Kuasa: Amanat yang Harus Dipertanggungjawabkan
TRANSINDONESIA.co | Kekuatan akan menjadi bagian kekuasaan untuk mendominasi dan dominan dalam penguasaan sumber daya. Kekuatan secara politik ekonomi sosial dan budaya akan berdampak pada daya tahan dan daya tangkal bahkan daya saing bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Kekuatan dan kekuasaan menjadi idola sekaligus arena konflik bagi perebutan pendominasian maupun penguasaan sumber daya.
Kekuasaan merupakan amanat untuk melepas belenggu penderitaan rakyat.
Amanat dapat dimaknai sebagai tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan. Di dalam Undang Undang pun memberikan amanat untuk para petugas yang memegang : jabatan, kewenangan dan kekuasaan. Apa yang dipercayakan menunjukan milik si pemberi kepercayaan.
Jabatan, kekuasaan, kewenangan itu titipan. Itu milik rakyat. Bagaimana tatkala amanat tersebut dijadikan pasar, diperjual belikan, secara sewenang wenang?
Bagaimana rasa sang pemilik amanat tadi? Tentu saja kecewa, marah, malu. Pada puncaknya akan mengambil kembali amanat itu dengan cara mereka sendiri. Entah dengan turun ke jalan, merusak, melawan, main hakim sendiri dsb.
Kepercayaan seringkali diganti dengan janji janji manis yang terlalu mudah diucapkan. Namun lagi lagi janji tinggal janji bahkan tatkala kuasa ada amanat dari rakyat diperjualbelikan.
Jabatan, kewenangan, kekuasaan merupakan titipan. Tatkala cara mendapatkannya dari beli atau apa money politik, saat kuasa di tangannya maka bukan rakyat yang diinhatnya melainkan akan “golek balen dan golek bathen”.
Siapa yang dihajarnya? Sudah pasti rakyat sang pemilik amanat tadi.
Apa yang dilakukannya ? Bagaimana mati matian melanggengkan jabatan, kekuasaan dan kewenangan. Munculah grup, klik, kroni, semakin besar, akan semakin mengakar mendominasi dan dominan. Analoginya bagai seekor naga yang kuat luar biasa, bisa di darat, di laut, di udara bahkan memiliki semburan api. Jangankan melawan, ngrasani saja bisa mati. Siapa saja yg berseberangan atau dianggap membahayakan akan dimatikan karier bahkan hidup dan kehidupannya.
Naga akan memelihara anak anak naga. Orang jahat tidak tahan dengan orang baik. Mereka gerah dengan perubahan. Mati matian mempertahankan status quo. Mereka takut kehilangan previledge nya. Kekuatan mereka dibangun dengan gaya mafia ” wani piro”. Loyalitasnyapun akan dinilai dari kerelaannya berkorban dan dikorbankan. Jabatan, kekuasaan, kewenangan yang berdampak pada sumber daya besar akan dianggap jabatan basah, jabatan strategis. Sudah pasti dikuasai mereka dan hanya kaum yang direstui mereka yang bisa bertahta di sana.
Dalam menentukan jabatan, kekuasaanpun ada bargaining, tidak hanya uang tetapi juga politis yang mungkin saja dari luar. Munculah titipan. Dari titipan politik sampai titipan vendor semua bisa terjadi. Bahkan mafiapun bisa tahu sepak terjang kebijakan yang ada di internal.
Tatkala amanat sudah disalahgunakan melampaui batasnya maka rakyat bahkan Tuhan akan marah. Memberi tanda bahwa kuasa sudah jumawa maka akan berdampak pada petaka. Kerakusan membutakan, dan kejumawaan merasa paling segalanya. Sadar, kembali kepada keutamaan memang tak mudah. Bukan sebatas perintah, marah, atau mengancam. Tetapi juga keteladanan. Serigala tidak akan mampu diteladani para domba. Serigala dijadikan gembala maka hanya akan menyantap dombanya. Tidak akan mencari domba yang hilang. Maka akan terus berkelit dengan pembenaran pembenarannya.
Akuntabilitas atau pertanggungjawaban merupakan suatu kewajiban atas suatu amanah dan kepercayaan yang diberikan ( kewenangan, kekuatan dan kekuasaan ). Tanggungjawab para pemegang kuasa setidaknya dapat dikategorikan secara moral, secara hukum, secara administrasi, secara fungsional dan secara sosial.
1. Akuntabilitas secara moral, dimulai dari niat
Penggunaan kewenangan, kekuatan dan kekuasaan yang dikaitkan dari keutamaan dan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab yang diamanatkan. Moralitas juga dikaitkan dengan kepatutan secara fungsional maupun sosial. Semakin tinggi posisinya semakin besar dan berat tanggungjawab moralnya. Moralitas juga dikaitkan dengan peran dan fungsinya sebagai role model dengan karakter maupun keunggulannya.
2. Akuntabilitas secara hukum,
Amanat atas tugas dan tanggungjawab berkaitan dengan kewenangan, kekuatan dan kekuasaan yang dapat berdampak kontra, produktif yang dapat menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas bagi perorangan maupun bagi orang banyak. Akuntabilitas secara hukum dapat dilihat dari perspektif hukum dan keadilan penggunaan kewenangan dan kekuatan serta kekuasaan sejalan dengan apa yang menjadi keutamaan dan amanat Undang Undang. Kalaupun ada diskresi, alternative dispute resolution maupun restorative justice tetap pada koridor, keadilan, kemanusiaan, keteraturan sosial maupun edukasi.
3. Akubtabilitas secara administrasi,
Inti administrasi berkaitan dengan prinsip prinsip manajemen ( kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Kesemuanya berbasis pada SOP ( standadart operational procedure) yang beris
i : job description dan job analysis, standardisasi keberhasilan pelaksanaan tugas, sistem penilaian kinerja, sistem reward and punishment dan etika kerja.
4. Akuntabilitas secara fungsional,
Penggunaan kewenangan, kekuatan dan kekuasaan dikaitkan dengan fungsi dari institusi maupun birokrasinya. Penggunaan kekuatan, kewenangan dan kekuasaan adalah sesuai atau sejalan dengan apa yang seharusnya. Agar dapat beroperasional secara profesional sebagaimana di atur dalam SOP.
5. Akuntabilitas secara sosial,
Penggunaan kewenangan, kekuatan dan kekuasaan dikaitkan atau bertujuan bagi semakin manusiawinya manusia, meningkatnya kualitas hidup masyarakat, mewujudkan dan menjaga keteraturan sosial. Juga bagi kedaulatan ketahanan daya tangkal bahkan daya saing.
Akuntabilitas dalam pendekatan lima point di atas saling terkait satu sama lainnya, yang akan menjadi landasan bagi implementasi nilai nilai inti ( core value ) menuju keutamaannya. Dasar akuntabilitas atas kuasa yang merupakan amanat dibangun dari kesadaran, gaya hidup, habitus maupun disiplin.(Chrysnanda Dwilaksana).
Lembah Someah 221123