TRANSINDONESIA.co | Berbicara wayang berbicara akan hidup dan kehidupan di masa lalu masa kini bahkan di masa depan. Wayang merupakan suatu kearifan lokal yang mengglobal. Kisah kisah wayang bisa bersumber dari kitab suci, epos hingga berbagai cerita. Wayang menggambarkan nilai nilai luhur akan keutamaan hidup. Kisah Ramayana dan Mahabarata menampilkan keangkaramurkaan vs keutamaan, walaupun di situ ada penengahnya. Dari kisah kelahiran, kehidupan, percintaan, supata hingga karma semua ada. Kebenaran dan keadilan menjadi pemenang.
Dalam kisah kisahnya ada pengembangan kearifan lokal memasukan tokoh tokoh sang pamomong, sang pencerah. Semar dengan para punokawannya menjadi ikon dalam pedalangan wayang purwo. Semar tokoh yabg serba samar yang sejatinya adalah Sang Hyang Ismaya. Semar dan para punokawan lainnya Gareng, Petruk dan Bagong pada puncak cerita akan muncul dalam goro goro. Banyolan lucu berisi wejangan nilai nilai luhur sebagai wujud guyon maton atau guyon parikeno.
Walaupun dengan cara bercanda nilai nilai kehidupan yang sarat makna ditransformasikan. Dalam perkembangannya jenis dan bentuk wayang terus berkembang. Wayang Purwo, Wayang Orang, Wayang Klithik,Wayang Beber, Wayang Wahyu, Wayaang Sadat, Wayang Suket, Wayang Golek, Wayang Ukur, Wayang Potehi, Wayang Thi Thi, Wayang Kemerdekaan, Wayang Kampung Sebelah, Wayang Kancil, Wayang Diponegoro, Wayang Bali, Wayang Kamasan dan sebagainya. Di Kamboja, Thailand, India, Vietnam dll ada juga model model wayang.
Tatkala mempelajari falsafah hidup bahagia dari Ki Ageng Suryomentaram terbesit mentransformasikan dalam Wayang Jiwo. Pada saat kongkow kongkow pagi dengan mas Joko Kisworo ( Jokis)membahas tentang ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang ” Begjo”, kebahagian hidup. Tiba tiba sahabat mas Jokis entah siapa menelponnya membahas tentang seorang dalang. Entah apa yang dibicarakan. Yang saya dengar hanya kalimat :” lebih baik menggunakan bahasa jawa”. Tatkala mendengar hal itu sontak pikiran saya mak bedunduk keingatan akan pitutur luhur Ki Ageng Suryomentaram dapat ditampilkan melalui wayang. Saya berpikir bahwa ki Ageng mengajarkan ” Kawruh Jiwa”. Mengapa tidak dipentaskan ajaran ajaran beliau dalam suatu pertunjukan. Tanpa mengabaikan pakem pehalangan tetap dapat menampilkan sosok penutur luhur dengan nama Ki Gede Mbringin sebagai nama lain Ki Ageng Suryomentaram. Temanya dapat membahas ajaran ajaran dari buku Ki Ageng sebagai babon kitabnya yang dikumpulkan putranya dr Grangsang Suryomentaram. Ada lima buku yang berisi bab bab tentang kawruh jiwa. Tentu saja improvisasi dapat dikembangkan.
Tuturan ajaran Kawruh Jiwa tadi dapat di awali dengan suluk. Tentu ini bisa dilakukan dengan tembang tembang atau seloka seloka yang berisi inti dari hidup bahagia. Dalam pementasan wayang jiwa tentu juga membutuhkan dialog yang kadang lugu lucu nyebelin hingga menjungkirbalikkan fakta. Tokoh lucu lugu jujur namun sakti mandraguna dan berbudi luhur dapat ditokohkan dengan nama :” Sluman, Slumun, dan Slamet”. Sluman Slumun dan Slamet sejatinya merupakan satu kesatuan yaitu jiwa yang eling dan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dialog dialog antara Ki Gede dengan masyarakat kebanyakan dan dengan punokawan Sluman Slumun Slamet dapat menjadi suatu adengan ” guyon parikeno, guyon maton”. Semu ini menjadi ikon dan simbol atas jiwa yang hidup. Jiwa yang bahagia yang ditemukan dalam hidup dan kehidupannya.
