Reno Rafly, M.S.: Kompetensi Standar Dokter Perlu Single Source of Truth

TRANSINDONESIA.co | Oleh: Muhammad Joni, SH., MH.,
Advokat/Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Alumni Universitas Sumatera Utara (USU).

Diracik dari Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang fenomenal, bahwa norma Satu IDI itu Konstitusional, juga Pasti. Diulas ringan dalam buku ‘Jejak Advokasi Satu IDI – Rumah Besar Profesi Kedokteran’, satu literasi mempertahankan norma UU Praktek Kedokteran.

Buku ‘Satu IDI’ ini mengubak denyut advokasi rumah besar profesi dokter. Juga, rekam aksi, gelut pemikiran, pun skills praktis litigasi mengawal konstitusionalitas Satu IDI: norma yang pasti! Yang berusaha dinarasikan lugas dan indah bagai Aurora Borealis –agar bedah yuridis dicerna santuy, ngotak, praktis. Tanpa kengerian alkisah bedah medis. Penulis melekatkan frasa “perlindungan kesehatan rakyat dengan satu standar kompetensi” pada takwil ‘Satu IDI’. Menjadi ‘Satu IDI, yang Pasti & Pro Rakyat. Manfaat ‘Satu IDI’ itu gayeng juncto happiness untuk semua. Bukan urusan kaum dokter dan dunia kedokteran, saja. Inilah sajian nomor 42 dari 68 tulisan Buku ‘Satu IDI’.

**

Pendapat Reno Rafly, M.S yang ahli dalam bidang perilaku organisasi yang lulus dari New York University di hadapan sidang MK, makin menguatkan pentingnya satu IDI. Menurut Reno Rafly, M.S. “…dalam organisasi profesional yang merumuskan kompetensi standard sepenting dokter, adanya lebih dari satu organisasi akan berbahaya karena potensi dalam menciptakan ambiguitas dalam “standar dan kompetensi profesional”, tidak ada “single source of truth” atau “satu sumber kebenaran”, dan tidak ada akuntabilitas yang jelas”.

Berikut ini disajikan pendapat lengkap Reno Rafly, M.S. yang berjudul “Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dari Sudut Pandang Perilaku Organisasi, Sistem, dan Sumber Daya Manusia (Terkait pengujian materi UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran dalam Perkara No.10/PUU-XV/2017)”.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya muliakan Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

Sebelum saya mulai, izinkan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Reno Rafly, salah satu Diaspora yang baru kembali ke Jakarta Januari lalu. Pendidikan saya adalah S1 dalam bidang Psikologi (lulus Magna Cum Laude) dan S2 dalam bidang Organizational Behavior, atau Perilaku Organisasi, dari New York University, dimana saya mendapat beasiswa dan lulus dengan hasil terbaik.

Pengalaman saya kurang lebih 10 tahun di New York dalam bidang Organization Development dan Human Capital atau sumber daya manusia. Saya juga menjadi dosen psikologi organisasi di City University of New York dan dosen tamu di UI dan Trisakti. Saya juga aktif dalam Society of Industrial/Organizational Psychology (SIOP) divisi 14 dalam naungan American Psychological Association (APA).

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

IDI telah meminta kesediaan saya untuk memberikan pandangan tentang permasalahan organisasi IDI saat ini dari sudut pandang perilaku organisasi (behaviour organization), sistem, dan sumber daya manusia (human capital). Harap dicatat bahwa saya tidak memiliki afiliasi dengan IDI dan tidak memiliki kaitan secara personal apapun di dalamnya.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,
Berdasarkan etimologinya, organisasi adalah dimana terdapat dua orang atau lebih yang membentuk suatu entitas dengan visi bersama untuk mencapai suatu tujuan.

