Catatan LawyeRPrudence (3): Reframing Kojo Tak Kojo Seribu Lima Ratus
TRANSINDONESIA.CO – Seringlah duduk di kedai kopi, anda akan memetik banyak kejutan pemikiran. Seperti cerita dalam film koboi lawas, warga kota di Texas memungut gosip politik dan menyebarkannya pada saat bercukur di barber shop.
Jangan anggap enteng tak berguna kalimat yang meluncur di kedai kopi dan perbincangan tidak resmi. Malah ada kampus yang membukan kelas ikhwal informal speaking, seperti latar belakang kisah sebuah film.
Justru informal speaking acap lebih jujur, jernih, dan bertenaga. Seperti kiasan idiomatik alias kalimat informal speaking “Kojo Tak Kojo Rp1.500” (“KTK 1500”) yang tenar di khalayak melayu Asahan, Tanjungbalai dan Langkat. Yang kekira bermakna, pebila kerja (kojo) digaji Rp1.000, dan pebila tak kerja (tak kojo) digaji Rp500, maka terbangun logika cerdas: lebih elok kerja tak kerja dapat gaji Rp1.500 (kojo tak kojo seribu lima ratus).
Sebelum ini, patik memahami idiom KTK 1500 yang sinistik itu untuk menjelaskan watak warga lokal yang enggan bekerja berbasis gajian kelas bawahan. Agaknya dimensi KTK Rp1.500 itu, jika dibuat sebagai kerangka positif maka kondisinya akan menjadi lompatan budaya kerja, melipatgandakan nilai kerja kecil sebagai “road to the Grand Agenda”, bukan aktifisme biasa-biasa.
Sisi elok KTK Rp1.500 itu mesti dikemas ulang alias reframing, karena mengandung dimensi optimis dan tahu menghargai diri sendiri. Tau cara melipat gandakan nilai kerja. Tabah menggiatkan satu saja agenda besar lebih bernilai guna daripada terpuruk belasan aktifisme kecil-kecil dan biasa-biasa.
Di titik inilah, perlu cerdas mendefenisikan kerja yang bukan hanya sebagai penjumlahan linier dari aktifitas, tetapi dalam framing nilai kerja yang membuatnya lebih berharga lipat ganda. Seperti berbeda membuat beberapa lembar surat korespondensi biasa dengan legal opinion, walau dalam kuantitatif jumlah halaman yang sama. Kita tak sedang membagun belasan toko tapi tengah membangun kota baru mandiri.
Itu sebabnya petik acap marah dalam hati dan sinis kepada orang yang tak tau malu mencuri gagasan, memetik skema framing rahasia atau memungut jurus “kuantum advokasi” namun tidak kembali tanpa seinci kata terimakasih.
Dan, dalam era padat HyTi, hal sederhana bisa menjadi penting dan mahal andai pandai mendefenisikan sebagai framing tindakan bermanfaat ultra. Pun demikian, jangan abai untuk dikomunikasikan dan melaporkan kepada penyewa sebagai effort dan result (E&R). Apalagi mengabaikan sebagai produksi jasa. Segera menjurnalkan dan membuat catatan dalam kolom lembar kerja, agar makin bertenaga ketika melayangkan invoice dan progress report, yang dikirimkan pada tanggal berkhasiat.
Dengan HyTi dan ritme ala KTK Rp1.500, waktu luang makin surplus. Suasana batin dan jiwa semangkin berpanorama untuk berlama-lama dalam bahagia hati: membaca puisi, menulis opini seni. Pun waktu senggang makin berkonten nikmat: berdendang Melayu Langkat yang memikat, dan olah raga mengurai lemak menjadi keringat, mencegah aliran darah lambat dan mampat.
Dengan HyTi bisa makin lama bersyukur, karena makin banyak masa yang “hidup”, terhindar dari jebakan “masa yang terbunuh” dengan aktifisme sia-sia. Hidup menjadi lebih hidup untuk menikmati panorama sekitar, dengan hati bergetar-getar. Makin berlipat waktu rehat, menikmati panorama lezat, alahai itulah saat tepat penat dilipat.
Inilah sisi elok dimensi KTK 1500 yang cerdas membuat reframing KTK Rp1500 sebagai melipatgandakan sisi manfaat atas aktifitas yang serupa. Postulatnya: reframing yang tepat membuat nilai kerja berbeda harga, walau aktifitasnya (seakan) serupa.[Muhammad Joni – Advokat]