TEORI KETERGANTUNGAN DAN RELEVANSINYA

Dalam Konteks Negara Berkembang: Analisis Kasus Indonesia dan Amerika Latin.

TRANSINDONESIA.co | Teori ketergantungan (dependency theory) adalah salah satu perspektif kritis dalam ilmu sosial yang muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai respons terhadap ketimpangan global antara negara-negara maju (pusat) dan negara-negara berkembang (pinggiran).

Teori ini dikembangkan oleh pemikir-pemikir terkemuka seperti Theotonio Dos Santos, Andre Gunder Frank, Paul Baran, dan Samir Amin, yang melihat keterbelakangan negara-negara berkembang sebagai hasil dari struktur ekonomi global yang eksploitatif.

Artikel ini akan menganalisis relevansi teori ketergantungan dalam konteks Indonesia saat ini, dengan membandingkannya dengan pengalaman Amerika Latin, khususnya dalam kerangka kebijakan United Nations Economic Commission for Latin America  (UNECLA). saya akan mencoba menghubungkan analisis teoritis dengan kasus empiris untuk memberikan pemahaman yang mendalam.

Teori Ketergantungan: Tinjauan konseptual dari para pakar pengusung

1. Theotonio Dos Santos  

Dos Santos mendefinisikan ketergantungan sebagai suatu kondisi di mana ekonomi suatu negara ditentukan oleh perkembangan dan ekspansi ekonomi negara lain.

Menurutnya, ketergantungan bukan hanya hubungan ekonomi, tetapi juga hubungan politik dan budaya yang menciptakan struktur global yang tidak setara.

Dos Santos membagi ketergantungan menjadi tiga bentuk: kolonial, finansial-industrial, dan teknologis-industrial.

Dalam konteks Indonesia, ketergantungan teknologis-industrial terlihat jelas dalam dominasi perusahaan multinasional di sektor teknologi dan industri.

2. Andre Gunder Frank

Frank memperkenalkan konsep “pembangunan  keterbelakangan” (development of underdevelopment), yang menyatakan bahwa negara-negara pinggiran sengaja dibuat terbelakang oleh negara-negara pusat untuk mempertahankan dominasi ekonomi mereka.

Frank menekankan bahwa keterbelakangan bukanlah tahap alami, melainkan hasil dari integrasi ke dalam sistem kapitalis global.

Hal ini terlihat dalam pola perdagangan global yang tidak seimbang, di mana negara-negara berkembang seperti Indonesia dieksploitasi sebagai pemasok bahan mentah.

3. Paul Baran

Baran menekankan peran kapitalisme monopoli dalam memperparah ketergantungan.

Menurutnya, surplus ekonomi yang dihasilkan oleh negara-negara berkembang dialihkan ke negara-negara maju melalui mekanisme perdagangan, investasi, dan utang.

Baran juga mengkritik elit lokal yang bekerja sama dengan kapitalis asing untuk mempertahankan status quo.

4. Samir Amin

Amin mengembangkan konsep “akumulasi pada skala global” yang menggambarkan bagaimana negara-negara pusat mengekstraksi nilai lebih dari negara-negara pinggiran.

Ia menyarankan delinking (melepaskan diri) dari sistem kapitalis global sebagai solusi bagi negara-negara berkembang. Amin juga menekankan pentingnya pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan domestik.

Kasus Amerika Latin dan Peran UNECLA

Amerika Latin sering dianggap sebagai laboratorium teori ketergantungan karena sejarah panjangnya sebagai wilayah yang dieksploitasi oleh kekuatan kolonial dan kapitalis global.

United Nations Economic Commission for Latin America (UNECLAC) memainkan peran penting dalam mengembangkan perspektif kritis tentang pembangunan di wilayah ini.

Kebijakan UNECLA

UNECLA, di bawah kepemimpinan Raul Prebisch, mengembangkan teori “center-periphery” yang mirip dengan teori ketergantungan.

Prebisch berargumen bahwa negara-negara pinggiran (periphery) mengalami deteriorasi terms of trade karena harga komoditas primer mereka cenderung menurun relatif terhadap harga barang manufaktur dari negara-negara pusat (center).

UNECLA merekomendasikan industrialisasi substitusi impor (ISI) sebagai strategi untuk mengurangi ketergantungan.

Kegagalan Industrialisasi Substitusi Impor

Meskipun ISI awalnya dianggap sebagai solusi, kebijakan ini gagal mencapai tujuannya karena beberapa alasan. Pertama, industrialisasi sering kali bergantung pada teknologi dan modal asing, yang justru memperkuat ketergantungan.

Kedua, kebijakan ini tidak disertai dengan reformasi agraria yang memadai, sehingga ketimpangan sosial dan ekonomi tetap tinggi.

Reformasi Neoliberal dan Kembalinya Ketergantungan

Pada 1980-an dan 1990-an, Amerika Latin mengalami krisis utang yang memaksa banyak negara untuk menerima paket penyesuaian struktural dari IMF dan Bank Dunia.

