidana tidak jarang harus menjadi penghuni terali besi.

Beban target yang semakin tinggi membuat bankir berusaha keras memberikan pelayanan lebih (exelence). Produk dan jasanya terpasarkan sehingga tercapai target yang diharapkan. Rutinitas operasional perbankan tidak jarang menyimpangi ketentuan internal atau standar operasional prosedur. Penyimpangan ini dapat merupakan kesengajaan tetapi juga karena kelalaian. Kondisi seperti itu dalam praktek mengakibatkan adanya penyalahgunaan wewenang, memberi kesempatan dan sarana yang dikualifikasi sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi. Penyimpangan SOP ini juga dapat merupakan unsur Tindak Pidana Perbankan. Atau bisa juga tersengat tindak pidana umum.

Proteksi

Bagaimana perusahaan perbankan memberikan perlindungan kepada pegawainya atas risiko hukum yang dihadapinya ? Masing-masing perbankan memiliki ketentuan internal terhadap proteksi yang diberikannya. Ada yang akan memberikan proteksi kepada pegawainya secara penuh sepanjang risiko hukum itu timbul dari kegiatan operasional yang dilakukannya di Bank. Proteksi secara penuh ini diberikan berdasarkan prinsip hukum bahwa seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap menyatakan bahwa yang bersangkutan bersalah (presumtion of innocence).

Dalam pemberian bantuan hukum pidana, Bank ada yang memberikan proses pendampingan dalam pemberian keterangan kepada Penyidik Kepolisian, Kejaksaan atau sebagai saksi untuk suatu perkara ataupun tersangka maupun terdakwa apabila hal tersebut diakibatkan dari dan karena menjalankan tugas operasional Bank.

Tetapi ada juga perusahaan perbankan yang akan meminta untuk dilakukan audit secara internal terlebih dahulu. Sehingga jika terdapat fraud maka perusahaan perbankan tidak lagi memberikan proteksi bantuan hukum dan menganggap bahwa hal itu merupakan tanggung jawab pribadi pegawai bank tersebut.

Mitigasi

Biasakan yang benar, jangan membenar-benarkan kebiasaan. Ungkapan ini akan mengemuka seiring saat momentum adanya temuan Auditor Internal, adanya permintaan keterangan dalam pemeriksaan pidana dan adanya gugatan perdata. Melaksanakan tugas dengan mengikuti kebiasaan yang terus diikuti pada akhirnya akan menemukan kenyataan pahit. Padahal kebiasaan itu relatif banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan internal dan SOP yang ada. Akhirnya Bankir terjerat dengan temuan Audit Internal dan terjerat kasus hukum baik secara perdata maupun pidana.

Dalam ketentuan internal ataupun SOP terkadang tidak diatur secara teknis untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan permasalahan operasional yang dihadapi. Mensikapi hal ini sebaiknya dimintakan pendapat kepada unit kerja yang membidangi dan juga dimintakan pendapat hukum kepada Legal. Pendapat hukum ini diharapkan dapat membantu pegawai bank untuk melaksanakan tugas operasional bank dengan risiko hukum yang termitigasi. Dalam proses pemberian pendapat hukum ini diperlukan suatu kelengkapan data dan informasi agar pendapat hukum yang diberikan dapat memberikan solusi.

Jika memang terdapat adanya pemeriksaan pidana, gugatan perdata maka sebaiknya dilakukan audit internal terlebih dahulu. Ini dimaksudkan untuk menentukan hukuman apa yang dijatuhkan terhadap pegawai yang melakukan fraud. Langkah ini lebih tepat dilakukan daripada harus memberikan bantuan hukum yang begitu besar maka sebaiknya terlebih dahulu dihukum.

Bagaimana bankir harus bersikap ? Untuk aman dengan risiko hukum maka sudah saatnya untuk back to SOP. Jangan terjebak dengan prosedur dan persyaratan formal. Saat pemeriksaan pidana yang akan dicari kebenaranya adalah kebenaran dalam arti yang sesungguhnya yang bersifat materil tidak bersifat formil semata. Jangan punya niat jahat (mens rea), karena jika dapat dibuktikan maka hal ini merupakan salah unsur kesalahan yang menjadi sebab untuk dimintai pertanggungjawaban.

Bankir jangan lagi terjebak pada pencapaian target dengan menghalalkan segala cara. Keinginan untuk berprestasi adalah suatu hal yang manusiawi dan harus diapresiasi. Hanya saja pencapaian target harus dilakukan dalam koridor yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi etika perbankan maupun secara hukum. Jadi jangan menghalalkan secara cara untuk mencapai tujuan.

Kewajiban Bankir untuk mengetahui nasabahnya atau Know your customer (KYC) saat ini sudah diterapkan. Prinsip ini lebih pada penghimpunan dana. Meskipun demikian, prinsip ini seyogyanya juga pada nasabah kredit. Dengan demikian Bankir mengetahui secara persis calon nasabah peminjamnya. Dengan mengenal nasabah, maka Bankir juga mengetahui budaya hukum nasabah dalam menyelesaikan permasalahan jika terjadi perselisihan antara yang bersangkutan dengan bank. Nasabah yang senantiasa memilih jalur litigasi dalam menyelesaikan permasalahan sebaiknya dihindari.

Kedekatan dengan pegawai yang dibawah supervisi merupakan langkah yang seyogyanya ditempuh. Dengan kedekatan secara emosional dapat diketahui apakah yang bersangkutan memiliki kelemahah kompetensi untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan risiko hukum. Disamping itu juga, dengan mengetahui gaya hidupnya dalam keseharian.Dengan gaya hidup mewah dan berkelimpahan adalah sangat wajar jika atasan memiliki praduga adanya kemungkinan fraud yang dilakukan dengan memperkaya diri. Karena tidak mungkin dalam ukuran normal dengan pendapatan yang semata-mata dari bank bisa memiliki gaya hidup seperti itu. Hal ini dikenal dengan istilah Know Your Employe (KYE).

Rekomendasi

Mengingat besarnya tantangan risiko hukum bankir maka sudah perlu dipertimbangkan agar dirinya juga memiliki cadangan risiko hukum secara pribadi.

Jika terdapat permasalahan hukum maka harus dihadapi dan segera dilokalisir permasalahannya agar tidak berkembang. Sehingga pola win-win solution menjadi lebih baik untuk dikedepankan.

Memperhatikan tantangan risiko hukum maka bankir harus semakin meningkatkan profesionalisme dan dapat bersikat proporsional dalam melakukan aktivitasnya. Hubungan yang sifatnya profesional jangan sampai rusak menjadi hubungan yang terlalu personal karena dikhawatirkan integritas menjadi terganggu.

Meskipun memang menghadapi tantangan risiko hukum dalam operasional perbankan tidak mudah.

Oleh: Juneidi D. Kamil [Lembaga Perlindungan Konsumen, Property dan Keuangan-LP KPK]

Share
Leave a comment