DPR dan KPK Dukung Revisi UU Pilkada untuk Cegah Oligarki Politik

TRANSINDONESIA.CO – Kehadiran investor politik dalam di setiap penyelengaraan pilkada diduga menjadi salah satu sebab maraknya korupsi pejabat publik di daerah. Dukungan investor politik kepada peserta pilkada bertujuan mendapatkan pintu masuk (akses) menguasai sumber keuangan daerah melalui berbagai program pembangunan. Para investor akan menagih imbal jasa dari pejabat daerah terpilih atas bantuan yang diberikan.

Demikian salah satu kesimpulan diskusi buku Investor Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Indonesia, yang diselenggarakan secara daring oleh Center for Indonesia Reform (CIR), Sabtu (29/8/2020). Hadir sebagai pembicara adalah penulis buku Investor Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Indonesia, Mohammad Hidayaturrahman, Direktur Pendidikan Pelayanan Masyarakat KPK RI, Giri Suprapdiono dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera.

Dalam paparannya Mohammad Hidayaturrahman mengatakan praktek investor politik kerap ditemukan di pelaksanaan pilkada di semua daerah. Motif dukungan dilakukan secara beragam tapi dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan imbal balik dari peserta pilkada yang terpilih. Imbal balik ini diberikan dalam bentuk beragam mulai dari pemberian proyek pembangunan, pengisian jabatan strategis hingga jual-beli perizinan.

“Daya rusak investor politik ini sangat besar terhadap sistem pemerintahan yang demokratis. Para investor politik punya kepentingan terhadap calon pilkada yang didukungnya. Umumnya mereka berharap bisa mendapat keuntungan lebih besar dari investasi yang diberikan,” tegas Hidayat.

Untuk menghindari peran investor politik dalam pilkada Hidayat mengusulkan diberlakukan system transaksi elektronik untuk semua kegiatan pilkada. Dengan demikian setiap penerimaan dan penggunaan dana politik oleh peserta pilkada dapat dilihat dan diperiksa secara transparan.

Share
Leave a comment