Yusril Sebut Tragedi 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat, Amnesty: Pernyataan Itu Tak Akurat

TRANSINDONESIA.co | Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, soal kasus 1998. Menteri Kabinet Merah Putih itu menyebut tragedi 98 tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.

Menurut Usman, pernyataan itu tidak akurat, baik secara historis maupun hukum. Selain itu, komentar tersebut juga menunjukkan sikap nir-empati terhadap korban dan mereka yang mendesak negara untuk menegakkan hukum.

“Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia,” katanya saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2024.

Dia mengatakan, pernyataan yang keluar dari pejabat negara itu tak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar. Terlebih Yusril merupakan menteri yang mengurusi soal legislasi bidang HAM.

“Ini sinyal pemerintahan baru yang mengaburkan tanggung jawab negara, terutama dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” ucapnya.

Usman mengatakan, kewenangan penentuan kategori pelanggaran HAM berat ataupun tidak, bukan dilakukan oleh presiden ataupun menteri. Menurut dia, kewenangan itu berada di pengadilan HAM.

“Pernyataan itu juga mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta dan penyelidikan pro-justitia Komnas HAM,” ujarnya.

Padahal, kata Usman, penyelidikan Komnas HAM telah menyimpulkan sejumlah tragedi 1998 merupakan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Adapun hasil penyelidikan Komnas HAM itu telah diserahkan ke Jaksa Agung.

Komnas HAM telah merespons pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyoal tragedi 1998 itu.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, bahwa lembaganya telah melakukan penyelidikan pro-justitia terhadap sejumlah tragedi di 1998.

Di antaranya ialah peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999.

“Komnas HAM menemukan adanya pembunuhan, penghilangan paksa, perampasan kebebasan, dan kemerdekaan fisik,” ujarnya saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2024.

Dia mengungkapkan, hasil penyelidikan yang telah rampung sejak 2002 itu telah mendapatkan kesimpulan. Komnas HAM, katanya, menemukan terjadinya tragedi kemanusiaan, sehingga hal itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. (tempo.co)

Share