Ketika kita melihat mengapa kita membutuhkan sebuah organisasi untuk profesi tertentu di sebuah negara, yang juga meliputi dokter, ada beberapa alasan utama, yaitu:

(a) Bahwa ada kebutuhan masyarakat untuk mengetahui “single source of truth” atau “satu sumber kebenaran” di mana mereka bisa kunjungi dan berkonsultasi (juga mempunyai akuntabilitas)

(b) Organisasi profesi, seperti untuk dokter, dibutuhkan untuk “Ketahanan Negara”, untuk melindungi bangsa dan masyarakat dari ancaman internal dan eksternal.

(c) Organisasi profesi dibutuhkan untuk memajukan penelitian, pendidikan, dan inovasi, di mana dokter, masyarakat umum, dan pemerintah memiliki kepentingan untuk berinteraksi, mendiskusikan gagasan, dan memecahkan permasalahan demi kepentingan publik.

(d) Organisasi profesi dibutuhkan untuk menyediakan tempat yang aman bagi para anggotanya untuk mengemukakan gagasan, mendiskusikan dan berdebat satu sama lain dengan saling menghormati demi kemajuan pengetahuan mereka, kemajuan profesi, dan untuk melayani kepentingan publik.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

Dunia saat ini berada di tengah ketidakpastian. Dari AS dengan krisis kepemimpinan dan bencana alam saat ini, ke Eropa dengan pengungsi, terorisme dan Brexit, ke Asia dengan bangkitnya ekonomi digital dan krisis kemanusiaan di Rohingya.

Di Indonesia, dengan 17.000 pulau dan sekitar 260 juta penduduk, rakyat membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah untuk menjadi tumpuan dalam memberikan kepastian dan rasa aman dalam membangun kehidupannya.

Siapakah yang dimaksud rakyat ini? Ini termasuk anak-anak yang membutuhkan akses kesehatan dasar dan pendidikan, yang perlu tumbuh sebagai pemimpin masa depan. Ibu-ibu yang membutuhkan nutrisi dan pengetahuan yang memadai dalam perawatan kesehatan keluarganya, serta para ayah untuk dapat bekerja dan memberikan nafkah bagi keluarga mereka.

Jika kita melihat Maslow’s Hierarchy of Needs, atau Hirarki Kebutuhan, manusia mempunyai kebutuhan dasar dan kebutuhan fisiologis yang perlu dipenuhi terlebih dahulu untuk mencapai self-actualization, atau aktualisasi diri, dengan mengembangkan potensi dirinya.

Maslow’s Hierarchy of Needs: a theory of psychology by Abraham Maslow in his 1943 paper “A theory of Human Motivation” in Psychological Review. Image source: https://www.simplypsychology.org/maslow.html.

Oleh karena itu, untuk memiliki negara yang kuat, harus ada pemahaman yang kuat bahwa perawatan kesehatan, kesejahteraan, dan akses terhadap pendidikan yang merupakan hak asasi warga negara yang paling mendasar. Setelah kebutuhan fisiologis mereka terpenuhi, agar warga dapat melakukan yang terbaik, warga harus merasa aman. Keamanan ini mencakup kepercayaan pada pemerintah untuk menjadi tumpuan terbaik mereka.

Masyarakat kita memiliki komunitas masing-masing, tempat kerja, taman bermain, dan ikatan-ikatan di dalam masyarakat lainnya. Oleh karena itu mengapa Rukun Tetangga, Rukun Warga, dan organisasi berbasis komunitas serta berbasis profesi lainnya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan “sense of belonging”. Kebutuhan ini sangat penting bagi bangsa untuk dilindungi.

Komitmen bangsa ini adalah dalam merangkul keragaman dan inklusivitas, terlepas dari jenis kelamin, agama, ras, dan etnisitas: “Bhinneka Tunggal Ika” berbeda tapi satu. Inilah yang diyakini para pendiri bangsa sebagai inti dari membangun sebuah bangsa. Dengan banyak perbedaan dan budaya, Indonesia menjadi kuat saat kita merangkul keragaman sebagai bagian dari identitas bangsa.