Tentu saja manusia yang bahagia dengan jiwa jiwa merdeka, jiwa yang penuh ketulusan hati yang bebas dari berbagai belenggu jiwa. Semua ini sejatinya untuk sangkan paraning dumadi. Urip ono lelabuhan dan menjadi berkat bagi hidup dan kehidupan. Manfaat atas keberadaan sebagai manusia yang menginspirasi menjadi enerji positif membangun sesuatu dengan guyup rukun. Ada kepekaan kepedulian serta bela rasa bagi semakin manusiawinya manusia.
Dalam kisah wayang ada plot plot yang menjadi sumber petaka dan dosa yang akan dilebur atau dihukum dengan kematian. Kita bisa mengambil contoh dari Mahabarata. Mengapa perang Baratayudha terjadi? Basudewa Krisna sering menjadi pihak yang dipersalahkan terjadinya perang besar Baratayudha. Krisna sebagai awatara Wisnu menitis ke dunia karena ada sesuatu misi menegakan kebenaran dan keadilan. Krisna mampu melihat masa depan, mampu menghentikan waktu bumi berputar dan mampu membuat strategi. Akar masalah dari perang Baratayudha antara lain:
1. Keserakahan yang terus turun temurun. Dsri dewi Setyawati, Destrarata, Gandari, Sangkuni hingga Duryudana dan para Kurawa.
2. Sikap iri hati terhadap prestasi pandawa dan ingin merampas hak Pandawa sehingga ingin mencelakakan sampai membunuhnya.
3. Kejumawaan Duryudana yang menimbulkan rasa dendam mendalam sejak usia kanak kanak.
4. Cinta buta dsri Raja Destrarata dan Dewi Gandari serta Sangkuni yg memanjakan dan pmenghasutnya
5. Bisma yang Agung yang bersumpah membela dan menjaga tahta Hastinapura namun terbelenggu Duryudana.
6. Guru Durna yang mengejar materi dan keduniawian bagi membahagiakan Aswatama anaknya sehingga terjebak pada hasutan Sangkuni dan Duryudana
7.Dendam Karna kepada para Pandawa terutama kepada Arjuna. Yang dimanfaatkan Duryudana sehingga terjebak pada sumpah dan janji persahabatanya.
8. Pembakaran Pandawa dan ibu Kunti di istana Warnabrata
9. Kekalahan Pandawa dalam permainan dadu dengan Sangkuni yang berdampak pelecehan terhadap Drupadi maupun para Pandawa yang berdampak pada 0engasingan Pandawa selama 12 tahun dan penyamaran selama 1 tahun.
10. Sumpah Drupadi yang mengutuk dan dendam terhadap Kurawa.
11. Sumpah Bima untuk membalas dendam dan menumpas seluruh kurawa
12. Penghinaan terhadap Basudewa Krisna yang menjadi duta perdamaian yang ditolak Kurawa
13. Karma atas kutukan dari para tokoh tokoh Kurawa dari Bisma yang Agung, Guru Dorna, Raja Angga Karna, Raja Salya, Jayadrata, Duryudana, Dursasana, para Kurawa
Basudewa Krisna memahami hal tersebut bahwa perang memang harus terjadi untuk menumpas angkara murka. Jiwa adalah kebebasan. Walaupun dalam perang Bharatayuda Krisna maupun Baladewa sama sama tidak terlibat langsung namun strategi Krisna yang membuat Pandawa memang dan Kurawa musnah. Sumber daya akan terus dipuja diperebutkan dan menjadi simbol kejayaan berbagai cara dihalalkan untuk mendominasinya. Sehingga diperlukan kekuatan dan kekuasaan. Harapannya berasakan kejujuran kebenaran dan keadilan namun tatkala di tangan orang yang keliru makan akan digunakan sebagai higemoni dan bersekuti dengan oligarki. Moralitas kunci memegang kekuatan dan kekuasaan agar bermanfaat bagi patriotisme agar bangsa dan negara berdaulat berdaya tahan berdaya tangkal bahkan berdaya saing. Basudewa Krisna walaupun memihak namun ia berupaya mencerahkan dan menyadarkan akan Dharma dan Karma. Krisna sangat paham bahwa :” Kekuasan simbol kejayaan sekaligus simbol kejumawaan dan pemenuhan kepentingan”.
