Jurnalis Terkemuka Guatemala Dijebloskan Kembali ke Penjara
TRANSINDONESIA.co | Zamora mendirikan elPeriódico pada tahun 1996. Surat kabar tersebut dikenal karena investigasinya terhadap korupsi di berbagai pemerintahan di Guatemala.
Seorang hakim Guatemala memerintahkan jurnalis terkemuka José Rubén Zamora kembali ke penjara pada minggu ini dalam sebuah tindakan yang disebut tim hukum internasionalnya sebagai “tidak manusiawi.”
Zamora pada Senin (10/3) kembali ke penjara Mariscal Zavala di Guatemala City atas perintah Hakim Erick Garcia, yang keputusannya diambil setelah pengadilan lain mencabut tahanan rumah dari pendiri surat kabar elPeriódico itu.
Jurnalis tersebut sedang menunggu persidangan lain dalam kasus pencucian uang yang menurut kelompok-kelompok kebebasan pers bermotif politik.
“Kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi dalam kasus José Rubén Zamora, karena apa yang kami lihat di sini adalah kehancuran total supremasi hukum di Guatemala,” kata Caoilfhionn Gallagher, yang memimpin tim hukum internasional Zamora, kepada VOA.
“Dia jelas tidak seharusnya menghabiskan satu hari pun di penjara. Pencabutan terbaru atas masa tahanan rumahnya ini bermasalah secara hukum, sangat tidak adil dan tidak manusiawi,” tambah Gallagher.
Zamora, 67 tahun, menghadiri sidang pada hari Senin. Menjelang akhir sidang, ia menyebut putusan itu “sewenang-wenang.”
Selama persidangan, hakim mengatakan bahwa ia dan stafnya telah diancam oleh orang-orang yang tidak disebutkan namanya, tetapi ia tidak menjelaskan lebih lanjut.
“Mereka membuatnya terpojok tanpa jalan keluar,” kata Zamora di pengadilan.
Zamora mendirikan elPeriódico pada tahun 1996. Surat kabar tersebut dikenal karena investigasinya terhadap korupsi di berbagai pemerintahan di Guatemala.
Namun pada tahun 2022, pihak berwenang menangkap Zamora dan kemudian membekukan aset surat kabar tersebut. Media tersebut terpaksa ditutup pada tahun 2023.
Pengadilan kemudian menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada Zamora atas tuduhan pencucian uang. Pengadilan banding membatalkan putusan tersebut dan memerintahkan persidangan ulang pada tahun 2025.
Tim hukum Zamora telah menolak semua tuduhan tersebut. Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Penahanan Sewenang-wenang juga telah menetapkan bahwa penahanan Zamora bersifat sewenang-wenang dan menyerukan pembebasannya.
Jurnalis tersebut menghabiskan lebih dari 800 hari di penjara sebelum pengadilan pada bulan Oktober memberinya tahanan rumah sementara ia menunggu persidangan berikutnya. Pengadilan lain pada bulan November mencabut tahanan rumah Zamora, tetapi pengacaranya dapat menunda perintah tersebut selama beberapa bulan.
Artur Romeu, direktur biro Reporters Without Borders untuk Amerika Latin, menyebut keputusan untuk memenjarakan kembali Zamora sebagai “kasus nyata penggunaan senjata yudisial.”
Merespons permintaan komentar VOA, Kedutaan Besar Guatemala di Washington mengarahkan kepada pernyataan yang dibuat oleh Presiden Guatemala Bernardo Arevalo pada awal minggu ini.
“Ini benar-benar merupakan kasus tidak berdasar yang menunjukkan krisis terburuk pada sistem peradilan kita dan menyoroti strategi kriminalisasi yang diterapkan oleh Kementerian Publik,” kata Arevalo pada hari Senin.
Kementerian Publik merupakan Kementerian Kehakiman di Guatemala. Lembaga tersebut dipimpin oleh Jaksa Agung Maria Consuelo Porras, yang telah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa pada 2024 karena “merusak demokrasi,” termasuk dengan menarget sejumlah jurnalis dan mencoba mencegah Arevalo ke tampuk kepresidenan.
Dalam masa kurungan sebelumnya, Zamora berada dalam kondisi yang Gallagher gambarkan sebagai “tidak manusiawi dan merendahkan” dan sebuah pelanggaran terhadap standar internasional.”
Kondisi kesehatan Zamora membaik ketika berada dalam tahanan rumah, ucap Gallagher, namun kini tim kuasa hukumnya khawatir dengan situasi penjara tempat ia kembali ditahan. [voa]