Aktualisasi diri terjadi ketika masyarakat siap untuk berkarya dan disupport dengan sarana yang mereka perlukan untuk bisa berprestasi. Kebutuhan tersebut yaitu self-esteem, atau percaya diri, dan self-efficacy, kemampuan diri, istilah yang diperkenalkan oleh seorang psikolog, Albert Bandura, pada tahun 1977, yang didefinisikan sebagai “keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk unggul dan menyelesaikan sebuah tugas.”

Saat ini, terdapat tantangan dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan bangsa kita. Menurut OECD, atau Organization for Economic Cooperation and Development, dalam laporan tahun 2014, harapan hidup di Indonesia hanya sampai dengan 70 tahun, sepuluh tahun lebih rendah dari rata-rata OECD, yaitu 80 tahun. Angka kematian bayi adalah 26 kematian dari 1.000 kelahiran, lebih tinggi dari rata-rata OECD, yaitu 4 dari 1.000. Pada tahun 2015, hampir 40% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas adalah perokok harian, dengan biaya triliunan rupiah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengobati penyakit-penyakit yang terkait. Maka jelaslah bahwa kita perlu mengembangkan sistem pendukung yang kuat untuk memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan, sarana, dan menyediakan tempat yang aman bagi mereka untuk memajukan bangsa ini.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

Dalam konteks ini, dokter Indonesia adalah bagian dari warga negara yang perlu dilindungi dan diberi ruang yang aman bagi mereka untuk mengembangkan pengetahuan, profesinya, untuk memajukan bangsa kita dan melayani masyarakat. Mereka adalah talenta-talenta yang penting bagi negara. Sangat penting bagi masyarakat untuk percaya pada dokter mereka, dan oleh karena itu penting juga bagi para dokter untuk mempercayai pemerintah dan sistem, bahwa mereka diberi keamanan dan sarana prasarana yang memadai dalam membantu pasien-pasien mereka.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

Jika kita melihat tujuan IDI di dalam AD/ART tahun 2015, IDI bertujuan: “1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” dan “2. Memadukan segenap potensi dokter di Indonesia, meningkatkan harkat, martabat, dan kehormatan diri dan profesi kedokteran di Indonesia, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan sejahtera.”

Jadi, tujuan IDI adalah sebagai wadah pemersatu bagi dokter-dokter di seluruh Indonesia untuk berkolaborasi dan meningkatkan profesinya, untuk melayani kepentingan publik, di bawah payung UUD 1945.

Dengan 140.000 anggotanya, yang tersebar di berbagai wilayah geografis, dengan berbagai ras dan etnis, adanya konflik tentu tak terelakkan. Anggota mungkin memiliki beragam minat dan kebutuhan dan melihat kesempatan untuk mengemukakan kebutuhan mereka. Tantangan ini terjadi di semua jenis organisasi, baik swasta maupun publik. Dalam ilmu organisasi, konflik tidak hanya tak terelakkan, tapi diperlukan dan penting untuk memupuk inovasi. Tanpa konflik, asumsi-asumsi tidak akan ditantang dan riset mungkin tidak akan maju.

Berdasarkan sebuah penelitian pada tahun 2016 dari Akademi Manajemen menyatakan bahwa konflik meningkatkan inovasi organisasi dalam pengembangan produk baru dan memicu pembaharuan organisasi.

Untuk memenuhi tantangan saat ini dan masa depan, IDI sebagai sebuah organisasi harus berkembang, dengan memahami kebutuhan anggotanya dan memberikan suasana yang aman bagi mereka untuk mengemukakan gagasan, opini, untuk memajukan profesi dan terus melayani kepentingan publik.

Apakah penting untuk Indonesia memiliki satu organisasi profesi untuk dokter? Ya, dan IDI adalah wadah yang cukup untuk tujuan ini. Sebagai ilmuwan organisasi, saya melihat IDI sebagai satu kesatuan yang melindungi masyarakat dan anggotanya dari ancaman internal, seperti menemukan solusi untuk mencegah penyakit, dan ancaman eksternal, seperti masuknya dokter-dokter asing yang belum tentu mempunyai kepentingan terbaik untuk bangsa Indonesia.

