Reklamasi “Toko Kelontong Saudagar Kapitalis”
TRANSINDONESIA.CO – Reklamasi Teluk Jakarta sebagai salah satu bentuk pencegahan degradasi lingkungan di Pantai Utara Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok tidak hanya banyak diperbincangkan tetapi juga sudah menyangkut persoalan hukum yang kini ditangani Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK).
Jakarta sebagai sentra pemerintahan dan bisnis di negara ini tentu berbagai kepentingan politik, sosial, budaya dan bisnis terpusat pula pada mega proyek yang tetap dipertahankan Ahok.
Terlepas dari isu SARA yang belakangan banyak dikatakan menciderai kebebasan partisipasi dan aktifitas demokrasi, tapi jelas terlihat sudah kepentingan corporate-corporate asing yang menginginkan reklamasi Teluk Jakarta. Karena efisiensi nilai ekonomis pembangunan di Teluk Jakarta tersebut sangat menguntungkan pemilik modal, hanya dengan mengeluarkan modal lebih rendah dari pembebasan lahan di Jakarta mereka bisa menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Lantas siapakah yang akan menikmati hasil reklamasi tersebut?, tentunya para miliarder yang mayoritas pendatang di Indonesia, sedangkan masyarakat asli Indonesia akan menjadi penonton, sebagai tamu dan sebagai kacung atas pertunjukan kemegahan tersebut.
Disisi lain, akan menjadi basis kekuatan asing di Indonesia. Pulau-pulau dikawasan Teluk Jakarta tersebut sudah bisa dipastikan hanya sebagian kecil orang asli Indonesia, sedangkan penghuninya mayoritas para pendatang pastinya dengan modal besar.
Analisis ini sudah bisa kita bayangkan ibukota negara kita diduduki asing, inilah mega skenario melebihi Proxy War yang dibawa oleh para kapitalis.
Akhir-akhir ini, seluruh penduduk Indonesia sedang dibius oleh media yang tidak lagi mementingkan independensi dalam penyiaran, kepentingan politik para kaum kapitalis lebih mendominasi sehingga pencitraan ikon pemuja kapitalis menjadi bahan bacaan dan tontonan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Sebagai rakyat kita wajib mengawalnya agar negeri ini tidak dikuasai asing maupun “aseng”, trik-trik licik para kapitalis dan telah menikmati kebebasan berinteraksi untuk saling mengingatkan bahwa kita harus menghentikan dominasi kekuatan para kapitalis dengan memberi informasi yang edukatif.
Jangan sampai Indonesia dijadikan “toko kelontong” tempat kapitalis berjualan dan sebagai bentuk perlawanan kita terhadap kaum kapitalis tersebut mari sama-sama kita serukan “Tolak Pemimpin Ikon Kapitalis” dan “Tolak Reklamasi”
Oleh: Muhammad Khairul Afdhol [Mahasiswa Pascasarjana Teknik Kimia Universitas Indonesia]