MK Larang Cakada Petahana Gunakan Fasilitas Negara Saat Kampanye

TRANSINDONESIA.co | Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Pasal tersebut berkaitan dengan masa cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas yang terkait jabatannya sebagai petahana calon kepala daerah (cakada) gubernur, bupati, atau wali kota.

Ketua MK Suhartoyo mengatakan dalil Pemohon dapat diterima kebenaran rasionalitasnya. Sebab, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana berpotensi menyalahgunakan kekuasaan terkait dengan sumber dayanya ketika cuti di luar masa kampanye.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 154/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

Demi menghadirkan Pilkada yang jujur dan adil, kata Suhartoyo, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang mencalonkan kembali di daerah yang sama harus tetap dilekatkan masa cuti dan larangan penggunaan fasilitas dalam jabatannya. Pelarangan tak hanya mencakup saat masa kampanye, tetapi pada masa tenang hingga hari pemungutan suara.

Karenanya, norma Pasal 70 ayat (30) UU Pilkada dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana, baik pada masa kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara”.

Di samping itu, MK berpendapat bahwa tidak ada alasan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan yang genting dan mendesak yang memerlukan cuti di luar tanggungan negara dan larangan menggunakan fasilitas bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang kembali maju dalam Pilkada. Bahkan sebagaimana telah dipertimbangkan pada pertimbangan hukum selanjutnya, masa tenang dan hari pada waktu pemungutan suara adalah waktu yang krusial untuk masyarakat.

“Di mana menjadi saat calon pemilih menentukan pilihannya yang tidak boleh diganggu oleh siapapun. Oleh karenanya, segala bentuk usaha untuk mempengaruhi pilihan harus dihindarkan,” ujar Suhartoyo.

Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 154/PUU-XXII/2024 dalam perkara pengujian UU 10/2016 (UU Pilkada) diajukan Edi Iswadi, Kepala Desa (kades) Bojongsari Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah.

Dalam sidang perdana yang dilaksanakan di MK pada Senin 4 November 2024, Sulthoni selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan, ketentuan mengenai cuti “selama masa kampanye” bagi calon kepala daerah petahana tidak sesuai dengan prinsip moralitas dan rasionalitas.

Dari perspektif keadilan, Pemohon merasa aturan cuti yang terbatas pada masa kampanye saja menimbulkan ketidakadilan baik bagi Pemohon sebagai kades maupun sebagai pemilih.

Sebagai kades, Pemohon merasa berpotensi terkena dampak dari penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan, di mana calon kepala daerah petahana berpotensi melakukan intervensi untuk mengamankan kontestasinya.

Sebagai pemilih, Pemohon mengharapkan adanya proses pemilihan yang jujur, bebas, dan adil, tanpa adanya pengaruh atau intervensi dari calon kepala daerah petahana, sesuai dengan jaminan yang diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945. Lebih lanjut, Pemohon menegaskan bahwa Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD NRI 1945 karena melanggar hak konstitusional Pemohon yang diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945.

Dalam petitum, Para Pemohon memohon agar MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:

“Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang mencalonkan kembali di daerah yang sama wajib memenuhi ketentuan untuk menjalani cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya”. [met]

Share