Seringkali pengatasnamaan menjadi legitimasi dan justifikasi dengan memanfaatkan berbagai kekuatan dan kekuasaan termasuk kesucian kaum beriman untuk mencapai tujuan. Pembenaran dan saling membuli menjadi sesuatu yang terus dilakukan walau merusak peradaban. Sivis pacem parabelum. Kalau mau berdamai harus siap berperang. Hidup dalam suatu peradaban diperlukan kemampuan dan kekuatan untuk memahami, membatasi, empati, peduli, saling menghormati, dan mampu saling menghidupi.
Kekuatan siap berperang untuk menjaga agar hidup dan kehidupan walau memerlukan peradaban dan kemampuan bertahan hidup namun juga menumbuh kembangkannya. Basudewa Krisna memahami akan dampak perang namun ia sadar bahwa manusia adalah mahkluk paling lemah sekaligus paling kuat. Namun untuk mengatasi kelemahannya dan mencapai kekuatanya, ia harus belajar dalam segalanya. Di samping itu manusia dituntut memiliki kepercayaan diri dan bekerja keras untuk hidup dan kehidupannya.
Kita juga dapat belajar dari kisah duka Drupadi melalui kisah :”Air mata Drupadi dan Nasihat Basudewa Krisna”. Betapa hancur hati Drupadi, marah malu kecewa, sedih semua menjadi satu. Setelah pelecehan atas dirinya oleh para Kurawa munculah sumpah yang mengerikan dari Bima dan Drupadi. Bima bersumpah akan membunuh semua Kurawa, merobek robek tubuh Dursasana dan meminum darahnya. Juga akan meremukkan paha Duryudana. Drupadi bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikeramas dengan darah Dursasana. Drupadi meratapi nasibnya mengapa ini harus terjadi pada dirinya. Amarah dan dendam berkibar di hatinya. Basudewa Krisna sahabatnya, datang memberi nasehat sebagai emoati dan solidaritas serta menguatkan Drupadi.
Dalam kehidupan ada baik dan buruk manusia diberi kebebasan memilihnya. Apa yang terjadi pada dirinya bukanlah salahnya atau kejahatannya. Melainkan takdir demikianlah terjadi. Drupadi hanyalah sebagai sarana jalan takdir itu ada.
Dalam hidup dan kehidupan sadar atau tidak stratifikasi sosial dibangun kelompok kelompok tertentu untuk mengad kekuatan. Di situlah kebaikan dan keburukan muncul. Sadar atau tidak di semua sisi ada baik dan buruknya dari sisi mana kita melihatnya. Tatkala kita mampu melihat sisi kebaikan maka angkara murka ketamakan ketidakadilan harus dilenyapkan. Dalam hidup dan kehidupan yang lemah akan tetmarginalkan, untuk kalah kalahan bahkan dikorbankan. Bagi yang kuat akan merasa paling bisa dan akan mengkerdilkan bahkan membutakan dirinya akan kebenaran. Kuasa akan mendatangkan suka tatkala tanpa darma suka akan menjadi duka.
Dalam hidup dan kehidupan yang sama hanyalah rasa, walau berbeda beda apa yang dirasakan. Dunia membutakan jiwa tatkala
Harta dan kuasa menjadikan manusia lupa. Lupa kepada sesama, lupa kepada alam lingkungannya bahkan lupa kepada Tuhannya
Kuasa yang disalahgunakan sehingga kekuasaannya digunakan untuk kesenangan pribadinya maka kekuasaan akan menjadi angkara murka dan menyengsarakan rakyatnya.
