
TRANSINDONESIA.CO – Menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari dicabutnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), pemerintah mengeluarkan kebijakan kompensasi dari alokasi dana subsidi BBM.
Namun, pada kenyataannya kompensasi dalam bentuk 3 kartu sakti tersebut dinilai belum memberikan dampak apapun.
Bahkan menurut Ekonom IPB & Megawati Institute Iman Sugema, kompensasi tersebut bukanlah solusi untuk menstabilkan perekonomian rakyat. Dia menilai seharusnya pemerintah melakukan langkah-langkah yang lebih kongkrit.
“Solusinya bukan kompensasi. Seperti misalnya untuk harga beras, itu solusinya ya stabilisasi. Untuk kenaikan Elpiji ya konstruksinya harus diubah, kemudian konversi juga. Langkah-langkah itu lebih atraktif dari pada kompensasi,” tuturnya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Iman juga mengungkapkan, realisasi dari pemberian program kompensasi pemerintah justru malah tidak tepat sasaran. Dirinya mencatat, setidaknya 70 persen dari total yang mendapatkan kompensasi bukannya masyarakat golongan miskin. Hal itu dikarenakan data masyarakat miskin yang dimiliki pemerintah belum terupdate.
“Dari data yang kami dapatkan, yang menerima kompensasi 70 persen bukan orang miskin. Data base itu tahun 2011, itu problematik dan baru akan diperbaiki datanya pada bulan Juli. Jadi tanpa data baru, biar berapa pun kompensasi yang diberikan, gak akan menolong rakyat miskin,” imbuhnya.
Iman menyaranka, untuk kedepannya pemerintah agar tnidak berfokus pada pemberian kompensasi. Pasalnya hal itu merupakan tindakan yang percuma.
“Ke depan kompensasi ini tidak diperlukan. Pertama pemerintah ini belum punya database yang benar. Artinya pemerintah seperti hanya buang-buang uang dari helikopter,” pungkasnya.(okz/lin)