Apakah IDI perlu berubah? Ya, IDI perlu berkembang dan terus meningkatkan pelayanan bagi anggotanya dan masyarakat. Lalu bagaimana cara untuk mengatasi masalah konflik dalam organisasi seperti IDI? Dalam konsep organisasi, jawabannya adalah mencari superordinate goals, yaitu tujuan tertinggi yang ingin diraih setiap anggota di dalam organisasi tersebut. Sehingga, tiap-tiap anggota bisa bekerja sama dan berkolaborasi dalam meraih superordinate goals yang sudah disepakati bersama. Lalu untuk pelaksanaanya, harus dibentuk good governance system sehingga terjadi trust.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

Mungkin ada yang berpendapat bahwa adanya lebih dari satu organisasi profesional diperlukan untuk mencegah monopoli dan mewujudkan persaingan yang sehat. Ini mungkin benar di industri swasta, di mana persaingan diperlukan di pasar dan bagi perusahaan untuk menurunkan biaya guna meningkatkan nilai dan efektivitas.

Namun, dalam organisasi profesional yang merumuskan kompetensi standard sepenting dokter, adanya lebih dari satu organisasi akan berbahaya karena:

1) Potensi dalam menciptakan ambiguitas dalam “standar dan kompetensi profesional”.

2) Tidak ada “single source of truth” atau “satu sumber kebenaran”.

3) Tidak ada akuntabilitas yang jelas.

Ketiga efek potensial ini tidak diragukan lagi dapat menyebabkan ketidakpercayaan pasien terhadap dokter mereka, dan dapat menyebabkan efek bola salju yang menjadi ancaman lebih besar pada kesehatan masyarakat dan ketahanan bangsa.

Sebagai perbandingan, saya ingin menjelaskan bahwa American Medical Association (AMA) adalah satu-satunya organisasi profesional untuk dokter di A.S. yang didirikan pada tahun 1847 dan saat ini memiliki sekitar 240 ribu anggota. Seperti organisasi lainnya, AMA memiliki tantangan tersendiri. Namun, AMA memiliki kepercayaan publik dan terus melayani sebagai advokat kesehatan di A.S.

Berdasarkan deklarasi World Medical Association (WMA) ke 5, dimana IDI adalah salah satu anggotanya, menyatakan bahwa “metode yang merupakan standar internasional untuk menilai kompetensi dan kinerja profesional harus dikembangkan dan diterapkan dalam pendidikan kedokteran Basic Medical Education (BME), Post Graduate Medical Education (PGME), dan Continuing Professional Development (CPD).”

Ini berarti harus ada satu standar profesional, termasuk di Indonesia, untuk memastikan kompetensi profesional tertinggi. Ini berarti satu organisasi profesi tunggal tidak hanya diperlukan, namun juga sangat penting untuk memastikan kompetensi dan standar tertinggi dari penyedia layanan medis di Indonesia.

Akhirnya, dalam kesempatan ini, saya ingin menyatakan bahwa IDI harus dilihat sebagai simbol persatuan untuk melindungi dan melayani rakyat kita – “Bersatu Kita Teguh.” Selama IDI tidak menyimpang dari tujuannya dan dari UUD 1945, maka adalah tanggung jawab kita bersama, pemerintah juga masyarakat, untuk melindungi hak-hak dokter, dan melindungi IDI sebagai organisasi profesinya, agar dokter tetap dapat mengaktualisasikan dirinya dan memberikan layanan kesehatan terbaik untuk seluruh rakyat Indonesia.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,

Nasib publik dan masa depan bangsa ini ada di tangan Majelis Hakim. Saya sangat percaya bahwa Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi akan membuat keputusan berdasarkan kebaikan publik dan masa depan keluarga kita serta negeri yang kita cintai ini.

Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tabek. (Bersambung #43)

Share