Wanita Saudi Tuntut Persamaan hak, Meminta Dominasi Lelaki di Akhiri

womanWoman Saudi.(istimewa)

 

TRANSINDONESIA.co, Saudi : Aktivis Perempuan Arab Saudi menuntut persamaan hak, agar dominasi laki-laki terhadap diri mereka di akhiri, terutama untuk hak memberikan kewarganegaraan terhadap suami non Saudi dan anak-anak dari hasil perkawinan Saudi dengan non Saudi.

Demikian bunyi petisi yang akan dilayangkan 25 aktivis perempuan kepada Dewan Syura (Parlemen) tepat pada hari Perempuan 8 Maret mendatang.

Dalam petisi mereka, para aktivis diantaranya, beberapa  profesor universitas, meminta kepada Dewan Syura untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi melindungi hak-hak perempuan dan menghentikan kekerasan dalam rumah tangga terhadap mereka.

Azizah Al – Yousif , salah satu aktivis yang menandatangani petisi itu, mengatakan, “Petisi ini menyusul tuntutan kami yang terabaikan sebelumnya. Kami ingin masalah kami ini diprioritaskan dan dibahas segera”.

Thuraya Obaid dan Lubna Al – Ansari, salah seorang anggota Dewan Syura, berjanji untuk membahas sebagian besar poin yang diangkat dalam petisi tersebut.

Perempuan seharusnya tidak lagi diwajibkan untuk mendapatkan izin wali laki-laki jika mereka ingin menyelesaikan pendidikan, pekerjaan, perjalanan, mengajukan gugatan di pengadilan, mendapatkan perawatan medis, mengajukan permohonan ID atau paspor, bisa melepaskan dari pusat rehabilitasi atau penjara, kata petisi itu.

Perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga harus dilindungi oleh undang-undang khusus dan memberikan perempuan hak untuk menentukan nasib sendiri juga mengakhiri kekerasan terhadap diri mereka mereka.

Misalnya ,menghapuskan hak Wali (Ayah, saudara laki-laki dll) untuk mencegah mereka menentukan pasangan hidup ( menikah ), menghentikan pernikahan dibawah umur, hak perceraian dalam perkawinan.

Para aktivis juga mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap tuntutan sebelumnya, mengenai hak mengemudi, yang telah mereka disampaikan beberapa tahun yang lalu, namun sampai saat ini tak pernah dibahas.

Termasuk didalamnya hak mendapatkan pensiun, hak untuk mendapatkan posisi tinggi di lembaga pemerintahan dan swasta.

“Keterlambatan dalam memberikan hak tersebut akan mempengaruhi jutaan wanita Arab Saudi, tidak hanya memperburuk situasi tetapi juga membahayakan terhadap kehidupan generasi mendatang,” ujar seorang aktivis kepada media.

Dalam sebuah tulisan  di Al – Riyadh Arab ,Haya Al-Manee ,mengatakan bahwa wanita Saudi selalu dianggap belum siap menentukan hak mereka.Dalam hukum kerajaan, seorang pria dianggap telah dewasa saat berumur 18 tahun dan dapat menjadi wali, namun tidak halnya dengan wanita.

Seorang anak lelaki kecil dapat menjadi wali dari saudara perempuannya yang lebih tua, logika apa yang dipakai, apakah ini dapat diterima di Syariah Islam?, tulis Haya  di Al-Riyadh.

“Dalam masyarakat kita, wanita selalu dianggap belum mampu menentukan haknya didalam segala aspek , ketika  ingin menyelesaikan kasus mereka dicatatan sipil ,untuk memperoleh Paspor ,kartu identitas dan lainnya, saya tidak tau kapan hal itu akan berakhir” demikian Haya mengakhiri tulisannya.(sg/fen)

 

Share