Reformasi neoliberal ini, yang mencakup privatisasi, deregulasi, dan liberalisasi perdagangan, justru memperparah ketergantungan dan ketimpangan.

Relevansi Teori Ketergantungan di Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang terbesar di dunia, menghadapi tantangan yang serupa dengan Amerika Latin.

Berikut adalah beberapa poin kritis yang dapat diidentifikasi:

1. Struktur Ekonomi yang Tidak Seimbang

Indonesia masih bergantung pada ekspor bahan mentah seperti minyak sawit, batubara, dan gas alam. Sementara itu, industri manufaktur dan teknologi tinggi belum berkembang secara optimal.

Hal ini mencerminkan pola ketergantungan yang dijelaskan oleh Dos Santos dan Frank, di mana negara berkembang terjebak dalam peran sebagai pemasok bahan mentah.

2. Utang Luar Negeri dan Ketergantungan Finansial

Utang luar negeri Indonesia yang terus meningkat merupakan salah satu indikator ketergantungan finansial. Menurut Baran, utang adalah salah satu mekanisme yang digunakan oleh negara-negara maju untuk mempertahankan kontrol ekonomi atas negara-negara berkembang.

3. Investasi Asing dan Eksploitasi Sumber Daya

Investasi asing sering kali dianggap sebagai solusi bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam perspektif teori ketergantungan, investasi asing justru dapat memperkuat ketergantungan. Misalnya, perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia cenderung mengekstraksi sumber daya alam tanpa memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian lokal.

4. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi

Teori ketergantungan juga menjelaskan bagaimana ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia merupakan hasil dari struktur global yang tidak adil. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir elit, sementara mayoritas penduduk tetap miskin.

Kritik dan Tantangan

Meskipun teori ketergantungan memberikan kerangka analisis yang berguna, teori ini juga mendapat kritik. Beberapa ahli berargumen bahwa teori ini terlalu deterministik dan mengabaikan peran agensi lokal dalam menentukan nasib suatu negara.

Selain itu, globalisasi dan kemajuan teknologi telah mengubah dinamika ekonomi global, sehingga beberapa asumsi teori ketergantungan mungkin perlu direvisi.

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan analisis di atas, berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan untuk Indonesia:

1. Diversifikasi Ekonomi 

Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dengan mengembangkan industri manufaktur dan teknologi tinggi.

2. Penguatan Ekonomi Lokal 

Pemerintah harus mendukung usaha kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi untuk mengurangi ketergantungan pada investasi asing.

3. Reformasi Sistem Keuangan

Indonesia perlu mengelola utang luar negeri dengan lebih bijak dan mencari sumber pendanaan alternatif yang tidak menimbulkan ketergantungan.

Saya melihat di Youtube hari ini mudah-mudah benar bahwa Indonesia akan menyesuaikan harga gas ke negara-negara yang selama ini menikmati harga murah dari Indonesia, bisa jadi ini salah satu alternatif. Sebelumnya, pemerintah juga sudah mendorong agar eksport yang berkaitan dengan sumber daya alam tidak lagi berupa bahan mentah melainkan yang sudah di olah.

Sebelumnya, Indonesia mengekspor sumber daya alamnya secara mentah dan celakanya membeli kembali dengan harga berkali lipat untuk barang yang sudah di olah menjadi barang jadi. (mudah-mudahan tidak ada penghianatan yang terjadi atas hal ini )

4. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia 

Investasi dalam pendidikan dan pelatihan keterampilan dapat membantu Indonesia bersaing di tingkat global. Untuk ini Indonesia harus membangun fasilitas pendidikan yang memadai agar bisa mendidik anak negeri menjadi tenaga-tenaga professional.

Indonesia tidak kekurangan bahan untuk ini, terbukti anak-anak muda Indonesia sudah malang melintang menjuarai Olimpiade Saint tingkat dunia, namun kerena kita tidak memiliki fasilitas pendidikan yang memadai, anak-anak cerdas ini pergi keluar negeri untuk menimba ilmu dan sayangnya jarang yang Kembali.

Kesimpulan

Teori ketergantungan tetap relevan dalam menganalisis tantangan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun globalisasi telah mengubah banyak hal, struktur ekonomi global yang tidak adil masih menjadi penghambat utama pembangunan.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip teori ketergantungan, Indonesia dapat merumuskan strategi pembangunan yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

Pengalaman Amerika Latin, khususnya dalam kerangka kebijakan UNECLA, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kebijakan yang berorientasi pada kemandirian dan keadilan sosial.

Referensi:

– Dos Santos, T. (1970). “The Structure of Dependence.”

– Frank, A. G. (1966). “The Development of Underdevelopment.”

– Baran, P. (1957). “The Political Economy of Growth.”

– Amin, S. (1974). “Accumulation on a World Scale.”

– Prebisch, R. (1950). “The Economic Development of Latin America and Its Principal Problems.”  •Muhammad Bardansyah (Pengamat Ekonomi Politik)

Share