Pemimpin yang jumawa, tamak dan penuh angkara murka sejatinya tidak memiliki teman, yang dimilikinya hanyalah penjilat. Kekuasaannya akan menjadi jebakan ragawi yang fana, keutamaan dan hakekat yang baka dianggap penghalangnya. Ketamakan akan diikuti sifat iri dengki dan kikir, tiada lagi rasa peka peduli dan bela rasa bagi sesamanya.
Kesedihan Drupadi menjadi pengajaran hidup yang akan membukakan jendela hati dan pikirannya untuk dapat memaafkan. Karena perang akan menghasilkan kesedihan. Kemenangan kejayaan akan dipenuhi kesedihan dan air mata. Peperangan sebagai amarah balas dendam akan mengorbankan orang orang tercinta. Perang akan menelan orang orang yang terkena karma. Perang merupakan perjalanan hidup yang sarat dengan pengorbanan nyawa harta benda, duka lara. Penghinaan dan perlakuan tidak adil bagi Drupadi seakan melecehkan kebenaran keutamaan dan kemuliaan wanita. Pelecehan harkat martabat manusia akibat kecanduan dunia maka efeknya sangat luas.
Basudewa Krisna menjadi tempat berlindung, belajar, bertanya bagi Drupadi. Walau banyak hal disampaikan kepada Drupadi tentang hidup dan kehidupan namun harga diri Drupadi terus berkobar. Basudewa mengingatkan bahwa:” Semakin diingat maka lukanya akan semakin dalam. Kekuatan memaafkan bukan melupakan melainkan merelakan”. Kemampuan memaafkan untuk mencegah perang besar. Namun angkara murka dan kejahatan memang harus dimusnahkan bahkan Basudewa Krisna mengatakan Pandawa harus bekerja keras untuk meraih kemenangan. Dan pewaris tahta Hastina bukanlah anak anak Drupadi melainkan cucu dari Pandawa.
Drupadi saat itu hatinya hanya marah dan marah serta membalas dendam. Perang satu satunya jalan mengembalikan kehormatan. Ia antara mendengar dan amarah di hati saling bertabrakan. Dunia seakan tidak lagi membahagiakan hatinya jiwanya merasa telah didiskriminasi dan diperlakukan sewenang wenang yang dilandasi penghakiman secara subyektif, sejatinya akan menjadi pelajaran hidup yang membuka pada keutamaan dan kebijaksanaan. Jalan Tuhan adalah yang terbaik walau penuh perjuangan pengorbanan dan proses panjang yang berat untum mengikutinya. Rasa syukur akan menjadi penopang dan penyejuk jiwa yang menguatkan diri dalam menghadapi berbagai badai kehidupan.
Manusia boleh saja mengharapkan apa saja namun Tuhan memahami dan memberikan apa yang dibutuhkannya saja agar manusia bisa kembali kepadaNya. Pandanglah kebaikannya maka kebusukan bahkan kejahatannya menghilang. Demikian juga sebaliknya tatkala hanya melihat kebusukan dan kejahatannya kebaikannya akan menghilang.
Banyak orang yang lebih menderita dan mengalami kesusahan dari diri kita, tatkala mampu mengatasi merasa paling dalam hal apapun di situlah kebahagiaan ditemukan. Berpikir positif dan memberikan sesuatu dengan tulus dan apa yang terbaik akan membuka jalan keselamatan dan kebahagiaan. Buah tidak dipanen sesaat setelah ditanam melainkan memerlukan proses bahkan waktu yang cukup panjang. Demikian halnya dalam hidup dan kehidupan, hasil atau dampak suatu usaha tidak instan namun juga memerlukan proses panjang perjuangan berat bahkan mental dan keyakinan yang kuat.
Selamat Hari Wayang dariTerik di Tegal Parang 0711 21
Chryshnanda Dwilaksana