Ini Pria Otak di Balik Serangan Paris

Militan ISIS berkewarganegaraan Belgia, Abdelhamid Abaaoud menjadi otak serangan Paris.
Militan ISIS berkewarganegaraan Belgia, Abdelhamid Abaaoud menjadi otak serangan Paris.

TRANSINDONESIA.CO – Warga Belgia disebut terkait dengan serangan teror di Paris, Prancis. Bahkan, orang bernama Abdelhamid Abaaoud diyakini menjadi dalang pembantaian di Paris.

Abaaoud yang berusia 27 tahun dan dibesarkan di Brussels, kemudian melakukan perjalanan ke Suriah, di mana ia menjadi “salah satu algojo ISIS paling aktif” dan bahkan merekrut saudaranya yang berusia 13 tahun untuk melakukan jihad dengannya, demikian laporan RTL Radio.

Dia dikaitkan dengan serangan kereta di Paris pada Agustus dan serangan lain ke sebuah gereja di dekat ibu kota Prancis, namun dapat digagalkan petugas. “Dia tampaknya menjadi otak di balik beberapa serangan yang direncanakan di Eropa,” kata seorang sumber kepada Reuters.

Pada bulan Juli, Abaaoud dijatuhi hukuman in absentia 20 tahun penjara karena menjadi otak di balik sel militan yang sedang merencanakan untuk meluncurkan serangan terhadap polisi Belgia, demikian menurut AFP.

Salim Benghalem, pemilik paspor Prancis, diduga mendalangi serangan Paris dengan Abaaoud, begitu laporan NPR pada Senin (16/11/2015).

Dalam perkembangan lainnya, Presiden AS Barack Obama yang berbicara di KTT G20 di Turki, menegaskan sebuah “kesalahan” mengirim pasukan untuk berperang melawan ISIS.

“Jika AS mengirim 50 ribu pasukan ke Suriah, apa yang akan terjadi jika serangan berasal di Yaman atau Libya?” ujarnya.

Obama menambahkan bahwa semua pengungsi Suriah yang pernah memasuki AS mengalami “proses penyaringan yang ketat.”

Presiden Prancis Francois Hollande mengirim pesan yang ditujukan ke parlemen di Versailles, mengatakan bahwa RUU untuk memperpanjang keadaan darurat menjadi tiga bulan akan diperkenalkan.

“Prancis sedang berperang,” katanya, menambahkan bahwa ia akan bertemu dengan Presiden Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas strategi melawan ISIS.

Hollande juga menyerukan “kontrol terkoordinasi dan sistematis” di perbatasan Uni Eropa. “Jika Eropa tidak mengontrol perbatasan eksternal, maka itu kembali ke perbatasan nasional (negara).” Dia memperingatkan, “Ini akan menjadi pembongkaran Uni Eropa.”(fen)

Share